"Tommy?!"
Semuanya berbalik ke arah pintu kala mendapati Yura tengah berdiri dengan raut terkejut. Bahkan tas yang dibawa gadis itu ikut terjatuh di lantai.
Gadis itu segera berlari mendekati Tommy. Matanya berkaca-kaca, Yura sungguh terharu. Gadis itu langsung memeluk Tommy.
"Tommy, aku kangen...," isak Yura.
Tommy yang mendapat perlakuan itu dari Yura hanya bisa tertawa pelan, lalu mengusap lembut rambut kekasihnya itu.
"Hehehe, maaf yah sudah buat kamu khawatir."
Yura menegakkan kembali posisi tubuhnya, lalu mengusap pelan air matanya. "Sejak kapan kamu siuman?"
"Sejak...beberapa hari lalu. Maaf lagi yah, aku nggak kasih tau kamu."
Yura hanya mengangguk pasrah. Yang jelas, melihat Tommy sudah kembali sehat gadis itu merasa sangat lega. "Yaudah, aku hubungi mama sama papa kamu dulu," kata Yura. Tommy hanya balas mengangguk saja.
Jennessa nampak berjalan mendekati Rizky, gadis itu nampak ingin mengatakan sesuatu. "Lo...nggak papa, 'kan?", tanya Jennessa takut-takut.
Cukup lama Rizky berusaha memahami pertanyaan Jennessa, hingga senyum tipisnya muncul. "Gue nggak papa, kok."
Jennessa masih berpikir, jika Rizky masih menaruh hati pada Tommy, padahal kenyataannya Rizky sudah tak ada rasa lagi pada pemuda itu.
"Jadi, kapan nih gue bisa memberi keterangan buat kasus Irena?"
Pertanyaan Tommy berhasil memecah keheningan yang sempat hadir di ruangan itu.
"Nggak bisa!"
Semuanya kembali dibuat terkejut dengan kedatangan kedua orang tua Tommy yang datang secara tiba-tiba, dan Yura yang baru saja kembali. Wajah gadis itu juga sama terkejutnya. Sebab ia baru akan menelpon, tahu-tahunya kedua orang tua Tommy sudah ada di rumah sakit.
"Kenapa, Ma?", tanya Tommy heran.
Mama Tommy nampak mendekati Tommy. "Untuk apa lagi kami memberi kesaksian atau keterangan untuk Irena si narapidana itu?! Dia sudah hampir membunuh kamu, nak!"
Dalam hati Rizky berdecih. Tahu apa mereka soal Irena?
"Ma, Irena difitnah! Dia nggak bakalan mungkin mencelakai Tommy!", kata Tommy berusaha meyakinkan sang mama.
"Mana ada penjahat yang mau mengaku, penjahat mengaku penjara penuh. Jelas saja dia bisa bertingkah seperti itu, dia saja tidak dididik sama orang tuanya."
"Mama!"
Papa Tommy langsung membentak kala sang istri sudah berkata keterlaluan. "Mama nggak sepantasnya bicara seperti itu!"
Rizky hanya bisa mengepalkan kedua tangannya, setelahnya ia memilih keluar dari ruang rawat.
Jennessa, Bondan, Ambar, dan Zavier memilih menyusul Rizky.
Melihat teman-temannya keluar ruangan, Tommy menatap geram mamanya. "Mama berbicara sembarangan! Mama nggak tau gimana keadaan yang sebenarnya. Dengerin Tommy baik-baik, Ma. Irena bukanlah pelaku penusukan Tommy. Justru di malam itu dia yang datang menyelamatkan Tommy. Seandainya Irena datang terlambat, mungkin Tommy sudah ditimbun tanah sekarang!"Mata Tommy berkaca-kaca. Tak sampai disitu, pemuda itu berusaha menjelaskan segalanya kepada sang mama. "Dan soal di video Irena megang pisau, itu karena Tommy yang minta. Dalam kondisi setengah sadar, Tommy kesakitan karena pisau itu. Tommy minta Irena cabut pisaunya. Setelah itu Tommy nggak ingat apa-apa."
Mama Tommy nampak diam, sama halnya dengan Yura. Gadis itu juga tetap percaya jika Irena pelakunya, tapi setelah mendengar penjelasan Tommy, keyakinan Yura jika Irena adalah pelakunya mulai goyah. Yura merasa telah berbuat kesalahan fatal sebab menuduh Irena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rizky & Irena
Ficção AdolescenteYang Irena tahu, setiap orang memiliki kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Dan, kesempatan berubah itu tidak hanya berlaku bagi orang-orang tertentu, perubahan bisa terjadi pada semua orang, termasuk sahabat masa kecilnya Rizk...