Part XVIII

50.7K 4.8K 196
                                    

Aya membuka sedikit matanya. Dan melihat wajah Kaisar Zhang sangat dekat dengan dirinya. Matanya membelalak lebar. Kedua tangan Kaisar Zhang menyentuh sisi wajah Aya. Mengarahkannya ke matanya. Di amatinya mata Aya yang melotot menatapnya.

"K---kau mau apa?"

"Tentu saja, mengobatimu, Mei." Kaisar Zhang menarik sudut bibirnya membentuk senyum simpul yang tipis.

Wajahnya semakin mendekat. Matanya terarah pada bibir Aya. Aya lantas menampik kedua tangan Kaisar Zhang. Mengambil jarak sejauh mungkin. Dan duduk tegak.

"Aku sudah sembuh!"

"Yakin? Tidak mau menerima obatku?" Kaisar Zhang menyeringai, sudut matanya berkedut geli.

Aya mendelik, "Tidak! Aku sudah seratus persen sembuh."

Kaisar Zhang memasang senyum miring. Ia berdiri dan duduk kembali ke singgasanannya. Mengangkat cawan yang berisi arak, meneguknya hingga tandas. Sementara senyum miringnya masih setia terpasang dibibirnya. Sudut matanya melirik Aya yang bermuka masam.

Kasim Han hanya tersenyum melihat kesenangan terpancar di wajah Kaisar Zhang. Berbanding terbalik dengan Selir Ming rasakan. Amarahnya membeludak. Rencananya melihat Mei dihukum, gagal. Belum lagi kedekatan antara Kaisar Zhang dan Mei yang membuatnya iri. Kaisar nampak senang sementara ia meradang.

Ibu Suri mengernyitkan dahinya, wajahnya tergambar ketidaksukaan atas kedekatan Kaisar Zhang dan Mei yang terasa semakin erat. Tapi, ia mencoba tidak peduli. Bukankah waktu lalu, ia sempat mendapat peringatan tidak boleh mencampuri urusan pribadi Kaisar Zhang? Lagi pula, paling ketika Kaisar Zhang mulai bosan, Mei akan ditinggal.

"Panggilkan peramal itu kehadapan Yang Mulia Kaisar Zhang, sekarang!" Perintah Ibu Suri pada seorang Dayang.

"Baik, Yang Mulia Ibu Suri." Dayang itu membungkuk hormat dan lekas pergi.

Beberapa saat kemudian, suara pengawal mengumumkan kehadiran seorang yang ditunggu-tunggu.

"Peramal Kuil Tse memasuki ruangan."

Pintu di buka lebar, seorang biksu laki-laki melangkah masuk. Dia adalah peramal yang disebutkan. Ia memberi salam penghormatan pada Kaisar Zhang.

"Salam hormat hamba untuk Yang Mulia Kaisar Zhang Wei. Semoga dewa memberkati Yang Mulia."

"Apakah kau sudah menentukan hari baik itu?" Tanya Ibu Suri langsung.

"Berdasarkan waktu kelahiran Yang Mulia Kaisar, hari itu jatuh pada hari ini. Gerhana bulan akan terjadi malam ini. Ini pertanda bagus sebagai awal kelahiran Sang Penerus mengikuti bulan baru yang akan muncul."

Ibu Suri tersenyum puas. Ia menoleh ke arah Kaisar Zhang, "Yang Mulia kalau boleh hamba tau, siapa Selir yang akan menemani anda malam ini?"

"Aku sudah menetapkan Selir Mei untuk malam pernikahan ini."

Selir Ming hampir tersedak oleh araknya. Ibu Suri menatap tidak percaya. Dan Aya menggelengkan kepalanya tanda menyerah. Ia yakin rencana terakhirnya akan di gagalkan oleh Kaisar gila itu. Pria itu seolah-olah tau apa yang ada dipikirannya.

"Apakah anda sudah memikirkannya matang-matang? Karena ini berkaitan dengan penerus kerajaan ini Yang Mulia." Ujar Ibu Suri dengan mimik wajahnya menahan sabar.

"Aku tau apa yang terbaik untukku dan kerajaanku, Ibu Suri. Pantaskah kau meragukan pilihanku?"

"Mohon maafkan hamba." Ibu Suri memilih tak memperpanjang perdebatan. Saat tatapan tajam itu menghujamnya.

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang