Part XX

51.5K 4.5K 284
                                    

Kaisar Zhang menarik sudut bibirnya membentuk seringaian, tangannya meremas hanfu Aya yang dalam genggaman, sementara matanya memancarkan bahaya. Kepalanya mendekat, memperpendek jarak.

"Aku akan menghukummu, Mei." Suaranya terdengar rendah dan berat.

Aya berusaha tertawa namun nampaknya tidak berhasil. Nada suaranya malah terdengar sumbang dan matanya meringis. Mimik wajah Kaisar Zhang sekarang mengingatkan Aya pada para mafia yang sering membantai orang tanpa belas kasih.

"Candaanmu sangat lucu, Yang Mulia. Hahaha ... lagipula saya sudah kebal dengan hukuman anda."

Alis Kaisar Zhang menukik naik, matanya menyipit tajam. Wajahnya semakin mendekat. Hampir menyentuh pucuk hidung Aya. Hingga kesiap halus dari Aya terdengar di telinganya.

Aya merutuk dalam hati, sepertinya ia salah bicara. Tidak ingin ada adegan canggung atau Kaisar Zhang melancarkan aksinya, Aya berujar cepat.

"Sungguh, tadi ada nyamuk. Aku tidak sengaja memukulmu." Aya bersikukuh walau ucapannya hanya kebohongan. Setidaknya memberi waktu untuk dirinya berpikir. Apa yang bisa membuat dia kabur dari sini dengan aman?

"Dengan cara memukulku?" Tanya Kaisar Zhang, matanya menatap lekat Aya, "bukan dendam?"

Aya menggeleng dan membuka mulut, "Tidak, anda salah mengerti. Aku hanya terpikir cara itu. " Dan yang kedua benar.

Tatapan Kaisar Zhang menyelidik Aya, "Apakah aku harus percaya?"

"Ya terserah."

"Kau tau, kau adalah orang pertama yang berhasil menorehkan luka di wajahku."

"Wah, itu prestasi yang hebat. Aku akan mengingatnya sampai mati." Aya tersenyum senang, ia rasanya ingin tertawa. Namun ketika melihat tatapan membunuh Kaisar Zhang, senyumnya hilang berganti garis tipis.

"Apakah kau tau yang ku pikirkan sekarang?"

"Tidak tau, kecuali kau bersedia aku membedah isi kepalamu."

"Kau mengacaukan isi kepalaku. Aku membencimu, sangat. Tapi disisi lain aku sangat takut ... " Kaisar Zhang tak melanjutkan perkataannya. Rupanya berganti serius. Iris matanya terus memandang Aya. Menjadikan titik fokus wanita itu dalam bayangan matanya.

"Aku tersanjung, Yang Mulia. Boleh aku pergi?" Maya Aya melirik pintu.

"Boleh," sudut bibir Kaisar Zhang naik, "setelah kita menghabiskan permainan ini. Kau pernah mendengar permainan kuda-kudaan?"

Aya menahan jijik, ia membalas, "Tidak, aku taunya permainan kurap-kurapan." Ia tersenyum menang.

Kaisar Zhang terkekeh, "Sebaiknya kita sudahi saja. Perdebatan ini tidak akan ada habisnya."

"Benar sekali, sebaiknya juga aku harus cepat pergi." Aya membalik tubuhnya menyamping, ia menggeser tubuh berusaha menjauh dari kukungan Kaisar Zhang.

"Mau kemana, Sayang?" Kaisar Zhang menangkap pinggang Aya dengan tangannya. Kapalanya mendekat, berbisik ditelinga Aya, "sepertinya kau tak paham apa maksudku. Hentikan perdebatan dan kita mulai ritual ini segera."

"Tunggu!" Aya berteriak panik, tangannya hendak memberontak. Namun dicegah Kaisar Zhang. Tangannya ditahan ke atas kepala. Tanda bahaya bergaung di benak Aya.

"Kau tidak bisa melakukan ini padaku!"

"Kenapa tidak? Aku seorang Kaisar dan kau selirku. Tidak ada yang bisa membantah kehendakku, Mei. Sebaiknya kau diam, jika ingin ritual ini berjalan lancar."

"Aku tidak mau! Enak di kau dan ruginya aku! Pokoknya aku tidak mau!"

"Kau tidak ingin diam?"

"Kau pikir aku suka melakukan hal menjijikan itu?! Singkirkan tanganmu dari tubuhku, brengsek!"

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang