Zavier berdecak dengan raut sinis melihat tindakan Putri kepada Jennessa yang ia berhasil diabadikan dalam bentuk video.
"Parah nih cewek!"
Sebuah tepukan mendarat di pundak Zavier, sukses membuat pemuda itu sedikit terkejut. "Lo bikin kaget aja, Ky!"
Senyum tipis Rizky tersungging. "Lo bener, Putri emang parah."
Nampak Zavier menghela napas. "Apa nggak bisa kita minta dia ngaku langsung?"
Rizky menepuk pelan pundak Zavier. "Gue harap lo bisa sabar. Lo tau sendiri Putri punya kelainan jiwa. Dia bisa lebih benar ngelakuin hal gila lebih parah dari ini."
Kepala Zavier mengangguk mengerti. "Lo bener. Buktinya, dia bahkan bisa nangis sekenceng itu pas diamuk sama Jennessa. Padahal di video ini dia ngancem Jennessa. Acting dia nggak diraguin lagi."
Rizky hanya terdiam. Sedikit kasihan terhadap Jennessa yang dihukum karena ulah Putri itu. Rizky sama sekali tak pernah membayangkan, Putri juga salah satu yang menaruh hati padanya. Jika bisa, Rizky tak pernah mau Putri menyukainya. Tapi apa mau dikata, perasaan seseorang tak bisa diatur sesuka hati.
*****
Jennessa belum bisa melepas amarah itu dari dalam dirinya walaupun hukuman itu telah usai ia lewati. Membayangkan sosok Putri saja sudah berhasil membuat menggila, ingin menyakiti gadis itu lebih parah lagi.
"Jen..."
Jennessa menghentikan langkahnya kala Zavier berhasil menghadangnya. Entahlah, matanya langsung berkaca-kaca kala Zavier berdiri tepat di hadapannya.
"Maafin gue." Ucapan itu keluar begitu saja dari mulut Zavier. Jennessa mau tidak mau akhirnya menatap mata pemuda itu dengan raut tak terbaca.
"Gue udah tau semuanya, kok. Lo dijebak sama Putri," tutur Zavier membuat kepala Jennesa tertunduk lesu.
"Maafin gue, Jen."Jennessa mengangguk lemah. Sesak di dadanya tak kunjung mereda. Bayangan sosok ayahnya yang dikabarkan terbaring di rumah sakit menambah deritanya hari ini.
"Gue beneran takut, Zavi. Putri udah berhasil menciptakan kekacauan di hidup gue. Bahkan karena ulahnya papa gue ada di rumah sakit. Dia shock karena perusahaannya diambang kebangkrutan."
Tanpa bisa dicegah, air mata Jennessa mulai bercucuran. "Gue nggak mau papa kenapa-napa...", gumam Jennessa dengan suara tertahan.
Zavier menghela napas. Disaat kesedihan melanda Jennessa ia rasanya jadi ingin ikut menitikkan air mata. Terlepas Jennessa pernah ada di hatinya sebagai wanita yang spesial, kepedulian Zavier terhadap gadis itu tak menghilang. Jennessa tetap ada dihati Zavier sebagai wanita yang ia anggap sahabat yang menemaninya hingga saat ini.
Tangan Zavier terangkat, lalu menepuk-nepuk pelan pundak Jennessa. Berharap dengan tindakan sederhana itu, bisa menyalurkan kekuatan pada Jennessa. Kekuatan tak kasat mata.
"Gue yakin lo bisa lewatin semua ini dengan tegar. Gue pasti selalu ada buat lo. Sahabat emang sudah sepantasnya ngelakuin ini, 'kan?" Zavier berujar dengan senyum tipis.
Jennessa merasa lega saat Zavier masih menyimpan kepedulian padanya. Setelah semuanya yang telah terjadi, rupanya masih ada pintu maaf untuknya.
Ya, masih ada pintu maaf.
*****
Irena langsung duduk di sofa ruang tamu sembari menggerakkan tubuhnya sesekali.
Tadi ia bersama teman-teman yang lain baru saja menjenguk ayah Jennessa yang terbaring lemah di rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rizky & Irena
Teen FictionYang Irena tahu, setiap orang memiliki kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Dan, kesempatan berubah itu tidak hanya berlaku bagi orang-orang tertentu, perubahan bisa terjadi pada semua orang, termasuk sahabat masa kecilnya Rizk...