Irena nampak gelisah. Gadis itu mondar-mandir di depan pintu sebuah ruangan. Beberapa kali Irena meremas jari-jarinya, guna menghilangkan rasa gugupnya.
Irena menghembuskan napas panjang, tangannya lalu memutar knop pintu dan masuk ke dalam ruangan itu.
Nampak seorang wanita berkacamata disana tengah menunggu kedatangannya. Irena menghempaskan tubuhnya di kursi dengan wajah khawatir.
"Kamu kenapa, Irena?"
Wanita itu bertanya dengan raut wajah bungung pada Irena. Pasalnya, gadis itu nampak sangat gelisah.
"Rena bingung kak, Rizky...semakin lama semakin sulit lepas dari bayang-bayang Tommy."
Wanita berkacamata itu mengerti dengan masalah yang Irena hadapi. Sudah sejak lama gadis itu berbincang dan konsultasi padanya soal temannya yang bernama Rizky itu.
"Kok kamu bilang begitu? Bukannya kamu pernah bilang kalau Rizky berusaha untuk berubah?", tanya wanita berkacamata itu.
Irena mengacak rambutnya frustasi. "Itulah dia masalahnya, kak Shella. Dia kesulitan melakukan itu."
Wanita berkacamata bernama Shella paham dengan kesulitan yang Irena pahami. Memang sulit jika memiliki seorang teman yang mengalami kelainan. Kita harus bisa menyemangatinya dan terus berada didekatnya dikala masa-masa sulit.
"Kakak sudah pernah bilang sama kamu, kalau kasus Rizky ini ada hubungannya sama lingkungan yang berpengaruh besar buat dia."
Irena menganggukkan kepala. "Kakak benar. Tapi masalahnya, Irena sudah kehabisan cara buat ngarahin Rizky."
Shella tersenyum tipis. "Kamu kehabisan cara, atau kamu takut ketahuan kalau kamu menyukai Rizky?"
Mata Irena kontan berotasi malas, setelahnya gadis itu berdecak. "Sudahlah, kak. Kalau masalah itu biar Irena saja yang tanggung sendiri."
"Irena, dengerin kakak. Kelainan yang Rizky alami itu bisa diatasi. Buatlah dia kenal dengan lingkungan yang baru, jangan terus berputar pada kamu dan juga Tommy. Ajak Rizky berinteraksi dengan banyak orang, otomatis lambat laun Rizky akan mudah melupakan Tommy. Dan juga, dukungan dari kamu juga berpengaruh besar kepada kesembuhan Rizky."
Tiap kata yang Shella ucapkan berusaha dicerna baik-baik oleh Irena.
Sepertinya Irena tahu apa yang harus ia lakukan agar Rizky bisa pulih secara perlahan dan tak lagi menutup diri dari keberadaan orang lain. "Makasih, kak. Sekarang Irena tau apa yang harus Irena lakuin."
*****
"Rizky!"
Rizky menghentikan langkah kakinya. Tubuhnya berbalik, dan pandangannya mendapati sosok Zavier seorang diri dibelakangnya.
"Lo?", tanya Rizky, dengan dahi berkerut dalam.
"Bisa nggak kita ngobrol?", ujar Zavier berusaha bersikap ramah, agar Rizky tak merasa terganggu.
Rizky memasang raut datar. "Maaf, gue nggak bisa. Gue nggak ada waktu." Rizky memperbaiki letak tasnya dipundak, setelahnya pemuda itu melangkah lagi.
Zavier tak putus asa, ia mengejar Rizky. "Rizky, gue mau ngomong sama lo, bentar aja."
Rizky mendengus jengah. Entah dosa apa yang ia lakukan kemarin, sehingga pagi ini ia disuguhkan dengan ucapan Zavier yang entah mengapa sungguh membuatnya risih.
Rizky hanya diam menatap Zavier, tak mau berucap apapun.
"Gue mau minta maaf sama lo Ky, soal gue yang sering jahilin lo dulu. Gue tau, karena perbuatan gue itu bikin lo masih sedikit takut sampai saat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rizky & Irena
Teen FictionYang Irena tahu, setiap orang memiliki kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Dan, kesempatan berubah itu tidak hanya berlaku bagi orang-orang tertentu, perubahan bisa terjadi pada semua orang, termasuk sahabat masa kecilnya Rizk...