Part XXX

44.8K 4.1K 186
                                    

Aya menemukan sebuah pagoda yang terletak jauh, tersembunyi diantara rimbunnya pepohonan dan terasing. Daun-daun kering dan debu menutupi lantai beranda pagoda. Sangat tidak terawat dan berantakan. Namun, ia penasaran. Tangannya mendorong pintu menimbulkan decitan panjang. Ruang di dalam pagoda itu kecil. Berukuran sepetak kubus. Tidak ada benda apapun disana. Kosong dan tak berisi. Ia berbalik untuk pergi tapi suara benda jatuh membuatnya terperanjat kaget. Aya menoleh dan menemukan lukisan tergeletak di lantai. Ia mengambilnya dan meletakkannya di dinding.

Saat melirik ke samping dibalik lemari ia menemukan sebuah pintu ditutupi lemari. Digesernya lemari itu dan membuka pintu itu perlahan. Namun yang didapatkannya hanyalah tangga yang menjorok ke bawah. Dia tidak bisa melihat ke bawah karena terlalu gelap. Diambilnya sebuah lilin yang terpasang di setiap sudut ruangan. Lalu dinyalakannya. Ia mulai menuruni tangga. Sangat gelap, pengap dan berbau amis.

Ia menemukan rantai besi yang menancap pada dinding. Lalu cambuk yang tergeletak sembarangan di lantai. Talinya tidak lagi berwarna putih melainkan hitam tapi bukan karena debu yang menutupi malainkan darah yang sudah kering dan dibiarkan begitu begitu lama di alam terbuka sehingga berwarna pekat dan berbau apak. Pedang yang dilumuri darah kering. Beberapa balok kayu patah. Dan terakhir lantai yang dipenuhi bercak darah kehitaman.

Tempat ini mirip ruang penyiksaan.

"Sedang apa kau disini?"

Tubuh Aya berjengit mundur. Ia memegang dadanya yang berdetak liar lalu melirik Kaisar Zhang yang berdiri di tangga terakhir.

"Aku tidak sengaja kemari dan menemukan tempat ini." Jawabnya sambil mengedarkan pandangan. Kemudian melirik Kaisar Zhang berharap mendapat penjelasan.

"Keluar." Titah Kaisar Zhang.

Wajah Aya memberengut namun memilih mengikuti. Ia melalui tubuh Kaisar Zhang yang menunggunya di tangga. Lalu terdengar suara langkah kaki yang mengikutinya. Sampai di luar pagoda, ia berbalik dan melihat Kaisar Zhang yang menutup pintu itu.

"Kuncinya sudah berkarat dan rusak. Aku akan memanggil beberapa pengawal untuk memperbaikinya." Kaisar Zhang menatap besi berkarat yang telah putus karena usia, tergeletak didasar lantai.

"Sebenarnya, tempat apa itu?" Tanya Aya penasaran.

"Mendengar ucapanmu tempo hari, bukankah kau sudah menduga tempat itu." Kaisar Zhang menoleh dan mendekati tempat Aya berdiri.

Aya merenung berpikir. Mengingat pertengkaran hebat mereka di belakang istana. Tidak salah lagi, tempat barusan adalah ruang bawah tanah. Tempat latihan Kaisar Zhang semasa kecil bersama ayahnya. Yang tertulis dalam sejarah dan yang terlihat oleh mata kepalanya sendiri, sangat berbeda jauh. Lebih mengerikan. Latihan semacam apa yang dilakukan dibawah sana?

"Tempat itu ..., tempat latihanmu?" Aya menyusul langkah kaki Kaisar Zhang yang sudah berjalan melewatinya.

"Hm."

Aya menatap punggung Kaisar Zhang yang berjalan di depannya. Ia mengingat malam waktu itu puluhan bekas luka memenuhi lengan pria itu. Lalu bagaimana dengan sekujur tubuhnya? Apakah bernasib sama? Aya bergidik ngeri, tak bisa dijangkau nalarnya. Ayah seperti apa yang menyiksa anaknya seperti itu. Dan bagaimana masa lalu yang dihadapi Kaisar Zhang? Apakah karena hal itu peringainya jadi seperti ini? Ada sekelumit rasa kasihan dan rasa bersalah. Aya menunduk lalu bergumam.

"Maaf, atas ucapanku waktu itu. Aku ..."

Kaisar Zhang menghentikan langkahnya. Menunggu kalimat Aya tanpa berbalik.

"Aku ...," Aya menarik napas panjang. Matanya mulai tergenang air mata.

"Aku tidak bisa menangis." Putus Aya karena air matanya tidak menetes terus. Padahal ia sudah menjelitkan matanya agar perih.

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang