6. Penggemar India No.1

137 12 7
                                    

Eh?

Irena menepuk jidatnya sendiri. Karena rasa lelah habis membantu pak Wawan memeriksa kertas ulangan plus ikut bimbingan olimpiade, Irena jadi lupa jika ia harus menonton film India hasil jarahannya dari Ambar.

Oh, bukan, bukan! Bukan hasil jarahan juga, sih! Ambar memberikannya secara ikhlas, tanpa meminta imbalan apalagi tumbal. Kesannya jadi aneh nanti.

Dengan cepat Irena mengambil laptop- nya, mulai menyalakannya dan sudah bersiap menyaksikan filmnya.

Jari jemari gadis itu sudah bergerak lincah, mencari film yang akan ia tonton.

"Mari kita menonton!", ujar Irena yang kini memusatkan segala perhatiannya ke layar laptop.

Filmnya pun mulai diputar. Seluruh fokus gadis itu akhirnya tertuju pada film yang ia tonton dihadapannya.

***

Rizky berdiri didepan pintu rumah Irena. Sudah beberapa kali cowok itu mengetuk pintu, tapi si pemilik rumah belum juga keluar. Ada apa?

Tangan Rizky merogoh sesuatu dari celananya. Cowok itu sibuk mengetikkan sesuatu dilayar ponselnya.

Untuk beberapa saat cowok itu berusaha sabar, tapi Irena tak kunjung membalas pesannya. Ia jadi keki sendiri. Ia menekan nomor Irena, dan untungnya panggilannya masuk.

"Halo? Apaan?", terdengar suara kesal Irena diseberang sana.

"Gue di depan rumah lo! Cepet bukain pintunya, sebelum gue kehabisan kesabaran dan ngedobrak pintunya!"

"Emang kesabaran ada batasnya, yah? Setau gue kesabaran nggak ada batas...."

"Buka atau gue dobrak pintunya?!"

Kening Rizky berkerut, Irena memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Emosi Rizky makin menjadi.

Rizky mengangkat tangannya, hendak menggedor pintu rumah Irena.

Cklek!

"Aw!"

Pekikan Irena membuat Rizky langsung menjauhkan tangannya. Bukannya mengetuk pintu, tangan Rizky malah mengetuk kening Irena.

Irena mengusap-usap keningnya yang terasa nyeri. "Itu tangan atau batu ulekan sambel, sih? Keras banget! Baru nyadar gue, badan lo doang yang atletis, padahal aslinya mah tulang kebalut kulit semua!"

Cerocosan Irena yang cukup unfaedah, mengakibatkan telinga Rizky serasa memanas. Dengan seenak jidatnya Rizky melangkah masuk kedalam rumah Irena. Padahal Irena belum mengijinkannya masuk.

"Dasar kau durjana.....durjana...durjana....", Irena bersenandung dengan nada yang tak teratur, ingin menyindir.

Irena mengendikkan bahu, biarkanlah Rizky duduk sendirian. Gadis itu sudah melangkah menuju ke kamarnya.

"Mau kemana?", tanya Rizky kemudian, langkah Irena terhenti sejenak. Posisi tubuhnya kembali menghadap Rizky kini.

"Gue? Mau masuk ke hatimu!", gombal Irena, Rizky memasang wajah datar. Irena mendengus, memasang wajah sebal. Melipat kedua tangan ke depan dada. "Kenapa malam ini lo ke rumah gue? Nggak tau apa gue berusaha buat fokus?"

Rizky & IrenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang