Part XI

53.2K 4.8K 161
                                    

Aya memandang keramaian disekelilingnya. Ternyata mau zaman dulu atau masa kini suasana pasar tetap sama. Berisik. Tudungnya ia kaitkan disekeliling leher, melalui tali kain yang menjuntai keluar dari kerah tudung. Dibuat simpul seperti pita. Entah apa fungsi tudung itu sebenarnya, dalam pikirannya hanya terbayang fungsi jubah. Anggapan orang lain yang memandangnya aneh, itu urusan belakangan. Yang penting sekarang, ia akan melakukan apa yang ingin dilakukannya. Bebas tanpa dikekang oleh aturan. Tiba-tiba rasa itu menelusup, membangkitkan kenangan masa lalunya. Ia merindukan kehidupannya dahulu. Makan sesuka hatinya. Berpakaian senyaman yang ia kenakan. Tanpa tergantung hari, cuaca atau pandangan orang lain. Aya menghela napas. Matanya menatap kosong ke arah langit. Lalu memejamkan mata, terbayang wajah ibu dan adiknya. Rasa haru kian bermunculan. Menghimpit dadanya yang sudah sesak. Terpikir olehnya, Apakah ia akan disini selamanya? Mati dalam raga orang lain tanpa siapapun tau sosoknya?

Betapa mirisnya, bathin Aya menggumam. Disertai senyum pahit.

Tunggu! Kenapa ia melantur terlalu jauh? Ah, pikiran ini.

Aya menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian membuka mata, terpancar sorot optimis dalam iris matanya. Ia tidak boleh memikirkan hal yang tidak perlu. Takdir sudah ada yang mengaturnya. Begitupun dia yang terdampar di tempat ini, ia akan pulang ke tempat asalnya. Entah dengan cara apa dan kapan waktunya. Hanya Tuhan yang tahu. Yang akan ia lakukan adalah menata hidupnya disini. Mungkin ini adalah bonus yang Tuhan siapkan untuknya atau justru malapetaka. Ketika teringat senyum Kaisar Zhang pagi itu.

Aya melangkah pelan memasuki pasar. Sementara matanya memandangi kedai di kiri-kanan jalan. Membaui aroma masakan yang terbawa udara, harum dan lezat. Perutnya langsung bergemuruh lapar. Akhirnya ia memutuskan memasuki sebuah kedai. Disana ada aneka kue kering dan masakan khas tradisional cina. Aya memesan dua potong Dimsum dan semangkuk Mapo Doufu. Masakan yang  terdiri dari tahu yang di potong dadu lalu di masak dengan campuran daging giling, bubuk cabai, daun bawang, pasta kacang, dan bumbu lainnya. Ketika Aya mencicipinya, lidahnya langsung terjamah oleh rasa yang lembut, gurih, pedas, manis, dan pastinya membuat ia menetapkan makanan ini sebagai makanan favoritnya.

Ia terlebih dahulu memilih Dimsum sebagai hidangan pembuka. Setelah menghabiskan Dimsum pertama, ia mengambil Dimsum kedua. Membuka mulut dan mengunyahnya. Kunyahan yang semula cepat menjadi lambat-lambat. Ada suatu perasaan asing menyelusup. Memberi pertanda. Kening Aya berkerut. Berpikir. Tengkuknya seakan dijalari panas sinar matahari. Ia menoleh ke sekitar dan matanya berhenti pada seorang pria yang duduk diseberangnya, jaraknya hanya kelang dua meja dari tempatnya. Memakai hanbok biru dengan topi hitam bundar di atas kepalanya. Tampak mencolok diantara yang lain. Melihat dari pakaiannya saja, Aya tau pria itu berasal dari Goryeo atau korea. Kaum pendatang, pikir Aya. Tapi yang membuatnya risih, pria itu menatapnya sedari tadi walau sudah di pergoki olehnya. Setelah agak lama berpandangan dengan tanda tanya dikepala Aya, pria itu tiba-tiba tersenyum.

Aya lantas menoleh ke belakang, jikalau pria itu mensenyumi orang dibelakangnya. Namun ketika matanya menoleh ke belakang tidak ada siapapun yang duduk di meja belakangnya. Saat melirik kembali ke tempat pria itu yang sedang tertawa kecil seraya tangannya menutupi bibir. Bertambah kernyitan didahi Aya.

Ternyata tak cuma Kaisar Zhang yang gila, ada juga kembarannya. Tampan-tampan tapi sinting, pikir Aya.

Tidak memperdulikan reaksi ganjil pria itu, Aya melanjutkan makannya. Mendadak pria itu duduk semeja dengannya, mengambil tempat duduk. Dan tersenyum lagi. Aya mengangkat satu alisnya tinggi-tinggi.

"Mei." Panggil pria itu.

Aya terkejut, "Darimana kau tau namaku?"

Pria itu tertawa dan itu membuat Aya jengkel, "Tentu saja aku tahu. Segala hal yang menyangkut dirimu pun aku tahu. Apakah kau tidak mengenaliku?"

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang