Part XXXVIII

57.1K 4.3K 476
                                    

Aya tak sengaja melihat Dayang yang menjadi saksi saat ia dihukum melintas di hadapannya ketika ia sedang menyamar. Mengikuti naluri, ia membuntuti Dayang itu yang berjalan sangat cepat dan sesekali menolehkan kepalanya ke segala arah. Seakan takut ada yang memergokinya. Mencurigakan.

Mereka melewati pasar. Lalu Dayang itu menepi ke seberang jalan. Menuju gang sepi. Tak mau kehilangan jejak, Aya mempercepat langkah dan merapatkan tubuhnya ke tembok rumah salah satu penduduk. Agak jauh namun kegiatan Dayang itu bisa diamatinya dari sini. Dayang itu menghampiri seseorang yang memakai jubah penutup yang menutupi seluruh tubuhnya hingga wajah hanya menyisahkan sedikit celah untuk mata.

Sosok itu memberikan dua kantung kepada Dayang itu.

"Buang. Dan hanguskan barang ini. Jangan sampai ada yang menemukannya. Dan kantung satunya adalah bayaranmu."

Suara lirih nan samar. Ia seperti tak asing dengan suara ini.

"Terima kasih."

Sosok itu pergi. Aya bergegas menghalau Dayang itu yang hendak pergi. Matanya menemukan tanda pengenal di tempat dua orang mencurigakan tadi. Tak salah lagi. Segera disusulnya Dayang itu dan mencekal lengannya.

Dayang itu membelalak menatapnya.

✍✍✍

Ruang rapat didobrak secara kasar. Begitu pintu dibuka, muncul Aya dengan pakaian dayang menyeret seorang Dayang lalu menghembuskannnya ke tengah ruang rapat. Semua tatapan tertuju padanya. Bibir terbungkam.

"Lancang sekali, Mei. Apakah kau kehilangan sopan santunmu?" Sindir Ibu Suri geram.

"Ada apa ini, Mei?" Kaisar Zhang angkat suara.

"Aku ingin melakukan pembuktian kalau aku tidak bersalah. Dan cabut tuntutan hukuman Dayang Yang, sekarang!"

"Jangan sembarangan memerintah orang. Kau pikir berhadapan siapa? Kau akan dihukum jika tidak minta maaf sekarang juga! Cepat minta maaf pada Yang Mulia segera!"

"Minta maaf bisa menunggu nanti. Aku ingin Dayangku dibebaskan sekarang."

"Selir tidak tau diri! Kau---"

"Apa yang ingin  kau buktikan, Mei?" Potong Kaisar Zhang yang menghentikan makian keluar dari bibir merah Ibu Suri.

"Dayang yang menjadi saksiku ternyata memberi keterangan palsu. Ia yang menaruh racun itu. Dan atas perintah Selir Ming."

Suara terkesiap. Dan tatapan yang berganti melirik Selir Ming dengan pandangan tidak percaya. Menjadikan wanita itu gentar. Ia menatap Aya balik.

"Apa buktinya? Kau tidak memiliki bukti. Jangan menuduh orang sembarangan. " Cerca Ibu Suri panas.

Aya melemparkan tanda pengenal ke tengah ruangan. Membuat orang-orang saling berbisik satu sama lain.

"Bukan hanya itu. Aku juga mendapatkan ini." Ia meletakan dua kantung dan membukanya. Satu berisi kepingan uang. Dan satunya lagi berisi bubuk.

"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Selir Ming memberi dayang ini uang sebagai tutup mulut dan kesaksian palsu. Juga racun yang ia taruh di makananku."

"Kau bisa saja berbohong dan memutar balikkan fakta. Bisa saja itu kau dan mengarang semua ceritamu tadi. Sebagai pelengkap, kau mencuri tanda pengenal Selir Ming. Semua bisa terjadi bukan? Tanda pengenal itu tidak akan membuktikan apapun. Ia bisa pindah kemanapun." Ujar Ibu Suri dengan pandangan mencemooh.

"Aku tidak berbohong. Memang dia pelakunya. Dan aku bisa membuktikan yang lainnya. Racun bubuk itu memiliki aroma menyengat dan jika tersentuh tangan atau pakaian akan berwarna kecoklatan bila dituang air ke atasnya. Karena sifatnya yang merusak.

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang