Irena merasakan ada yang tak beres dari gelagat Yura. Gadis itu nampak takut dan gelisah.
"Lo mau nanya apa tentang Rizky?" Irena berusaha bertanya dengan nada sebiasa mungkin, dan terkesan riang.
Sedikir tersentak, Yura menghembuskan napas berat. "Gue takut lo marah kalo gue nanya macam-macam tentang Rizky."
Irena menampilkan senyum di wajahnya. "Nggak perlu takut gue marah. Tanya aja, apapun itu. Soal kejelekan dia bakal gue beberin dengan sepenuh hati, gue juga bakalan hujat dia kalo lo mau," gurau Irena berusaha memulihkan keadaan.
"Sebenarnya gini, gue udah beberapa kali nanyain hal ini sama lo. Kenapa sih Rizky kesannya nggak suka sama gue? Gue sama Tommy udah pacaran setahun lebih, dan gue pikir interaksi gue sama Rizky juga bakalan membaik seiring berjalannya waktu. Ternyata gue salah. Dia bahkan makin dingin ke gue."
Irena tak menduga jika Yura masih memikirkan semua hal itu. Irena berpikir, kalimat-kalimat yang selama ini ia ucapkan kepada Yura akan memberi pemahaman pada gadis itu, tapi rupanya hal itu tak berjalan seratus persen.
Menghembuskan napas panjang, Irena menatap Yura dengan tatapan menenangkan. "Yura, Rizky itu nggak benci kok sama lo. Dia cuma yah, butuh waktu buat menyesuaikan diri sama hubungan yang baru. Lo tau sendiri 'kan gimana karakter tuh anak? Dan gue rasa Tommy udah cerita banyak tentang Rizky ke lo."
Yura menganggukkan kepala. "Tapi, gue takut, dia benci sama gue."
Kening Irena berkerut. "Benci? Alasannya apa dia benci sama lo?"
"Yah, karena gue pacaran sama Tommy. Gue takut Rizky berpikir kalo gue memonopoli Tommy, berusaha membuat Tommy seratus persen memerhatiin gue."
"Jangan mikir gitu, Ra. Rizky nggak bakalan mikir sampai kesana. Kalo Rizky, asalkan Tommy bahagia, dia bakalan bahagia. Percaya sama gue."
Senyum Yura akhirnya terbentuk. "Iya, Na. Gue ngerti. Jadi, mulai sekarang gue harus bisa lebih baik sama Rizky, supaya dia nganggep gue sebagai temannya juga."
Irena mengangkat jempolnya. "Nah, gitu dong! Ini baru Yura."
***
Irena berdecak kesal. Malam-malam begini Rizky malah mengunci diri di kamarnya. Bahkan mama dan papa Rizky saja sudah kewalahan membujuk Rizky.
"Rena bantuin tante, yah. Rizky dari tadi belum mau makan."
Irena mengusap pelan pundak mama Rizky. "Tenang aja tante. Serahkan tugas ini sama Irena."
Mama Rizky terkekeh mendengar ucapan Irena. "Yasudah, tante siapkan makan malam dulu."
"Siap tante."
Mama Rizky berlalu, menyisakan Irena seorang diri di depan pintu kamar Rizky.
Irena menatap datar pintu kamar itu. Setelahnya ia mulai mengetuk pintu kamar Rizky dengan gerakan gusar.
"Woy, Rizky! Bukain pintunya! Gak usah sok ganteng deh lo!"
Irena terus menggedor-gedor pintu kamar Rizky. Tapi, tak ada jawaban. Rizky sama sekali tak merespon panggilannya.
"Rizky, kalo lo gak mau bukain pintunya, gue bakalan dobrak!", ancam Irena.
Lagi-lagi, tak ada tanggapan yang berarti.
Menghembuskan napas panjang, Irena akhirnya kembali berujar. "Oke, lo gak mau bukain pintu, gue pake cara terakhir. Gue bakalan telepon Tommy, dan minta dia kesini supaya lo...."
Cklek
Belum juga Irena menyelesaikan ucapannya, pintu kamar Rizky sudah terbuka.
Hanya mengucapkan nama Tommy memang solusi paling ampuh menakuti Rizky.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rizky & Irena
Roman pour AdolescentsYang Irena tahu, setiap orang memiliki kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Dan, kesempatan berubah itu tidak hanya berlaku bagi orang-orang tertentu, perubahan bisa terjadi pada semua orang, termasuk sahabat masa kecilnya Rizk...