Part XXXIII

40.8K 4.5K 276
                                    

Pesta perayaan dimulai hari ini. Beragam hiburan disajikan. Di mulai pertunjukan drama hingga tarian. Setiap Selir diharuskan memasak untuk menyajikan makanan kepada Kaisar Zhang sebagai tanda hadiah. Dan unjuk kebolehan serta kemampuan.

"Kau pasti bercanda." Wajah Aya menggambarkan ketidakpercayaan.

"Tidak, Nona. Ini memang adat istiadat yang sudah lama berlangsung. Dan anggota istana telah di kumpulkan di halaman istana tempat perlombaan memasak."

"Kenapa harus aku? Kan banyak koki istana disini, bukan? Yang makanan jauh lebih enak. Aku tidak bisa memasak. Masih bersyukur makananya bisa dimakan kalau jadi racun untuk orang, bagaimana? Pokoknya tidak." Aya menggeleng tegas sambil bersedekap.

"Tapi, kehadiran anda telah di tunggu sekarang."

"Bilang saja pada mereka, aku mengundurkan diri."

"Dalam peraturannya tidak ada yang seperti itu. Sampai seorang Selir bisa menghasilkan makanan. Hasil buruk atau tidaknya, Kaisar Zhang yang menentukan."

"Tetap saja tidak bisa. Jangankan memasak, ke dapur saja tidak pernah. Apalagi menyalakan tungku. Kau mau pesta perayaan ini jadi tragedi kebakaran?" Aya menatap Dayang Yang skeptis. Sedangkan yang ditatap menggeleng lesu.

"Tidak, tapi jika anda mengundurkan diri. Nona akan mendapat hukuman. Bukankah sebaiknya kita mencoba dulu? Hamba akan membantu Nona sampai selesai." Dayang Yang berujar penuh keyakinan.

"Mendapat hukuman?" Teriak Aya sebal. Rasanya hidupnya disini tak jauh dari kata hukuman. Ini dunia apa alam kubur?

" Kerajaan apa ini? semuanya tindakan mendapatkan hukuman. Apakah kau juga akan di hukum?" Mata Aya beralih ke Dayang Yang yang menunduk.

"Ya, sebelum anda mendapatkannya hamba terlebih dulu yang merasakannya."

Aya langsung berdecak, "Kalau aku jadi Raja nanti, akan ku hapuskan semua hukuman konyol ini!" Ujarnya menggebu-gebu.

"Bukan Raja Nona, tapi Ratu." Ralat Dayang Yang.

"Aku mau jadi Raja, bukan istri seseorang. Kapan perlombaan itu dilaksanakan?" Merasa terprovokasi karena hukuman bodoh ini. Aya bangkit dan memilih mengikuti aturan.

"Sekarang."

Aya menghela napas kasar, "Ayo, Dayang Yang. Sebelum aku berubah pikiran untuk menaruh cicak mati dalam masakanku."

✍✍✍

"Selir Mei." Panggil Jenderal Li.

"Ya?"

"Itu ... kau mau kemana?" Pria itu nampak mengusap tengkuk lehernya. Matanya terus menunduk dan tak berani menatap mata Aya.

"Menghadiri perlombaan memasak." Jawab Aya santai.

"Oh, itu." Jenderal Li mengangguk. Lalu diam lebih lama. Seakan ingin berucap namun banyak hal yang mencegahnya untuk berbicara.

"Kenapa?" Tanya Aya melihat reaksi tak biasa laki-laki dihadapannya.

"Hah? Oh ..., hm maaf untuk soal kemarin. Aku benar-benar tidak sengaja." Pria itu sangat gugup. Terbukti dari ucapannya yang terbata dan terus membuang wajah.

"Soal kemarin? Yang mana?" Aya makin heran. Setahunya, kemarin tidak ada hal aneh dengan perbincangannya dengan Bian dan Jenderal Li. Jadi, dimananya yang salah sehingga laki-laki ini minta maaf?

"Itu ... yang ... ciuman kemarin. Maafkan aku."

"Oh, ciuman sialan itu." Teringat ciumannya dengan laki-laki arogan kemarin, wajah Aya berganti murka. Sepertinya, ide memasukkan cicak mati dalam masakannya boleh juga.

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang