Part IV

62.9K 5K 159
                                    


Hari telah berganti. Kemarin, ia mengistirahatkan tubuhnya total. Takut kewarasannya juga mulai terganggu. Perlahan Aya mulai menerima keadaan dirinya sekarang walau ada sisip tak percaya dan tak rela di hatinya. Ia ingin pulang, dan mencari tau bagaimana caranya pergi ke masanya. Tapi biarlah, untuk sekarang ia menikmati dan menjalankan hidupnya sebagai Selir Mei Li. Aya membuka jendela. Pagi ini cuacanya cerah. Udara segar yang terhirup. Dan kicauan merdu burung melengkapi indahnya pagi.

"Nona."

Aya menoleh ke belakang, Dayang Yang dan beberapa dayang lain berbaris rapi mengelilinginya. Membawa beberapa kain sutra dan pakaian Honfou yang tersampir dilengan tangan mereka. Aya menatap mereka bingung.

"Ya?”

"Kami akan memandikan anda." Jawab Dayang Yang.

"Apa?" Serunya kaget, baru saja ia berencana untuk menikmati hidup disini tapi perkataan Dayang Yang membuatnya membelalak ngeri. "Aku bisa mandi sendiri!”

"Ini sudah menjadi kewajiban kami Nona. Dan kami sudah lama memandikan anda sebelum ini." Jelas Dayang Yang mengingatkan.

"Tunggu, Tunggu. Hei kalian mau apa?!" Aya berteriak melihat para Dayang itu semakin mendekatinya. Ia memasang kuda-kuda, “aku akan bertindak kasar jika kalian memaksaku. Aku masih punya tangan untuk memandikan diriku sendiri!”

“Maaf nona, kami memaksa.” Dayang Yang memegang tangan Aya sementara tangan Aya yang lain dipegang oleh Dayang lain. Aya memberontak namun tidak bisa lepas karena jumlah Dayang itu sangat banyak.

“Arrrggghhh....jangan menyentuhku!!!”
.
.
.

Setelah membersihkan diri dan berpakaian, Aya ditemani Dayang Yang berjalan menyusuri taman di sekitar kediamannya. Daun-daun nampak menguning. Awan-awan bergelantungan diatas sana. Panas matahari tidak terlalu menyengat.

“Aku merasa ternodai.” Aya masih tak terima dengan kejadian tadi, ia menyilangkan tangannya didepan dada dan menatap Dayang Yang tajam.

“kami sudah lama melayani nona, dan itu sudah menjadi tugas kami para Dayang.” Dayang Yang menghela nafas melihat tuannya bertingkah aneh lain dari biasanya.

“Apakah semua orang yang tinggal di istana ini, dimandikan seperti itu?” Aya bergidik ngeri membayangkannya.

“Khusus bangsawan dan anggota kerajaan.”

“Kenapa aku harus hidup dalam tubuh ini? Kenapa tidak di rakyat biasa saja?” gerutu Aya.

“Jika nona terlahir sebagai rakyat biasa maka nonalah yang akan memandikan dan melayani seluruh keperluan majikan anda.”

“Iuh, menjijikan.”

Setelah itu mereka diam, berjalan menapaki jalan setapak dimana dikelilingi kebun bunga dan pohon-pohon. Aya berjalan didepan sementara Dayang Yang mengikuti dibelakang bersama Dayang lainnya. Ia saat ini mengenakan Hanfou merah hati dan riasan diwajah yang membuat rupanya sedikit bersinar dengan bibir dan pipi yang memerah. Tentu dengan paksaan dan rasa kasihan karena Dayang Yang akan dapat hukuman jika tidak mengurusinya.

Suasana hening itu dipecahkan umpatan Aya yang hampir tersandung karena menginjak gaunnya sendiri. Ia menggerutu kesal lantas mengangkat gaunnya tinggi-tinggi.

“Ah, sial! Kenapa aku harus memakai pakaian merepotkan ini?!”

“maaf nona, anda tidak boleh seperti itu.” Dayang Yang membenarkan rok bawahan Aya. “Dan juga tidak boleh berkata kasar.”

Aya memutar bola matanya, “tidak boleh ini, tidak boleh itu. Jangan ini, jangan itu. Hidup disini seperti di penjara.”

“Karena anda sudah menjadi Selir Kaisar, nona. Para Selir disini harus bertata krama sopan dan layaknya seperti putri untuk menjaga kehormatan Yang Mulia Kaisar.” Jelas Dayang Yang. Aya memilih tak melanjutkan gerutuannya lagi.

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang