Part XIII

50.6K 4.9K 255
                                    

Kaisar Zhang memandang ke arah jendela yang terbuka. Burung gereja terlihat bertengger disana, membersihkan sayapnya dengan paruhnya. Ia meletakkan kuasnya. Mendengar suara yang ditimbulkan kuas kayu itu, burung gereja itu pun mengepakkan sayapnya. Terbang di langit biru di luar sana. Kaisar Zhang melihat kepergian burung itu hingga hilang di pelupuk matanya. Matahari telah naik di atas kepala.

Ia terlihat merenung sambil bertopang dagu. Kemudian memanggil, "Kasim Han."

Kasim Han yang berdiri selalu di belakangnya, mendekat dengan kepala tertunduk.

"Hamba Yang Mulia."

"Apakah waktu pelajaran Selir Mei masih berlangsung?"

"Ya, Yang Mulia." Kasim Han mengangguk.

"Kalau begitu, aku akan kesana untuk melihatnya."

Kasim Han nampak terkejut. Tidak biasanya, pikirnya. Namun ia cepat-cepat menjawab, "Baik Yang Mulia."

Kaisar Zhang berdiri. Hanfu mewah bertahtakan batu mulia di pinggiran sutranya berkilat kala sinar matahari menerpa. Dua orang Dayang datang menghampiri, membawa jubah besar dan berat bersulam naga dan bebungaan disegala sisinya. Mereka memakaikan jubah kebesaran itu pada Kaisar Zhang. Raut gugup dan takut membayangi wajah kedua dayang tersebut. Walau sudah biasa namun berdekatan dengan Kaisar Zhang selalu menjadi hal menakutkan. Salah sedikit atau Kaisar dalam keadaan perasaan yang tidak baik, mereka bisa mendapat hal buruk. Hukuman paling ringan adalah di cambuk dan hukuman paling berat adalah dipotong setiap sisi badanmu dalam keadaan hidup. Membayangkannya saja sudah bergidik ngeri.

Kaisar Zhang melangkah dengan punggung tegak, dada membusung, dan tatapan membunuh kala daun pintu terbuka. Ia berjalan pelan penuh kehormatan. Kasim Han mengikuti di belakangnya begitupun barisan dayang. Di setiap jalan yang mereka lalui setiap kepala tertunduk hormat. Tak ada yang berani mengintip. Memang begitulah hukumnya. Jalan setapak menuju Istana Lily di penuhi taman bunga daisy di halamannya. Kelopak kuning itu terlihat berguguran di alas tanah. Menyisahkan mahkota yang hanya tinggal beberapa helai. Kaisar Zhang menaiki tangga. Melihat ke beranda dimana ada satu meja dengan buku yang terbuka. Sepi. Tidak ada sosok yang dicarinya. Seolah ruangan itu tak berpenghuni.

Ia mengedarkan pandangan, ada ruangan kecil disana. Tertutup pintu. Berpikir Selir Mei dan Dayang Choi belajar di ruangan itu. Ia melangkahkan kaki ke arah sana. Kasim Han bergerak cepat. Berdiri di samping pintu. Meneriakan kedatangan Kaisar Zhang.

"Yang Mulia Kaisar Zhang memasuki ruangan."

Kreit...

Pintu terbuka. Nampaklah Dayang Choi yang terbaring telungkup dengan tangan dan kaki terikat tali di atas alas duduk. Hanya memakai dalaman pakaian putih. Mulut tersumpal kain. Dayang Choi melihat kedatangan Kaisar Zhang terdiam. Dirinya yang sebelum tadi berteriak-teriak tak jelas. Bungkam. Menyadari pandangan tajam Kaisar Zhang.

Kasim Han dan Dayang-dayang yang menyaksikan itu terkejut. Mulut ternganga tak percaya. Sementara pikiran mereka penuh tanda tanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ada orang jahat yang datang kemari? Atau ada yang merampot? Dan dimana Selir Mei? Apakah...diculik? Dan banyak pertanyaan lainnya yang tidak mungkin mereka ungkapkan sebab ada Kaisar Zhang.

Sedangkan Kaisar Zhang terdiam tanpa ekspresi.

"Lepaskan ikatannya." Titahnya. Dan segera beberapa Dayang membantu melepas ikatan pada Dayang Choi yang terlihat lega. Setelah semua ikatan terlepas ia bersimpuh. Menunggu perintah Kaisar Zhang.

"Apa yang terjadi?" Tanya Kaisar Zhang, alisnya terlihat berkedut.

Dayang Choi menunduk dalam-dalam, "Maaf kan hamba Yang Mulia. Hamba pantas mati."

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang