Aya menguap. Mulutnya membuka lebar. Dayang Yang menegurnya untuk menutup mulutnya dengan tangan, Aya mengiyakan saja tanpa melakukannya. Toh sudah selesai. Matanya masih setengah mengantuk. Pagi-pagi ia dibangunkan oleh Dayang Yang untuk menghantar kepergian Kaisar Qing dan Pemaisuri Jiao dan mengahadiri pelajaran Tata Krama di Istana Lily setelahnya.
Akhirnya mereka sampai di gerbang utama. Disana deretan pengawal dan dayang serta petinggi kerajaan sudah berbaris rapi mengelilingi kepulangan orang tuanya ke Kerajaan Suzu. Empat kuda hitam nan kuat membawa sebuah kereta besar dimana seorang kusir duduk diatasnya mengendalikan laju kuda. Aya mengambil barisan paling ujung, karena memang tempat itu yang tersisa. Ia memperhatikan sekitarnya yang terlihat sibuk. Lalu datang rombongan Kaisar Qing dan Pemaisuri Jiao dari halaman depan istana. Memasuki tempat mereka dan para prajurit langsung bergerak siaga.
Kaisar Qing dan Pemaisuri Jiao memberikan salam perpisahan pada para petinggi kerajaan, lalu mata Pemaisuri Jiao terhenti pada sosok Selir Mei yang mengamati sekelilingnya. Ia menarik hanfu suaminya dengan pelan. Kaisar Qing memandangannya penuh tanya.
"Tidakkah kita harus berpamitan dengan Mei juga, suamiku?" Tanya Pemaisuri Jiao menoleh ke arah Kaisar Qing.
"Oh, iya. Benar. Dimana anak kesayanganku itu?" Mata Kaisar Qing mencari keberadaan Selir Mei.
"Dia berdiri disana." Pandangan mata Pemaisuri Jiao menunjukkan letak Selir Mei. Kaisar Qing mengikutinya dan terlihatlah anaknya yang sedang menatap bosan pemandangan disekitarnya.
Kaisar Qing dan Pemaisuri Jiao berjalan menuju Selir Mei. Hanfu mereka bergerak melambai bagai menari bersama angin yang menderu. Daun-daun nampak berguguran dari dahannya. Pohon menguning. Menandakan musim gugur sebentar lagi akan tiba.
"Mei." Panggil Kaisar Qing setelah sampai dihadapan Selir Mei.
Aya menguap untuk kedua kalinya. Rasa bosan dan kantuk yang berpadu seakan mendukung dirinya untuk memejamkan mata barang sebentar. Ia menoleh kala seseorang memanggilnya. Terkejut. Sontak Aya mengatupkan mulutnya dengan gerakan cepat. Sementara Pemaisuri Jiao sudah mendelik disebelah Kaisar Qing. Aya menyengir. Kaisar Qing terkekeh kecil karena tingkahnya.
"Hai, Kaisar Qing." Aya menyapa Kaisar Qing.
"Mei." Tegur Pemaisuri Jiao. Sementara Aya menatapnya tak mengerti. Adakah yang salah?
"Lain kali, jika bertemu dengan seorang yang lebih tua atau berkedudukan lebih tinggi darimu. Gunakan salam hormat. Mengerti?"
"Mengerti, Yang Mulia Pemaisuri." Aya mengangguk, menundukkan kepala. Memilih tak memperpanjang masalah. Karena ia yakin, Pemaisuri Jiao akan menceramahinya jika ia berbuat aneh-aneh.
Kaisar Qing berujar lembut, "Jangan memanggilku seperti itu, Nak. Kau seperti memanggil orang baru. Aku ini Ayahmu. Biasanya kau memanggilku dengan sebutan Ayahanda."
"Ayah...handa?" Aya membeo.
Kaisar Qing menangguk, "kata ibumu kau kehilangan ingatan. Tidak apa, dengan berjalannya waktu kau akan ingat sendiri. Ayah akan selalu sayang padamu. Apapun keadaanmu." Ia menepuk bahu Aya seraya menampilkan senyum kebapakannya.
Aya terdiam. Ia memandang tepukan lembut dibahunya dan sorot Kaisar Qing yang hangat. Hatinya dirambati sesuatu yang asing. Rasa sesak yang membuatnya senang. Ayah? Seorang Ayah? Seumur hidup ia tidak merasakan kasih sayang seorang ayah itu seperti apa. Dilindungi dan dijaga layaknya anak kecil yang sejatihnya rapuh. Namun kehidupan kecilnya jauh dari itu, sejak kecil ia sudah mencicipi pahitnya hidup. Harus berdiri dengan kaki sendiri. Mencari nafkah dan berkelahi dalam tubuhnya yang ringkih. Sejak dulu, tubuhnya sudah penuh dengan lebam dan luka. Menghadapi ganasnya jalanan dan garis kehidupan. Menjadikan dirinya sebagai pribadi yang keras dan tak tersentuh oleh lembutnya kasih sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Coldest King [END]
FantasyUpdate setiap jum'at Aya seorang gadis tomboy, bertingkah kasar dan berwatak keras. Mengalami kecelakaan dan terbangun dalam sosok yang baru. Selir Mei Li. begitulah mereka menyebutnya. Mei Li, seorang gadis lemah, ramah dan juga baik. Berparas cant...