Part V

57.5K 5.3K 242
                                    

“Kedatangku disini untuk menjengukmu Mei. Sekedar ingin tau apakah kau sudah mati atau belum, tapi setelah melihatnya sendiri aku cukup kecewa.” Wajah Selir Ming terlihat murung sedetik kemudian tersenyum mengejek.

Aya menatap tidak suka, ia lalu mendengus. Orang seperti ini jadi selir? Kaisar pasti sudah katarak!

Aya memilih membiarkannya, ia tidak ingin merusak hari pertamanya disini. Jadi ia berjalan melewati Selir Ming beserta rombongannya. Mengabaikan wajah tercengang bercampur kesal Selir Ming.

“Dimana tata kramamu sebagai putri Mei?!” bentak Selir Ming, “kau juga tidak memberikan salam hormatmu padaku!”

Aya membalik tubuh, “Tunggu, apa kau bilang tata krama? Hormat?” Aya tertawa mengejek, lalu matanya menusuk tajam. Tidak ada ekspresi ramah ataupun takut diwajahnya, Selir Ming seakan berhadapan dengan orang lain. Dia seperti bukan Mei penakut yang dikenalnya. Mei tidak akan menatap matanya saat bertemu. Wanita itu terlalu rendah diri dan pemalu. Dan lagi, Mei akan selalu pasrah menerima perlakuannya bukan malah menantangnya balik.

“Sebelum kau berkaca pada orang lain, lihat dirimu sendiri. Sudahkah kau bertingkah laku sebagai seorang putri? Melihat tingkahmu saja aku tidak bisa membedakan mana putri mana Jinu. Dan untuk apa aku menghormati orang yang jelas tidak menghormatiku.” Aya berkata dengan nada rendah setiap suku katanya ia tekan terutama saat menyebut Jinu. Hal itu membuat Selir Ming marah.

“Kau benar-benar cari mati!” Selir Ming berteriak seraya mendekati Aya, “berani-beraninya kau menyamakan aku dengan pelacur rendahan itu?! Aku bangsawan terhormat! Statusku tinggi! Dan aku seorang Selir Yang Mulia Kaisar. Aku akan mengadukan hal ini pada Yang Mulia, kau akan mendapatkan hukuman. Menghina Selir Yang Mulia Kaisar sama saja merendahkannya."

Jika di ladeni urusan ini akan bertambah panjang, dan Aya tidak ingin merusak moodnya. Dan dia berlalu sementara Selir Ming meneriakinya dibelakang sana. Aya melambaikan tangan.

“Benar-benar wanita merepotkan.” Aya menggerutu setelah agak jauh.
Aya membiarkan nya dan berlalu pergi. Meladeni Selir Ming tidak akan pernah ada habisnya. Namun baru saja berjalan sepuluh langka, bahunya ditarik kasar dari belakang. Jika Aya tidak menjaga keseimbangan badannya mungkin ia sudah terjerembab. Dan pelakunya tak lain adalah Selir Ming.

"Cepat minta maaf!" Tuntut Selir Ming seraya melipat tangannya didepan dada. Berdiri pongah.
Mata Aya berpendar bahaya, ia melangkah penuh perhitungan. Pandangan matanya siap mencabik. nampaknya sisa kesabaran Aya sudah habis.

Selir Ming melihat tingkah Aya yang terlihat menakutkan, mundur perlahan. Ia meneguk ludah gugup, "Ke-kenapa kau menatapku seperti itu? Kau pikir, kau berhadapan dengan siapa?" Selir Ming memaksakan suaranya tinggi-tinggi. Menandakan ia tidak ketakutan dengan Aya. Walau hatinya berteriak sebaliknya.

"Aku sudah berniat sabar untuk tidak merusak hari pertama ku disini namun kau memaksaku untuk bertindak kasar." Aya membalas dengan mendorong bahu Selir Ming kencang. Wanita itu terjerambab ke tanah tanpa sempat dicegah oleh para dayang.

"Jika kau masih mencari gara-gara denganku..." Suara Aya terdengar rendah, matanya menyipit bahaya, "... kupastikan hari-harimu akan seperti di neraka." Ia pun pergi diiringi teriakan Selir Ming.

"Lihat saja, akan ku adukan hal ini pada Ibu Suri dan Yang Mulia. Kau akan mendapatkan hukuman!"

Aya mengangkat tangan kanannya, mengacungkan jari tengah ke arah Selir Ming dengan senyuman mengejek. Selir Ming yang merasa direndahkan semakin memaki Aya keras-keras.

✍✍✍


Aya menghentikan langkah, ia memandang hamparan rumput luas yang terbentang di hadapannya. Terlihat kawanan kuda sedang makan.

"Nona, sebaiknya kita tidak disini. Ini hanya kandang kuda istana. Hamba akan menunjukkan tempat lain yang biasa Nona singgahi." Ujar Dayang Yang di belakangnya.

"Tidak perlu. Aku suka disini." Aya menatap antusias pada kuda-kuda yang berlari riang diantara padang rumput. Sudah lama ia menginginkan memiliki satu kuda. Namun, dirinya hanya orang tidak mampu. Jangankan kuda, memelihara kucing saja ia sudah kesulitan untuk mencarikan makan buat Si Kucing.

"Tapi, biasanya Nona tidak suka kuda."

"Anggap saja, sekarang aku suka kuda." Setelah mengatakan itu, Aya melangkah cepat mendekati satu kuda yang berada di dekatnya. Ia mengambil sejumput rumput lalu menyodorkannya pada kuda itu. Kuda hitam dengan surai panjang itu terlihat ragu-ragu mengambilnya. Tapi melihat pancaran mata persahabatan itu, Kuda itu mendekati Aya. Mengambil rumput dengan mulutnya. Aya terlihat senang dan dengan perlahan tangannya mengelus kepala kuda itu. Tangannya bergerak merambati surai panjang yang halus.

"Nona harus menjauh. Kuda itu bisa saja menendang nona. Ayo, nona kita pergi. Disini terlalu bahaya."

"Mereka tidak bahaya Dayang Yang. Satu-satunya yang bahaya disini adalah ketamakan manusia yang haus akan kekuasaan."

"Maksud Nona?"

Aya tersenyum, tidak menjawab.

"Dayang Yang, tahukah kau, aku sudah lama memimpikan ini. Dan aku akan mewujudkan mimpiku itu sekarang." Aya berucap optimis. Tanpa disangka oleh Dayang Yang, Aya menaiki punggung kuda. Ia terlihat tersenyum puas. Menatap ke bawah dimana Dayang Yang menutup mulut, menahan suara terkejutnya.

"Nona, anda harus turun. Ini bahaya." Dayang Yang panik. Ia memanggil penjaga kandang kuda.

"Tenanglah Dayang Yang. Kau tak perlu cemas. Aku bisa mengendalikan ini."

"Tapi Nona tidak bisa menunggangi kuda."

"Aku bisa," Aya berkata meyakinkan, lalu menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum, "karena aku bukan sosok yang dulu."

Aya menyentak tali kekang kuda. Kuda berderap melangkah seiring sentakan yang diberikan Aya. Ia tak pernah memimpikan ini namun ia bersyukur salah satu mimpinya terwujud. Rambutnya yang terurai panjang sepinggang nampak melambai-lambai bersama hembusan angin. Gaunnya berkibar anggun. Kecantikan dan ketangguhan pesonanya memancar dengan sempurna. Beberapa pelayan dan prajurit yang berdiri siaga terlihat tercengang tak mampu berkedip.

Dibelakang derapan kuda, Dayang Yang mengejar dengan nafas memburuh. Ia takut Nonanya terjatuh atau mengalami luka. Aya memejamkan mata, menikmati terpaan udara yang terasa membuatnya bebas. Tiba-tiba kuda berhenti, Aya membuka mata. Dilihatnya, didepan berdiri Kaisar Zhang Wei dengan pakaian kebesarannya menatap dengan pandangan tak terbaca. Sementara disampingnya ada seorang nenek tua dengan pakaian tradisional china memandangnya penuh kebencian. Dan jangan lupakan, Selir Ming yang menyorot marah. Barisan Dayang dan perdana menteri terdiam bungkam melihat dirinya.

"Kau tau Kaisar, dalam peraturan istana seorang perempuan dilarang berkuda." Suara nenek tua itu memecah sunyi, dagunya terangkat tinggi. Menatap Aya tidak suka.

"Benar itu Ibu Suri, dia juga sudah berlaku kasar padaku!" Selir Ming menambahkan. Lebih tepatnya mengompori. Ia memandang sinis.

Sedangkan Aya terlihat tenang ditempatnya. Tanpa menundukan kepala, ia memandang semua pasang mata dengan tatapan tajamnya.

Mari kita lihat, drama apa lagi yang akan terjadi...

✍✍✍

14 November 2018

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang