Irena hanya bisa diam memandangi Ambar meneteskan air mata kecewanya. Bagaimana tidak, Bondan bertengkar dengan Rizky, perihal masalah Jennessa.
"Na, ini dia yang gue takutin. Teman kita berantem karena nggak bisa ngendaliin emosi sama perasaannya."
Irena masih tetap diam, ia memilih mendengarkan saja dibandingkan jika harus ikut kecewa dan larut dengan masalah yang sepantasnya tak perlu terjadi.
"Dan ini juga yang gue takutin, gue nggak bisa kasih jaminan sama diri gue sendiri buat terus nahan apapun yang ada sangkut pautnya sama Bondan. Kenapa juga cowok yang gue sayang itu harus Bondan? Kenapa bukan cowok yang lain aja?"
"Gue ngerti gimana perasaan lo, Bar. Gue juga kecewa sama si Boncel. Kecewa banget. Tapi, Bar, kalo terus begini, kita bakalan susah buat mereka damai."
Nampak kedua tangan Ambar terkepal. "Ini semua gara-gara si Jennessa itu!"
"Bar... ," tegur Irena.
"Apa sih, Na?! Tuh cewek emang biang keladi dalam masalah ini! Dia seolah-olah ngasih harapan palsu ke Bondan! Dan sekarang dia suka Rizky?!"
"Gue ngerti kenapa lo marah, Bar. Tapi masalahnya ini masalah hati, nggak bisa diatur buat suka sama siapa. Ini haknya Jennessa."
Seketika Ambar bungkam. Irena memang benar, ini masalah hati, dan siapapun tak berhak mencampurinya.
Kedua gadis itu bungkam. Sulit bagi keduanya mendeskripsikan apa yang sebenarnya terjadi.
"Terus, apa lo nggak sakit hati kalo seandainya Rizky suka sama Jennessa?"
Irena tersentak dengan pertanyaan yang Ambar ucapkan. Bahkan, Rizky masih belum bisa keluar dari bayang-bayang Tommy.
"Kalau misalkan Rizky bahagia, gue juga harus bisa terima itu."
Ambar menatap Irena dalam. Entah seberapa lama Irena memendam rasanya pada Rizky, entah sampai kapan gadis itu mau mengalah demi kebahagiaan Rizky.
"Gue nggak ngerti lagi, Na. Kenapa kisah cinta ini beneran sulit? Gue sempat mikir begitu indahnya kalau orang yang kita suka, suka balik sama kita. Tapi sayangnya cinta nggak semudah itu."
Irena menampilkan senyum tipis. "Cinta adalah perjuangan, dan perjuangan tidak mengenal kata selesai. Jadi kalo lo mencintai orang dengan tulus, jangan pernah ucapkan kata selesai. Kecuali, kalo orang itu sendiri yang memilih menyelesaikan perasaan lo."
Kening Ambar mengerut dalam dengan ucapan Irena. Begitu banyak spekulasi yang terkumpul dalam pikirannya, demi memahami apa maksud Irena.
Dikala keduanya tengah sibuk memikirkan tentang konflik yang terjadi, tiba-tiba seorang siswi datang dengan napas terengah-engah dihadapan mereka.
Rupanya dia Ilmi, teman sekelas mereka.
"Ambar, Iren, gawat!"
Irena mengerutkan alisnya dalam. "Gawat? Gawat kenapa?", tanya Irena bingung. Pasalnya, Ilmi datang dengan wajah kagetnya. Bahkan napasnya sekarang sudah tersengal-sengal.
"Itu, Jennessa sama Putri dari kelas sebelah berantem di depan kelas. Disana Yura juga lagi ngelerai!"
Seketika Ambar dan Irena bangkit dari duduknya, mereka lalu meminta Ilmi untuk ikut bersama mereka.
*****
"Dasar cewek kegatelan!" Putri menjambak rambut Jennessa dengan sangat brutal. Sikap pendiam Putri menguap begitu saja.
"Lo tuh yang nggak tau diri!" Jennessa berusaha menjambak rambut Putri.
Beberapa siswa dan siswa yang ada disana hanya bisa menonton keduanya, bahkan ada yang sudah merekam dan mengabadikan kejadian itu.
"Putri, Jennessa! Berhenti!" Yura berusaha melerai pertengkaran diantara dua gadis itu. Tapi tetap saja, Yura tak bisa berbuat banyak. Ia hanya bisa melerai sekadarnya, karena tenaganya tak cukup mampu untuk melerai keduanya.
Dari arah berbeda, Irena, Ambar, dan Ilmi sudah berlari dengan napas terengah. Irena segera menarik Jennessa, sedangkan Ambar segera menarik Putri.
"Kalian berdua kenapa berantem, sih?! Nggak takut lo pada diciduk sama guru?!", bentak Ambar, dengan pandangan menajam, pandangan menajam kepada Jennessa tepatnya.
"Na, dia yang duluan gangguin gue! Gue kesini cuma mau ketemu sama Rizky, terus dia datang marah-marah," ujar Jennessa berusaha membela diri.
"Kalo lo nggak kegatelan jadi cewek gue juga nggak bakalan kasar sama lo!", bentak Putri ingin menjambak Jennessa, tapi langsung dicegah oleh Ambar.
"Kalian berdua ini apa sih masalahnya? Putri, kenapa lo gangguin Jennessa?", tanya Yura. Irena sendiri hanya bisa diam, menunggu apa yang akan diucapkan Putri dan juga Jennessa.
Putri menatap sengit Jennessa. "Nih cewek kegatelan! Tau-tau datang kesini dan nyariin Rizky!"
Semua orang bingung mendengar ucapan Putri, kecuali Irena dan Ambar tentunya. Karena mereka sudah tahu jika Putri punya perasaan pada Rizky, singkatnya gadis itu cemburu pada Jennessa sekarang.
"Terus, kenapa memangnya kalo Jennessa ketemu Rizky? Apa salahnya?", tanya Yura.
Kedua tangan Putri terkepal kuat. "Karena gue suka sama Rizky! Dan Jennessa nggak boleh dekat sama Rizky, dia cewek gak bener!"
Semua yang mendengar penuturan Putri terkejut bukan main.
Nampak diwajah Jennessa gurat kemarahan yang jelas. "Nggak usah ngata-ngatain gue cewek yang nggak bener! Terus lo apa? Larang gue ketemu Rizky karena lo cemburu, emangnya lo siapa? Lo pacarnya?"
Keadaan makin panas saja. Ambar sendiri yang sudah menyaksikan pertengkaran itu benar-benar muak. "Mending gue laporin kalian ke guru, biar sekalian dihukum sama Rizky dan Bondan! Yura, lo ikut gue!"
Yura segera mendekati Ambar, dan setelahnya kedua gadis itu sudah beranjak pergi, menyisakan Irena seorang diri. Irena menatap Putri dan Jennessa secara bergantian. "Tadi Rizky sama Boncel yang berantem, sekarang kalian. Mau kalian itu apa, sih?"
Putri segera mendekati Irena. "Na, percaya sama gue! Jennessa itu bukan cewek yang nggak baik! Dia jahat!"
"Dasar cewek sakit jiwa! Na, dia nggak bisa dipercaya, Na! Dia yang nyerang gue duluan!" Jennessa berujar.
"Terserah kalian berdua! Intinya kalian tunggu aja hukuman apa yang pantas buat kalian!" Irena berbalik badan dan melangkah pergi.
*****
Rizky, Bondan, Putri, dan Jennessa akhirnya diberi hukuman untuk membersihkan seluruh area sekolah, atas ulah mereka yang berhasil memancing keributan.
Yura dan Ambar pun diberi tugas untuk mengawasi keduanya, sebab kedua gadis itu yang melaporkan kejadian yang mereka perbuat.
Irena hanya menghela napas pasrah memandangi keempat temannya yang diberi hukuman. Gadis itu berpikir bahwasannya kejadian seperti ini tak perlu terjadi. Sifat mereka benar-benar seperti anak kecil.
"Ky, ternyata bukan cuma gue, ada dua cewek lain yang berusaha ada disisi lo. Semoga salah satu dari mereka bisa buat lo ngelupain Tommy, dan semoga salah satu dari mereka adalah cinta sejati lo," gumam Irena dengan mata menerawang.
Irena tersenyum tipis. Irena tak bisa menilai siapa yang lebih baik diantara Jennessa dan Putri, tapi yang jelas harapan Irena masih tetap sama.
Semoga Rizky segera keluar dari bayang-bayang Tommy, dan menemukan gadis yang bisa mencintainya.
Karena bagi Irena, kala Rizky sakit ia akan merasakan sakit. Dan Irena, sudah lelah untuk menderita sakit.
Irena ingin melepaskan bebannya, ia ingin menjemput kebahagiaannya.
Dan salah satu kebahagiaan yang ingin dijemputnya, melihat Rizky bahagia dengan gadis yang berhasil menyembuhkannya.
Walau sebenarnya, kuat atau tidaknya perasaan Irena melihat Rizky bersama gadis lain, tidak bisa ia prediksi sama sekali. Yang jelas, Irena ingin kuat, itu saja.
******
Hai, terima kasih sudah mampir ke cerita Rizky dan Irena
Jangan lupa vote dan komentarnya
Salam hangat,
Dhelsaarora
KAMU SEDANG MEMBACA
Rizky & Irena
Fiksi RemajaYang Irena tahu, setiap orang memiliki kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Dan, kesempatan berubah itu tidak hanya berlaku bagi orang-orang tertentu, perubahan bisa terjadi pada semua orang, termasuk sahabat masa kecilnya Rizk...