29. Ketakutan yang Terkuak

85 9 12
                                    



Tommy menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kelas Rizky dan Irena. Ingin rasanya Tommy berbicara empat mata dengan Irena.

Jika biasanya Tommy akan masuk ke dalam kelas Irena dan Rizky dengan leluasa, tapi sekarang keadaannya berbeda.

Sekarang, seolah-olah Tommy tak kuasa melangkahkan kedua kakinya sama sekali.

Didalam sana Irena tertawa bersama Rizky dan teman sekelas mereka yang lain. Bukannya merasa bahagia atas tawa itu, Tommy malah makin sedih dan prihatin.

Hanya dalam waktu semalam Irena mampu merubah suasana hatinya dengan cepat, dan itu pasti adalah keadaan paling menyiksa yang sering dialami oleh gadis malang itu.

Semalam Tommy mendengar isakan pilu dari Irena, dan pagi hari ini ia malah mendengar suara tawa dari Irena.

Tommy begitu sesak melihatnya.

"Eh, Tommy!"

Tommy langsung tersentak saat Irena memanggilnya. Bahkan gadis itu sudah pergi menemuinya.

"Tumben-tumbenan lo nggak langsung masuk, biasanya juga nyelonong aja." Irena berkata sembari melipat kedua tangannya kedepan dada.

Nampak Tommy menghembuskan napas lelah. Ia memandang Irena dengan tatapan sendu. "Gue mau kita berdua ngomong sekarang juga."

Irena mengerutkan kening. "Lo serius banget! Harus sekarang banget, yah?"

Setelahnya Tommy hanya menganggukkan kepala, dan berjalan lebih dulu. Irena yang masih kebingungan hanya mengikuti kearah kaki Tommy melangkah.

Tommy menjadi sangat berbeda pagi ini.

*****

"Eh, Tom! Nggak usah serius-serius amat kali itu muka! Nggak cocok amat!", gurau Irena. Tapi sayangnya, saat sekarang ini Tommy kehilangan niat untuk sekadar membalas candaan Irena.

"Na, apa yang sebenarnya terjadi sama lo?", tanya Tommy dengan tatapan tajam lurus ke depan.

Dahi Irena mengerut dalam, tak paham dengan ucapan Tommy. "Lo ngomongin apa sih, Tom? Aneh banget," balas Irena sesekali berdecak bingung.

Tommy menghela napas. "Sesuatu yang nggak gue ketahui, sesuatu yang buat lo nangis kencang kemarin malam."

Deg!

Tommy...Irena tak sangka bahwa Tommy sampai tahu jika kemarin malam ia menangis.

"T, Tom......" Napas Irena seolah tercekat. Ditambah rahang Tommy sudah mengeras, matanya memerah.

"Jelasin, apa yang nggak gue ketahui, Na! Nggak usah bohongin gue!", bentak Tommy yang kini sudah mencengkeram kedua pundak Irena.

Rasa takut sungguh sanggup menguasai Irena detik ini. Kilatan amarah, sedih, dan kekecewaan yang nampak dari sorot mata Tommy, Irena sama sekali tak sanggup membalas tatapan itu walau hanya sebentar.

"LO JANGAN DIEM AJA! JANGAN KAYAK ORANG BISU!" Kali ini bentakan Tommy jauh lebih keras, sanggup mengagetkan Irena, dan memekakkan telinga. Baru kali ini Tommy membentaknya sedemikian kerasnya.

Tubuh Irena gemetar hebat, air matanya sudah luruh dan tumpah membasahi kedua pipinya. Sadar akan kesalahan yang ia buat, Tommy menarik Irena dan memeluk sahabatnya itu.

"Na, maafin gue. Nggak ada niatan sedikitpun dipikiran gue buat nyakitin hati lo, Na. Gue khawatir, serius." Tangan Tommy mengusap pelan kepala Irena. Gadis itu sudah terisak hebat, tangannya mencengkeram seragam sekolah Tommy.

Rizky & IrenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang