Pagi harinya, Aya tersenyum menatap mentari pagi yang baru muncul dari singgasananya. Ia nampak semangat walau belum sembuh sepenuhnya. Wajahnya masih pucat. Tetapi, pancaran semangat itu berkobar di dalam binar matanya. Setelah berpakaian rapi. Ia bergerak keluar. Dibelakang Dayang Yang mengekor.
"Nona, sebenarnya anda mau kemana? Kondisi anda belum pulih benar."
Aya berbalik, mendekati Dayang Yang dengan cepat. Dayang Yang hampir terkejut dibuatnya. Namun, isyarat jari telunjuk Aya yang menutup bibir membuat Dayang Yang diam. Matanya melirik sekitar. Sudah aman. Ia berbisik kecil.
"Ini rahasia kita berdua. Kau tak boleh memberitahu siapapun sampai kau mati. Aku bisa mempercayaimu?"
"Hamba adalah budak, Nona. Anda bebas melakukan apapun padaku. Kebebasan dan nyawa hamba berada ditangan Nona. Begitupun kesetiaan hamba akan mengiringi sampai mati."
"Bagus," Aya mengangguk, "orang tuaku masih hidup."
Dayang Yang mengerjabkan matanya. Meneliti wajah Aya dengan khawatir. Ia takut sakit Aya juga mempengaruhi pola pikirnya.
"Anda yakin? Bukankah Kaisar Qing dan Pemaisuri Jiao sudah mati tenggelam?"
"Itu tidak benar. Kau ingat surat yang ku titipkan sebelum aku tak sadarkan diri tiga hari itu? Yang menggunakan huruf hanja."
Dayang Yang mengangguk.
"Surat itu sebenarnya, permintaan tolong pada Wang Geon. Raja Goryeo sekarang. Dulu aku memang berteman dengannya, ia satu-satunya yang ku bisa mintai tolong. Dan berhasil, orang tuaku selamat. Walau gosip yang beredar mengenai kematian orang tuaku."
"Perkataan anda seakan mengatakan bahwa anda sudah menduga kejadian pencurian itu?"
"Iya. Dan pelakunya tak lain Kaisar Zhang." Aya berucap sangat yakin.
Namun kernyitan dahi Dayang Yang seolah meragukan ucapan Aya.
"Yang hamba lihat selama Nona bangun dari koma itu, Yang Mulia Kaisar Zhang nampak memberikan perlakuan khusus pada anda."
"Iya, pelakuan khusus untuk ditindas."
"Bukan, seperti seorang pria pada wanita."
Aya sontak tertawa, "Jangan gila Dayang Yang. Pria es itu tidak mungkin punya hati untuk menyayangi seseorang. Ah sudahlah, aku mau pergi. Ingat, jangan beri tahu siapapun."
Dayang Yang menganggukkan kepala lagi, "Sebelum anda pergi, anda yakin sudah sehat?"
"Sudah!" Aya berkata penuh swmangat.
"Tapi, jika nanti anda ..."
"Dayang Yang, jangan cemaskan aku. Aku akan baik-baik saja. Apa kau tidak senang melihat aku bertemu dengan orang tuaku?"
"Hamba sangat senang nona. Tapi, kondisi anda, kecurigaan orang-orang, dan perjalanan yang sangat jauh. Hamba sangat ..."
"Jangan khawtir dan mencemaskan apapun yang belum terjadi. Tidak ada siapapun yang tau selain kita, dan aku kuat untuk menjalani perjalanan ini. Tekatku sekuat baja. Jadi kau tenang saja."
"Bagaimana dengan Yang Mulia Kaisar Zhang?"
"Kenapa dengannya?"
"Semenjak anda jatuh pingsan dan sakit, Yang Mulia Kaisar Zhang yang merawat, Nona. "
"Kau yakin tidak salah orang? Terakhir kali kami bertemu aku berencana membunuhnya. Jadi, mana mungkin ia merawat musuhnya sendiri." Aya mengakhiri dengan kekehan seakan ucapan Dayang Yang adalah candaan dan begitu geli di dengarnya
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Coldest King [END]
FantasyUpdate setiap jum'at Aya seorang gadis tomboy, bertingkah kasar dan berwatak keras. Mengalami kecelakaan dan terbangun dalam sosok yang baru. Selir Mei Li. begitulah mereka menyebutnya. Mei Li, seorang gadis lemah, ramah dan juga baik. Berparas cant...