42. Tak Pernah Terbayang?

89 8 10
                                    

Irena melirik curiga ke arah Jennessa. Dalam rangka apa gadis itu membawanya ke bagian belakang sekolah yang sangat sepi?

"Jenn...," Irena memanggil dengan nada ragu. Matanya makin menajam, tapi tak pelak menyiratkan ketakutan yang amat dalam.

"Gue mohon, Na..." Nampak  Jennessa menyatukan kedua telapak tangannya, meminta kesediaan Irena agar menuruti apa kemauannya.

Irena menelan salivanya susah payah, lalu menganggukkan kepalanya meskipun diselingi rasa ragu.

Kedua gadis itu berjalan di bagian belakang sekolah, dan berakhir duduk di bangku tepat dibawah pohon rindang.

"Na, dengerin gue baik baik, ini ada kaitannya dengan gue, Rizky, bahkan sama lo juga," ujar Jennessa serius.

"Serius deh, Jen, jangan buat gue takut dengan perkataan lo itu," selak Irena dengan nada tidak suka.

"Na, sebenarnya..."

Sebelum menyelesaikan perkataannya, Jennessa dibuat terkejut dengan kehadiran Putri dan Yura yang tiba-tiba saja menarik tubuh Irena menjauhi Jennessa.

"Lo mau berbuat apa lagi sama Irena?!", bentak Yura emosi.

"Gue nggak niat ngelakuin apapun ke Irena, gue cuma mau ngasih tau sesuatu."

Nampak Putri segera membawa Irena ke tempat yang sedikit jauh dari posisi Jennessa berdiri. Wajah gadis itu nampak cemas dan memandangi Irena dengan sorot tak terbaca.

"Irena, lo nggak papa, 'kan?", tanya Putri dengan nada pelan.

Irena konten menggeleng pelan, lalu menatap Yura dan Jennessa yang tengah berbicara dengan wajah tegang. Ada rasa kasihan dibenak Irena kala ia menatap Jennessa yang berusaha menjelaskan sesuatu pada Yura, tapi sepertinya kekasih Tommy itu tak mau mendengar.

"Ingat ucapan gue baik baik, Jennesa, lo gangguin Irena, gue bikin lo menyesal!", bentak Yura. Gadis itu berbalik badan, dan menarik pelan tangan Irena meninggalkan lokasi.

Sesekali Irena menoleh ke arah Jennessa. Nampak Jennessa menundukkan kepalanya dalam.

"Lo kenapa sih, Jen? Lama lama dan makin kesini lo buat gue makin bingung."

*****

"Eh, tumben kalian nyamperin gue. Ayo duduk!"

Dengan ramah Zavier mengajak Rizky, Bondan, Ambar, dan Tommy duduk bersamanya.

"Zav, gue mau bahas masalah penting ke lo, soal Jennessa."

Tubuh Zavier menegang hebat, matanya nampak sedikit membulat. "Jangan bilang dia buat ulah lagi ke kalian?"

Ambar segera menggeleng. "Nggak, nggak, Zav! Justru kami kesini buat ngasih tau lo, kalau Jennessa dalam bahaya sekarang!"

Zavier mendecih. "Dan gue minta tolong sama kalian jangan lagi mau masuk ke dalam jebakan sahabat gue, lupa dia berbuat jahat sama kalian akhir-akhir ini?"

Kini Tommy dan Bondan kompak berdecak. "Lo beneran udah trauma banget kayaknya sama perbuatan Jennessa. Manusiawi, sih. Tapi, yang Ambar omongin tadi benar, Jennessa lagi diintai sama bahaya."

Wajah Zavier memucat. "Siapa yang mau bahayain dia?"

Mereka berempat saling memandang, setelahnya menganggukkan kepala. "Gue bakalan kasih tau apa yang sebenarnya terjadi." Rizky mengucapkannya dengan wajah serius.

*****

"Gue nggak ngerti kenapa Jennessa mau bicara sama lo." Putri berujar dengan wajah kebingungan. Dan Yura? Jangan pertanyakan bagaimana ekspresi gadis itu sekarang. Sudah pasti wajahnya menahan gejolak amarah yang sudah siap meledak.

Rizky & IrenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang