Part XXV

43.9K 3.9K 254
                                    

Aya menatap bosan, pandangannya lurus menusuk ke arah Wang yang berdiri dihadapannya. Tersenyum lebar layaknya menyimpan seribu ide busuk di kepalanya.

"Sebutkan apa permintaanmu?" Kata Aya cepat. Ia mengedarkan pandangannya ke pematang sawah. Sudah sehari penuh ia tinggal disini. Dan matahari sudah akan tergelincir ke barat. Menandakan waktu begitu cepat berlalunya. Tak terasa sama sekali, tau-tau hari akan malam.

"Temani aku ke pasar malam." Wang kian menarik sudut bibirnya lebar-lebar. Hingga matanya menyipit.

Aya menoleh kembali, memandang Wang sebal, "Tidak ada permintaan lain?"

"Aku hanya ingin itu."

"Kua kehabisan stok wanita hingga meminta preman pasar menemanimu?" Sindir Aya pedas.

"Hahaha ... kau menyebut dirimu demikian?" Wang memegang perutnya, tawanya terdengar menjengkelkan di telinga Aya. Tawanya berhenti melihat raut masam Aya. Matanya mengamati wanita didepannya dari atas ke bawah, "Tapi, cocok." Lanjutnya dengan tingkat menyebalkan yang sama. Ia tertawa lagi lebih keras.

Kesal, Aya menendang kaki Wang dengan keras. Pria itu sontak berjengit dan mengelus-elus tulang keringnya yang dihantam Aya sekuat tenaga. Karena tidak mau mendapat tendangan maut lagi, Wang kini serius.

"Ayolah, ini akan seru. Apa sulitnya menemaniku pergi ke sana? Inilah adalah permintaan paling mudah yang diminta laki-laki pada perempuan. Daripada aku meminta yang lain. Misalnya minta ci--"

"Baiklah, satu jam." Potong Aya memutuskan perkataan Wang. Ia bisa menerka kelanjutan omongan pria mesum di depannya ini. Pikirannya sangat mudah sekali di baca.

"Tiga jam." Sanggah Wang.

"Satu jam!" Aya mendelik tajam.

"Dua jam, masa pengorbananku dihargai cuma segitu." Sahut Wang tak terima.

"Oke, dua jam." Putus Aya. Dan Wang tersenyum sumringah.

"Awas saja kau merencanakan sesuatu." Ancam Aya.

"Tenang saja, aku masih sayang nyawa."

✍✍✍

Di perjalanan menuju pasar, mereka dihadang seekor ular kobra yang tengah melintasi jalan. Ular itu menaikkan kepala membentuk sendok. Dengan lidah berbisa terjulur keluar.

"Aku akan mencari ranting kayu." Wang berlari panik.

"Tidak perlu, aku tau caranya." Jawab Aya. Wang lantas menoleh dengan mimik wajah tak percaya.

"Benarkah? Kenapa aku tak yakin? Kau tidak akan membuka pakaianmu untuk mengusir ular itu kan?"

"Sekali lagi kau berbicara, aku lilitkan ular itu ke lehermu agar dia menggigitmu dan racunnya menghapus pikiran mesummu."

Aya merentangkan kedua tangan, kaki diangkat satu lalu tangannya sebelah kiri diarahkan ke ular menbentuk sudut empat puluh lima derajat. Matanya menjelit menatap mata ular itu. Lalu bibirnya bergumam keras.

"Pergi..., pergi ..., pergi ..."

Ajaibnya ular itu menjauh pergi. Wang terperangah. Ia menatap Aya dan si ular bergantian.

Sempat heran dan menahan tawa, ia bertanya, "Apa nama jurusnya?" Bibir Wang berkedut geli.

"Haya! Si otong beli oncom di Hongkong!" Aya menjawab asal-asalan.

"Mei, masih sehat?"

"Haya! Xie xie." Aya mengatupkan kedua tangannya didada seraya membungkuk.

"Kurasa ada yang salah dengan wanita ini?" Duga Wang mengelus dagunya.

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang