40. Berdamai

99 11 0
                                    

"Sampai kapan lo mau meluk gue?"

Pertanyaan Irena itu sempat menghentak Rizky. Tapi sepertinya pemuda itu tak peduli. Ia hanya ingin Irena berbicara empat mata dengannya. "Sampai lo mau ngomong sama gue, baru gue lepasin."

"Lo tau 'kan kalau gue masih butuh waktu? Gue mohon, Ky, jangan paksa gue!"

Rizky menggelengkan kepalanya. "Lo harus dengerin gue, Na! Gue minta waktu, nggak papa kalau cuma sebentar."

Irena menghembuskan napas panjang, setelahnya dengan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Rizky, hingga pelukan pemuda itu terlepas.

"Cukup yah, Ky! Jangan perlakukan gue kayak cewek sembarangan! Apa lo pikir lo meluk gue kayak tadi, gue bakalan luluh?!"

Irena memandang tajam Rizky, lalu berlalu dengan langkah tergesa meninggalkan Rizky.

*****

Terlalu banyak yang Zavier pikirkan saat ini. Jennessa, gadis itu sudah membuatnya sakit kepala pagi-pagi begini. Entah seberapa banyak ulah yang Jennessa lakukan dibelakangnya, seberapa banyak lagi orang yang siap dicelakakan oleh sahabat sekaligus gadis yang disayanginya itu.

"Woy, kenapa lo?"

Zavier terkesiap mendapati Ambar sudah berdiri dihadapannya. "Gue boleh duduk kagak nih disebelah lo?"

Zavier mengangguk. "Duduk aja."

Ambar mengambil posisi duduk disebelah Zavier. Gadis itu nampak memiringkan kepala, agar bisa melihat raut wajah Zavier dengan jelas. "Kayaknya lo lagi mikirin hal yang berat. Cerita, dong!"

Zavier tersenyum tipis, dan Ambar yang kebetulan menyaksikan itu malah tertegun sejenak. Zavier ternyata pemuda yang manis dan juga tampan. Ambar akui hal itu.

"Tadi pagi gue liat luka dipipi Jennessa. Kayaknya dia habis buat ulah lagi. Gue jadi khawatir," terang Zavier.

Ketertegunan Ambar berubah menjadi keterkejutan. Benar-benar suatu hal yang kebetulan.

"Oh, ya?" Ambar membeo. "Tadi pagi gue juga ketemu Putri, terus dipipinya itu ada luka. Dia kayak kesakitan gitu."

Mata Zavier reflek membulat. "Serius pipi Putri luka? Kok bisa? Samaan gitu sama Jennessa."

Ambar menjentikkan jari. "Nah, itu juga yang lagi gue pikirin! Apa mereka berantem lagi?"

"Nggak, ini pasti ulah Jennessa! Dia yang buat ulah," sergah Zavier. Sungguh, ia sudah tak bisa mempercayai Jennessa saat ini.

Nampak Ambar menumpukan dagunya pada telapak tangan. "Apa mereka berantem gegara masalah kemarin? Soalnya Putri yang nunjukin bukti kalau Jennesa dan lo yang buat Rizky sama Irena salah paham. Soalnya Jennessa suka Rizky."

"Lo benar. Nggak bisa gue biarin lagi Jennessa berbuat ulah. Dia udah terlalu banyak berbuat kesalahan."

Ambar tersenyum tipis. "Segitu sayangnya lo sama Jennessa."

Ucapan Ambar langsung membuat Zavier memandang gadis itu. "Mana ada cowok yang rela biarin cewek yang dia suka berbuat kejahatan? Setiap orang mau yang baik, 'kan?"

Kepala Ambar mengangguk singkat. "Lo benar. Harapan gue, lo bisa ngarahin Jennessa jadi cewek yang baik. Sejak awal gue yakin lo bukan tipikal cowok yang jahat. Cuma yah gitu, cinta dan rasa sayang lo yang buat lo ngelakuin apa aja, demi Jennessa."

Zavier hanya terdiam. Setelahnya Ambar bangkit dari duduknya. "Kayaknya gue harus balik ke kelas. Semangat!"

Ambar pun berlalu, sembari bersenandung kecil.

Rizky & IrenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang