Aya melirik ke belakang melalui ujung matanya, mengumpat pelan melihat dua pria yang telah berlari menyusulnya. Mana besar pula badannya. Habis dirinya. Ia menambah laju larinya. Diangkatnya rok tinggi-tinggi. Untunglah panas matahari di musim gugur ini tidaklah terik. Jadi tidak membakar dirinya yang berlari ditengah siang bolong ini. Terlihat orang-orang memandang dirinya penasaran. Bodoh ah!
Deruh napas Aya berkejaran seiring larinya yang kian cepat. Ia melihat sebuah tikungan. Mengambil inisiatif berbelok kesana. Dan bersembunyi dibalik gentong besar tempat penjualan pengrajin kendi. Ia mengintip melihat dua pria itu yang terlihat kebingungan akan jejaknya yang hilang. Ketika dua pria itu meneruskan langkahnya ke arah sana. Aya menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Degub jantungnya masih berdetak kencang. Takut dua pria besar itu kembali kesini, Aya berdiri dari tempat persembunyiannya dan melankah keluar seraya mengamati ke sekitar. Setelah aman, ia berbalik dan berlari lagi. Namun terhenti saat wajahnya menabrak dada seseorang.
"Aw..." ringis Aya sambil mengusap keningnya. Ia menatap kesal orang yang menghalanginya dan bertambah berang mengetahui bahwa orang itu adalah Wang.
Wang mencekal pergelangan tangan Aya ketika Aya akan berlari melewati tubuhnya, "Kenapa kau bersembunyi?"
"Mereka mengejarku bodoh! Lepaskan tanganmu!"
Wang memandang ke belakang tubuh Aya, dan benar ada dua pria berbadan besar berlari menuju ke arah sini. Tersadar melihat Aya meronta panik dengan sesekali menengokkan kepala kebelakang. Tanpa melepaskan cekalannya, Wang menarik Aya berlari bersamanya.
Terkejut. Tak bisa berkata apa-apa. Aya mengikuti saja, membiarkan tangannya yang tergenggam oleh tangan besar Wang. Terasa asing dan aneh. Mereka telah sepenuhnya keluar pasar. Memasuki perumahan yang berpagar. Berlari menembus tikungan jalan. Disana sepi. Tidak ada manusia yang lewat satupun. Dan terdesak kalah tau jalan yang mereka lalui adalah jalan buntu. Didepan mereka hanya ada tembok. Kanan-kiri adalah pagar rumah orang.
Aya berdecak disela tarikan nafasnya yang terengah, "Bodoh! Kenapa memilih jalan ini?!"
Wang menoleh, dadanya naik turun meraup udara, "Aku juga tidak tau, kalau ini jalan buntu!"
Aya menarik tangannya hingga lepas. Ia berbalik hendak berlari ke arah semula namun terhenyak melihat kedua pria itu sudah tiga meter didepan mereka. Di sebelahnya, Wang nampak kaget juga. Apalagi ketika salah satu pria itu mengeluarkan pisau. Berkilat dan mengerikan. Aya meneguk ludah.
Wang melirik Aya, "Sekarang, apa rencananya?"
Berpikir, berpikir, berpikir, ayo Aya berpikir! Keluarkan ide jeniusmu!
Aya memandang Wang, lalu menatap ke atas dan kembali ke mata Wang lagi. Ia mengerjabkan mata, pertanda idenya ini mungkin agak gila dan mengundang orang untuk mencingcangnya. Tapi ia tidak memiliki pilihan lain. Dengan tatapan mantap. Ia berujar.
"Ketika aku menyebut angka tiga, lompat ke dinding."
"Memangnya kau bisa?" Tanya Wang penuh keraguan.
Aya menipiskan bibirnya, "Lihat saja, aku bahkan bisa lincah daripada tupai!"
"Wow." Wang hendak tertawa. Namun segera mendapat pelototan tajam.
"Satu..." langkah Aya mundur perlahan. Tanggannya meraba tembok dibelakangnya. Kedua pria besar itu semakin dekat.
"Tiga!" Dalam sekali pijakan, ia menarik tubuhnya ke atas yang berpangku pada tangan kanan pada lubang diantara batu bata. Menjangkau tepian atas dengan kakinya. Lalu melompat turun ke bawah. Meninggalkan Wang yang melongo menatap aksinya bersama kedua pria besar yang kaget di balik tembok sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Coldest King [END]
FantasyUpdate setiap jum'at Aya seorang gadis tomboy, bertingkah kasar dan berwatak keras. Mengalami kecelakaan dan terbangun dalam sosok yang baru. Selir Mei Li. begitulah mereka menyebutnya. Mei Li, seorang gadis lemah, ramah dan juga baik. Berparas cant...