Part XVI

50.5K 4.6K 82
                                    

Keesokan harinya, Aya menatap kedua tangannya dengan merana. Nampak luka lecet di beberapa bagian menghiasi kulit putihnya. Latihan semalam benar-benar menguras tenaga. Belum lagi rasa penat dan pegal-pegal di sekujur punggung dan lengan yang ia rasakan saat bangun pagi tadi. Tapi, berhasil membuat ia lupa akan kejadian dengan Kaisar Zhang.

Aya mengerang saat melakukan peregangan otot. Berbunyi kretak bagai ingin patah. Setelah itu, lega. Ia bangkit dari duduknya dan memulai aktivitas seperti mandi. Ia menatap masam bak mandi berbahan kayu jati yang diisi penuh air lalu Dayang-dayang berdiri di sekeliling bak. Dayang Yang bahkan telah siap dengan selembar kain di lengannya. Entah kenapa hal inilah yang tak pernah membuatnya terbiasa hidup di zaman ini.

"Hamba akan memandikan, Nona." Dayang Yang tersenyum secerah matahari pagi ini. Berbanding terbalik dengan wajah Aya yang tertekuk.

Dayang Yang menghampirinya, membuka helaian hanfu yang melekat di tubuhnya dibantu dayang lainnya.

'Bayangkan saja kau tengah sendirian Aya, jangan hiraukan sekelilingmu. Dan jangan mencoba membayangkan keadaanmu!' Bathin Aya meracau.

✍✍✍


Aya berjalan di sekeliling istana. Mencari kesibukan diantara pikiran yang jenuh dan bosan. Hilir mudik Dayang Istana dan prajurit melaluinya sambil tak lupa memberi hormat. Ia terus melangkahkan kaki tidak tentu arah. Mungkin sampai lelah atau dia menemukan sesuatu yang menarik minatnya.

Namun, bukannya menemukan sesuatu yang menarik tapi ia malah bertemu pandang dengan Selir Ming yang berjalan berlawanan arah. Wajah wanita itu sudah keruh karena emosi dan semakin senewen saat melihat dirinya. Aya mencoba mengabaikan. Berjalan melalui rombongan Selir Ming. Pasalnya ia sedang suntuk dan Selir satu itu juga sepertinya sedang kesal akan sesuatu, dan ia tidak mau bertengkar sekarang.

"Selir Mei." Panggil Selir Ming.

Aya yang berjarak agak jauh darinya, mengatupkan bibir. Mengurangi stok sabar yang ia punya. Kemudian berbalik dengan wajah datar. Menaikkan satu alisnya sebagai tanda, ada apa?

Nampaknya Selir Ming tidak menghiraukan ketidaksopanan Aya. Wanita itu tengah tersenyum yang membuat benak Aya bertanya-tanya. Selir Ming memainkan cincin di jari manisnya. Ia berkata dengan tidak biasa. Membuat Aya luar biasa heran.

"Kudengar kau tidak di hukum." Ucap Selir Ming.

"Ya." Sahut Aya pendek.

"Aku senang kau tidak di hukum."

Aya diam. Melihat senyum Selir Ming tidak sampai matanya. Dia pikir aku anak kecil, gumamnya dalam hati.

Selir Ming melihat ujung jalan dan Aya bergantian, dengan wajah ingin tau ia berkata, "Kau, mau kemana?"

"Itu bukan urusanmu."

Kalimat pendek itu seketika meruntuhkan senyuman yang sekuat tenaga dibuat oleh Selir Ming di bibirnya. Tapi ia tidak menunjukkan kekesalannya. Wanita itu malah tertawa kecil dibuat-buat seraya menutup bibirnya.

"Oh, iya. Apakah kau tau disekitar sini ada permandian air panas? Sekali-kali berendamlah disana. Disana sangat hangat dan sejuk. Dan aman, karena itu khusus untuk perempuan dan anggota kerajaan penting." Selir Ming mengalihkan pembicaraan. Tidak membahas kata-katanya. Ia menawarkan sesuatu yang membuat Aya tertarik untuk mendengar.

Aya memasang wajah datar, "Aku tidak akan kesana. Karena aku tidak suka." Ucapnya sungguh berbalik dengan rasa ketertarikan yang muncul.

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang