Entah sudah berapa lama Irena meneteskan air matanya. Dibandingkan dengan rasa sakit pada beberapa anggota tubuhnya, hatinya jauh lebih terkoyak.
Persahabatannya yang sudah ia bina bersama Rizky sedari mereka kecil pupus sudah. Tak akan ada lagi tonggak kebahagiaan yang lengkap bagi Irena.
Rizky memutuskan persahabatan mereka dengan begitu mudah. Jika ini soal perasaan Irena, dengan senang hati Irena akan membunuh perasaan cintanya, dan rela menempatkan diri sebagai sahabat Rizky untuk selamanya. Tapi, Irena merasa dijebak. Ia sama sekali tak pernah memberitahu siapapun soal kondisi Rizky.
Irena peduli pada Rizky, Irena sayang pada Rizky, dan Irena cinta pada Rizky. Mana tega ia membiarkan pemuda yang dicintainya hancur didepan matanya sendiri?
Dengan tangan gemetar, Irena mengobati luka memar yang ada di lutut dan juga tangannya. Ia juga mengobati hidungnya yang terus saja mengeluarkan darah tanpa henti.
Tommy sebenarnya ingin menemaninya, tapi Irena meminta pemuda itu pulang. Ia tak mau ada masalah baru lagi setelah insiden menyakitkan di sekolah tadi.
Tubuh ringkih Irena berusaha menahan hujaman rasa sakit. Rizky, pemuda itu sungguh telah melukai perasaannya, sangat.
Tiap kata yang pemuda itu ucapakan menancap kuat dalam pikiran Irena. Irena ingin menanamkan sedikit rasa benci pada dirinya, agar bisa melawan Rizky. Tapi sayangnya, ia tak punya kuasa hanya untuk sekadar melakukannya.
Persahabatan itu sudah hancur, berganti rasa cinta yang menyisakan luka.
Persahabatan itu sudah hilang, berganti dengan tatapan mata tajam Rizky yang menghunus tajam.
Persahabatan itu sudah karam, berganti dengan kebencian yang tak akan ada ujungnya.
Semuanya sudah tak ada yang bisa diperbaiki lagi. Semuanya sudah rusak.
Mata Irena menatap kearah luar jendela, disana rumah Rizky terlihat jelas. Ia masih ingat kala kecil dulu, keduanya sering meneropong dan memantau satu sama lain kala malam hari tiba.
Irena pilu memikirkannya. Jika saja ia tak mencintai Rizky, mungkin tak akan begini. Ia menyesali cinta ini, Irena menyesalinya.
*****
Tak terasa hukuman yang diberikan pada Rizky sudah berlalu. 3 hari yang dilewati cukup berat untuk Rizky.
Hari ini ia kembali bersekolah. Baru saja melangkahkan kaki menyusuri koridor, tatapan aneh perlahan tertuju kepadanya. Siswa yang berpapasan dengan mulai sibuk berbisik.Rizky hanya bisa menajamkan telinga dan pandangannya. Ia tahu ia sedang jadi buah bibir dikalangam siswa lainnya.
Soal insiden antara ia dan Yura beberapa hari yang lalu, jujur, Rizky sudah enggan mengingatnya.
Setibanya di kelas, Rizky pun mendapatkan perlakuan yang tak jauh berbeda. Tatapan aneh terus dialamatkan kepadanya. Entah apa maksudnya.
"Ky!"
Rizky berbalik dengan raut tanpa minat saat Bondan memanggilnya. Sungguh, ia tak memiliki niat untuk sekadar membicarakan perihal kejadian dengan Yura.
"Kalo lo cuma mau bahas tentang Yura, gue nggak akan gubris," jawab Rizky dingin.
"Bukan soal Yura, tapi soal Irena."
Rizky mengepalkan kedua tangannya. "Dibandingkan dengan Yura, gue sama sekali nggak mau lagi berurusan sama temen lo itu. Jadi nggak usah sangkut pautin gue sama dia."
"Lo ada masalah apa sih sama Irena? Dia buat kesalahan fatal sampai lo jahatin dia sejak kemarin?!" Bondan mulai tersulut emosi.
Rizky memilih diam. Ia mulai mengambil headset dan menyumpal kedua lubang telinga. Membiarkan alunan musik mengalun merdu dibandingkan membahas Yura maupun Irena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rizky & Irena
Novela JuvenilYang Irena tahu, setiap orang memiliki kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Dan, kesempatan berubah itu tidak hanya berlaku bagi orang-orang tertentu, perubahan bisa terjadi pada semua orang, termasuk sahabat masa kecilnya Rizk...