Setelah dilabeli Selir kutukan. Namanya kini tercoreng kembali. Walau bukan dia tersangka pelaku kebakaran di Paviliun Selir Ming. Namanya ikut terseret karena ucapan seorang dayang yang tak memiliki bukti. Dirinya menjadi gosip terpanas di istana. Mungkin juga diluar sana. Tapi Aya tetaplah Aya. Hujatan bahkan sindiran yang sering ditambah-tambahi itu tidak sedikit pun mempengaruhinya. Ia tetap berkeliling istana dengan luwes. Walau dibelakang banyak yang mencibir.
Pagi menjelang siang. Aya pergi ke kandang kuda di belakang istana. Sekadar melepas jenuh dan bosannya. Tiba disana, ia bertemu Jenderal Li yang tengah memandikan kuda di sebuah kolam petak didekat tembok istana. Ia menghampiri Jenderal Li. Melihat dari dekat. Pria itu berada di air bersama kudanya. Tinggi air hanya sepahanya. Tangannya menggosok punggung kuda. Busa-busa sabun nampak disana.
"Jenderal Li!" Teriak Aya memanggil.
Jenderal Li berjengit kaget. Namun bukan hanya dirinya yang terkejut. Kuda itu meringkik, menaikkan kaki depannya dan membuat suara gaduh. Aya memandang ngeri kuda yang nampak bersikap abnormal. Ia menjaga jarak takut kuda itu akan naik dan mengejarnya. Sementara, Jenderal Li berusaha cepat menenangkan Si kuda dengan mengusap kepalanya perlahan sambil membisikkan kata-kata menenangkan. Dan berhasil, kuda itu menjadi tenang kembali. Ia menoleh, wajah Aya menatapnya penuh penyesalan. Ia melangkah mendekati Aya. Pekerjaannya diteruskan oleh penjaga kuda. Suara kecipak air mengiringi setiap langkahnya. Ia mengambil tempat disebelah Aya yang duduk di pinggiran kolam. Kakinya menjuntai ke bawah menyentuh air.
"Tidak apa." Ucap Jenderal Li melihat wajah meringis Aya.
"Aku tidak bermaksud begitu." Aya masih merasa tidak enak.
"Aku tau." Jenderal Li mengangguk.
"Ngomong-ngomong, hewan bisa kaget juga ya?"
Sebagai tanggapan, Jenderal Li tertawa kecil, menutup bibir dengan sebelah tangan.
"Kenapa tertawa?" Tanya Aya sewot.
"Kamu lucu."
"Iya, seperti annabelle" sinis Aya.
"Annabelle?" Tanya Jenderal Li bingung.
"Kembarannya chucky."
"Chucky?" Kedua alis Jenderal Li semakin bertaut.
"Lupakan." Putus Aya sambil menghembuskan napas kasar.
"Semua hewan memiliki perasaan dan juga insting yang kuat. Dewa memberkahi mereka kepekaan yang lebih kuat dari manusia. Namun, satu yang tidak mereka miliki, akal pikiran." Jenderal Li menjawab pertanyaan pertama Aya. Pria itu tersenyum ramah.
"Itulah, mengapa persahabatan antar manusia dan hewan jauh lebih erat daripada antar manusia sendiri. Hewan tak membutuhkan kekuasaan dan uang, mereka cukup disayangi sebagai teman. Dan kau akan mendapati mereka akan selalu berada di dekatmu. Jika mereka sudah nyaman pada satu orang, mereka akan mengikuti orang itu kemanapun ia berada." Tambahnya lagi.
"Kau tau banyak tentang hewan." Ungkap Aya mengeluarkan pendapatnya. Matanya menatap kagum Jenderal Li, penjabaran pria itu sangat ia sukai. Sangat lugas dan meninggalkan kesan.
"Tidak juga, aku hanya mengatakan berdasarkan pengalaman."
"Jadi, kau punya hewan peliharaan?" Mata Aya bergerak melirik sekitar. Mengamati hewan-hewan di sekitar barangkali ada jenis berbeda dan merupakan peliharaan Jenderal Li.
"Ya, itu." Jenderal Li mengarahkan matanya ke kuda yang ia mandikan tadi, "kuda itu dihadiahkan ketika umurku lima tahun oleh Selir Huang, ibuku."
Aya mengamati pergantian tatapan Jenderal Li yang berubah sendu. Ia salah membawa topik pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Coldest King [END]
FantasyUpdate setiap jum'at Aya seorang gadis tomboy, bertingkah kasar dan berwatak keras. Mengalami kecelakaan dan terbangun dalam sosok yang baru. Selir Mei Li. begitulah mereka menyebutnya. Mei Li, seorang gadis lemah, ramah dan juga baik. Berparas cant...