31. Awal Sebuah Kebencian

89 7 2
                                    




Hari ini Irena memutuskan untuk berangkat ke sekolah. Ia benar-benar bosan di rumah.

"Irena!!!!!"

Irena mengusap dadanya saking kagetnya dengan pekikan Ambar. "Apaan sih, Bar?", tanya Irena geregetan.

"Kemarin lo sakit, kenapa nggak ngabarin gue?!" Lagi-lagi Ambar bersikap heboh.

Irena berdecak. "Gue nggak papa, kok. Kemarin yah gitu, sakit kepala doang. Terus kebetulan Tommy deh yang anterin gue pulang."

Wajah Ambar nampak cemberut. Tapi setelahnya wajahnya kembali menunjukkan raut khawatir. "Tapi lo udah gak papa, 'kan?"

Irena tersenyum tipis lalu mengacak pelan rambut Ambar. "Iya, gue udah sehat kok ini."

Ambar menghembuskan napas lega. Ia lalu berdiri disamping Irena lalu merangkul lengan gadis itu.

Kedua gadis itu melangkah masuk kedalam kelas, dan seketika Rizky yang baru saja melihat Irena segera bangkit dari duduknya, dan mendekati gadis itu.

"Kok lo datang ke sekolah?", tanya Rizky dengan suara lembut.

Sepersekian detik Irena mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Baru kali ini Rizky berbicara lembut, dan tak terdengar dingin seperti biasanya. Bahkan Ambar yang mendengarnya sempat terkesima beberapa detik.

Ternyata suara dan wajah Rizky auranya lebih memesona jika lembut begitu.

"Nggak papa, di rumah gue bosan. Kalo di sekolah kan rame ada kalian."

Kepala Rizky hanya mangut-mangut. Ia lalu mengikuti Ambar dan Irena untuk masuk ke kelas.

Belum sempat melangkahkan kakinya ke dalam kelas, Rizky merasakan ponselnya bergetar, ia mengambilnya.

Sebuah pesan dari orang yang tidak dikenal.

Sedikit penasaran, Rizky membuka pesan itu, yang merupakan sebuah video berdurasi singkat. Ia memutar video itu, dan betapa terkejutnya ia melihat apa yang ada di dalamnya.

Kedua tangannya terkepal kuat.

*****

"Ky!" Irena menepuk pundak Rizky, pemuda itu langsung berbalik. "Kantin, yuk!"

"Duluan aja, gue lagi sibuk," jawab Rizky dengan nada dingin seperti biasanya.
Baru tadi pagi bersikap lembut, sifat bekunya kembali lagi.

Irena mengerucutkan bibir, akhirnya gadis itu memilih keluar dari kelas.

Kini, Rizky hanya bisa mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Ia benar-benar sudah sangat marah.

Soal video singkat dari orang misterius itu, cukup membuat Rizky marah dan juga kecewa di waktu yang bersamaan.

Rizky kembali mengulang video berdurasi singkat itu. Disana, ada orang-orang yang sangat ia kenal, dan sangat dekat dengannya tengah berbicara satu sama lain.

"Lo kenapa, Na?", tanya Tommy pelan.

"Se, sebenarnya...." "Sebenarnya gue suka sama Rizky, Tom."

"Lo serius? Gue yakin, Na, dia juga suka sama lo."

"Lo udah tau ketakutan gue, Tom, dan lo juga udah tau gue suka sama Rizky, melebihi dari perasaan yang seharusnya. Gue mohon sama lo, Tom, jangan kasih tau siapapun soal ini, apalagi Rizky."

"Gue janji, cuma kita berdua yang tau soal ini. Sejak kapan lo naksir sama Rizky?"

"Dasar kepo! Jagain aja Yura baik-baik. Kayaknya si kapten basket sekolah kita naksir sama Yura."

Rizky & IrenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang