Part XXIII

46.5K 4.5K 147
                                    

"Bagaimana keadaannya?"

"Selir Mei terkena demam. Akibat gejala syok dan diperparah stres yang dialaminya, itu memperburuk keadaan Selir Mei, Yang Mulia." Jawab Tabib Lin.

"Kapan dia akan sembuh?" Kaisar Zhang memandang tubuh Aya yang terbaring dihadapannya. Matanya meneliti wajah Aya yang pucat. Bibir yang memutih dan kering mengelupas.

"Tergantung kondisi yang mendukung. Jika dalam kondisi normal bisa dua  atau tiga hari. Namun, melihat musim salju yang baru saja tiba malam ini. Mungkin, akan memperngaruhi kondisi beliau. Saya sudah menyiapkan obat untuk berjaga-jaga jika demam Selir Mei makin parah."

Kaisar Zhang mengangguk. Dengan isyarat tangan, ia menyuruh Tabib Lin pergi dari ruangan itu.

Tangan Kaisar Zhang menyentuh kening Aya. Telapak tangannya terasa terbakar. Berbalik dengan reaksi Aya yang giginya bergemeletuk didalam mulutnya. Selimut tebal telah membungkus tubuh Aya. Tetapi, tak juga menghilangkan rasa dingin yang seakan menggerogoti sumsum tulang.

Pintu kembali berderit terbuka. Dayang Yang muncul darisana. Ia mendekat lalu membungkuk hormat.

"Yang Mulia, hidangan makan malam sudah siap disajikan di peraduan anda."

Tanpa mengalihkan tatapannya dari kondisi tubuh Aya, Kaisar Zhang berkata, "Aku tidak lapar. Ambilkan saja obat Mei kemari."

"Baik, Yang Mulia."

Beberapa racikan obat herbal diletakkan disamping tubuhnya. Setelah memberikan sesendok obat cair ke dalam mulut Aya yang disiasati dengan mendongakan kepalanya. Kaisar Zhang mengambil kain di kening Aya, mencelupkannya ke mangkuk. Lalu memerasnya dan meletakkan kembali di dahi Aya. Ia mengamati jemari Aya yang lecet di beberapa bagian sebab berlatih pedang. Diambilnya salep lalu dioleskan ke telapak tangan Aya perlahan.

Sepanjang sisa malam itu, sosok itu berjaga di samping Aya tertidur. Menambah selimut ataupun menyuapkan ramuan. Menjaga tidur Aya tetap pulas.

✍✍✍

"Wilayah Suzu telah menjadi teritorial milik kita. Besok hamba akan mengurus surat-surat pengesahannya." Kepala Menteri Yuan tersenyum. Matanya menyipit ketika kerut-kerut di garis matanya terbentuk.

"Semakin cepat semakin baik." Ibu Suri menanggapi dengan senyuman yang sama.

"Benar, Yang Mulia Ibu Suri."

"Ngomong-ngomong, kenapa kau tidak ke peraduan Kaisar Zhang? Posisi Pemaisuri harus segara diisi untuk memperkuat dan menambah aliansi. Kepercayaan para anggota kerajaan sangat penting sekarang. Bila tidak segera diisi, mereka akan meragukan sistem pemerintahan Zhang. Dan tidak menutup kemungkinan akan adanya pemberontak. Dan kehadiran penerus baru sangat di tunggu-tunggu sekarang."

Selir Ming yang ditatap oleh kedua sosok penting itu, hanya bisa menundukkan kepala. Ia mencengkeram tepian roknya.

"Yang Mulia Kaisar Zhang sedang tidak ada di peraduannya."

"Kemana?" Tanya Ibu Suri.

Sementara Kepala Menteri Yuan menipiskan bibir.

"Beliau sedang berada di Paviliun Mei."

"Untuk apa dia berada di sana?"

"Selir Mei jatuh sakit, Yang Mulia Ibu Suri. Entah itu pura-pura atau sekedar mencari simpati." Kepala Menteri Yuan memilih menjawab. Selir Ming terdiam. Tak mampu mengangkat kepalanya diantara hujaman tajam Ayahnya.

Ibu Suri mendengus, "Aku melupakan duri kecil itu. Seharusnya ia sudah mati. Tapi, kenapa begitu sulit sekali memusnahkannya?"

"Tujuan kita tidak tercapai jika Yang Mulia Kaisar Zhang sendiri yang memilih menjadi hambatan."

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang