Part XXXV

37K 3.8K 98
                                    

"Kondisi tubuh Kaisar Zhang telah diperiksa dan tidak ada racun yang terdeteksi. Racun itu belum sampai ditelan oleh Yang Mulia Kaisar Zhang." Tutur Tabib Lin.

"Berarti, Dimsum itu mempunyai racun." Cetus Ibu Suri.

Seluruh pandangan mata memandang Aya yang terdiam.

Aya merasakan perasaan dejavu yang kembali terulang. Bibirnya terkunci rapat. Matanya bergerak melirik ke samping dimana Selir Ming berdiri bersisian dengannya. Menatap perempuan itu yang menundukkan kepala. Tangan Selir Ming nampak meremat rok. Dengan tatapan tak fokus.

"Kau ... " Aya tak melanjutkan katanya lagi.

Selir Ming mengangkat kepala, ia menoleh dan berpandangan langsung dengan Aya yang menatapnya. Tanpa kata. Ekspresi wajahnya menjelaskan segala emosi yang berkecamuk dalam dirinya. Selir Ming memasang wajah datar. Ia membuang muka. Dan menatap lurus ke depan.

"Apakah ini rencanamu?" Lirih Aya bersuara.

Selir Ming hendak membuka bibirnya tapi tidak jadi. Matanya berpandangan dengan ayahnya. Menteri Yuan yang menatap tajam. Ia menundukkan kepala.

"Kau bicara apa Selir Mei? Aku tidak mengerti maksudmu." Tolak Selir Ming.

"Kau dibalik semua ini?" Tuduh Aya langsung.

"Kau menuduhku melakukannya? Punya bukti? Aku tidak pernah ke mejamu. Kenapa kau menuduhku demikian?" Suara Selir Ming bergetar. Matanya memerah serasa ingin menangis.

"Aku tidak punya bukti untuk sekarang. Tapi, aku tau kau paham batasanmu sudah kelewatan."

"Hentikan omong kosongmu, Selir Mei. Jangan menuduh sembarangan orang. Kau terbukti bersalah disini. Dan sesuai hukuman yang berlaku. Kau pantas mendapatkan hukuman mati atas percobaan pembunuhan pada Yang Mulia Kaisar Zhang." Ibu Suri menukas sengit.

"Tahan dia dan bawa dia ke penjara!" Tambahnya dengan menunjuk Aya.

Dua prajurit menahan kedua lengan Aya.

Aya memberontak.

"Tunggu." Suara Kaisar Zhang bergema.

Kedua prajurut itu menghentikan tarikan paksanya.

"Jangan menghukumnya." Suara Kaisar Zhang mengalun kembali.

"Yang Mulia! Dia berencana membunuh anda." Seru Ibu Suri tidak senang.

"Hukum ada di tanganku, Ibu Suri. Aku yang menentukan seseorang bersalah atau tidak. Selama bukti belum terkumpul semua maka tidak ada yang harus mati disini."

"Tapi, Dimsum itu sudah cukup menjadi bukti yang kuat. " Ibu Suri masih tidak ingin mengalah. Matanya seakan haus melihat Aya menderita. Selama keinginan itu belum tercapai, ia akan terus mendesak.

"Racun itu bisa pindah ke tangan siapa saja dan ke barang apa saja. Tanpa diketahui oleh siapapun. Hanya satu barang bukti, lantas membuat seseorang menjadi terdakwa? Aku tidak membuat peraturan seperti itu. Kumpulkan barang bukti dan saksi. Semua harus dilihat dari segala sisi. Dan setelah semuanya terkumpul, bawa ke hadapanku dan aku sendiri yang akan mengeksekusi saat itu juga."

"Lalu anda akan membiarkan Selir Mei bebas begitu saja? Sementara orang-orang terdahulu yang melakukan hal sama langsung disiksa dan dihukum. Apakah anda akan bersikap pilih kasih?"

Mendengar perkataan Ibu Suri, beberapa orang berbisik-bisik nampak terprovokasi. Dan ikut membenarkan.

Setelah puas hanya sebagai penonton, Kepala Menteri Yuan unjuk suara, "Perhatian yang terlalu berlebih akan memberikan kecemburuan pada semua pihak, Yang Mulia. Anda bisa dinilai sebgai Kaisar yang buruk oleh rakyat. Hamba tidak ingin nama anda tercoreng hanya gara-gara ini. Mohon kebijakan anda Yang Mulia."

Semua hening. Kaisar Zhang belum membalas.

"Selir Mei harus mendapat ketentuan sesuai hukum yang berlaku." Ibu Suri menambahkan.

"Kau yang melakukannya, Mei?" Pandangan Kaisar Zhang terfokus pada Aya.

"Daripada menaruh racun aku lebih suka menaruh kecoa di dalam Dimsumku. Racun dilakukan hanya orang yang pengecut!" Rahang Aya mengeras. Matanya menajam tanpa ada sorot lemah.

"Tentu saja dia tidak akan mengaku." Ibu Suri berdecih sinis.

"Jika kau mengaku, aku akan meringankan hukumannya." Kaisar Zhang masih mencoba dengan caranya. Berharap Aya melembut sedikit dan menerima caranya. Karena dengan begitu, ia bisa menyelamatkan wanita ini.

"Aku tidak melakukannya! Sampai matipun aku tidak akan mengakui apa yang bukan ku lakukan!" Aya berteriak keras. Dituduh dua kali untuk kejadian yang bukan ia lakukan benar-benar membuatnya kalap.

"Kalau begitu, kita harus menyiksa dia sampai mengaku!" Putus Ibu Suri final.

"Lepaskan!"

Kaisar Zhang melepas pandangannya dari berlalunya Aya sampai menghilang di tikungan jalan. Matanya bergulir dan bersipandang dengan Selir Ming yang memandangnya. Wanita itu memutus tatapan.

✍✍✍

Penghabisan hari itu, Aya dieksekusi duduk diatas kursi. Kedua tangan terikat. Mengenakan hanfu putih beberapa bercak darah mulai menghias. Rambutnya berantakan. Wajahnya nampak kuyuh namun tatapannya masih keras dan tajam. Berapa kalipun prajurit penyiksa itu berteriak, Aya bersikukuh tetap diam. Tak mengeluarkan sepatah katapun.

"KAU BERENCANA MEMBUNUH KAISAR! KATAKAN!"

Aya bungkam. Prajurit itu melepaskan cambukannya untuk kesekian kali. Kulitnya memerah dan bahkan mengeluarkan darah. Ia masih teguh memegang pendiriannya.

Suara jeritan dan tangisan bercampur baur di tempat itu. Aya melirik dari ujung matanya. Beberapa wajah ia kenali, para dayangnya. Ikut mengalami hal serupa. Bahkan lebih parah. Kesal dan marah. Tetapi, tekatnya sekuat baja. Ia tidak pernah mengakui perbuatan yang bukan ia lakukan sampai ia harus mati sekalipun. Dia tetap pada pendirian.

Matahari turun ke peraduan. Burung-burung terbang ke sarang. Senja telah hilang sedetik lalu ketika tubuh Aya dihempaskan ke arah penjara secara paksa. Seorang diri di ruang kecil dingin itu. Gelap. Dan aroma anyir dimana-mana. Ia membaringkan tubuhnya yang lelah di atas tumpukan jerami. Kasar dan gatal jika tersentuh kulit. Namun, itu bukanlah apa-apa dibanding luka-luka yang didapatkannya hingga tidak bisa bergerak lagi. Bahkan tenaga untuk makanpun sudah habis.

Kelopak matanya terbuka segaris, menatap kosong jeruji besi itu. Hanya ada penjaga di luar sana. Tidak ada. Hatinya yang mengharapkan akan hadirnya seseorang, pupus dengan sirna. Semenit kemudian kelopak matanya menutup. Terlelap tidur tanpa mimpi.

Beberapa menit setelahnya, Kaisar Zhang berdiri di depan jeruji besi yang dipandangi Aya beberapa menit yang lalu. Menatap wanita yang terbaring tidur. Tanpa emosi. Berselimut wajah datar. Namun, Kasim Han melihat tanda pengenal yang patah dalam genggaman Kaisar Zhang.

✍✍✍
10 Mei 2019
Hayyyy...

Berasa lama ya 😅
Apa kabar kalian semua?😘
Masih lancar puasanya😆

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang