Part XV

53K 4.7K 138
                                    

"Aku datang untuk menagih hasil kemenanganku." Kata Aya lancar seperti tak berpengaruh dengan tatapan Kaisar Zhang yang menatapnya lekat. Dengan wajah sedatar tembok. Ia membalas balik pandangan itu, dengan keangkuhan dan acuh.

Kedua lengan Kaisar Zhang bertumpu pada meja didepannya. Menautkan jemari lalu memangku dagunya disana. Tatapannya tajam sekaligus menghujam. Memandang lekat sosok dihadapannya. Satu alisnya naik, bibirnya tertarik tipis.

"Hukumannya sudah aku cabut. Lantas, apa yang membuatmu datang kemari, Mei?"

"Memang, tapi kau tidak memerintahkan prajurit gerbang istana untuk membebaskanku keluar masuk istana tanpa harus izin terlebih dahulu."

Kaisar Zhang memiringkan sedikit kepalanya, seraya matanya tak lepas memaku pandangan Aya, "Kapan aku mengatakan kau boleh bebas keluar istana?"

"Perjanjian itu."

"Dalam perjanjian kemarin lusa, jika kau menang maka aku akan menghapuskan seluruh hukuman dan membebaskan kau pada kesalahan yang kau perbuat. Apakah ada yang aku lupakan?"

"Kesalahan disana termasuk, membebaskanku dalam keluar-masuk istana."

"Bukankah kemarin lusa, aku sudah membebaskan kesalahan itu."

"Ya, maksudku diperpanjang. Bukan hanya kemarin lusa tapi setelahnya. Aku bebas keluar istana sebebas yang kuinginkan." Aya berusaha memperjelas kata-katanya. Ekspresi wajahnya tergambar meyakinkan.

Hening. Kaisar Zhang melepas tautan jemarinya. Menatap perkamen-perkamen yang menumpuk di pinggiran mejanya. Ia menatap Aya kembali dengan raut tanpa emosi.

"Tidak, aku tidak akan mengijinkannya."

Bibir Aya terkatup rapat. Matanya menyorot tidak suka. Tidak ingin kalah untuk kesekian kalinya, Aya berucap cepat. Memberi alasan, "Tapi kau mengijinkan Selir Ming keluar istana sesuka dia. Kenapa aku tidak?"

"Aku mengijinkannya karena dia memiliki urusan yang jelas dan aku mengetahui urusannya. Kurasa tidak ada hal yang menarik diluar sana, Mei. Lagipula, kenapa kau sangat tertarik untuk keluar sana dibanding di istana ini dalam pengawasan ku?"

"Ya, karena disana lebih menarik." Sanggah Aya tidak senang.

"Benarkah?" Kaisar Zhang bangkit berdiri, keluar dari kursi kebesarannya. Mendatangi Aya yang terkejut bercampur bingung melihat tingkahnya, "bukan karena pria goryeo itu kan?"

Mata Aya membesar, darimana...

"Aku tau?" Ucap Kaisar Zhang seolah bisa membaca isi pikirannya. Ia mengikis jarak. Semakin dekat. Hingga wajah Aya dan Kaisar Zhang hanya terpaut sejengkal. Ia mengirimkan tatapan intimidasinya. Namun Aya bergeming tetap menatap mata kelam itu dengan sisa keberaniannya.

"Aku tau apapun yang terjadi di seluruh kerajaanku. Apalagi menyangkut Selirku. Wanitaku. Namun satu yang membuatku bingung, aku tidak mengerti jalan pikiranmu. Ku pikir kau akan takut untuk menjejakkan kaki di luar sana setelah kejadian itu. Tapi ternyata tidak, sangat berbeda sekali dengan dirimu yang dulu. Putus asa, lemah, dan ketergantungan." Suara Kaisar Zhang terdengar rendah, belum lagi matanya yang tajam bagai membius pikirannya. Meracuninya agar tak berkutik.

"Tetapi sekarang, siapa yang bisa menebak kau akan berubah seratus delapan puluh derajat menjadi sosok yang sangat berbeda. Keras kepala, ceroboh dan cerdik. Aku benar bukan?" Lanjutnya dengan alis kanannya yang menukik naik. Seolah kata-katanya adalah sebuah kebenaran yang tak terbantahkan.

Aya berusaha menelan salivanya. Kepalanya terlihat mundur dikarenakan wajah Kaisar Zhang begitu dekat dengan dirinya. Hidung mereka nyaris bersentuhan. Ditambah lagi hanya mereka berdua yang ada di ruangan ini. Membuat kegugupan Aya bertambah.

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang