45. Menjadi Tersangka

75 9 3
                                    

Irena sama sekali tak bisa menghentikan laju air matanya. Matanya pun hanya bisa menatap tangannya yang berdarah dan tubuh Tommy yang tak berdaya dengan luka tikaman didadanya secara bergantian.

Irena saat ini berada di dalam mobil ambulans. Para warga yang tadinya melihat kejadian mengerikan itu langsung menghubungi salah satu pihak rumah sakit agar ambulans bisa langsung menjemput di lokasi kejadian.

Dalam hati Irena tak putus memberi dia pada Tommy, agar sahabatnya itu masih bisa terselamatkan. Tak Pernah sama sekali terbayang didalam benak Irena bahwa semuanya akan berakhir seperti saat ini.

Ambulans sudah berhenti tepat didepan rumah sakit kota. Dengan sigap para perawat mengambil bankar dan mengangkat tubuh Tommy dengan hati-hati dan membawanya masuk ke dalam rumah sakit agar dapat ditangani dengan segera oleh dokter.

Irena hanya mampu melangkah gontai. Sungguh, kejadian beberapa saat yang lalu benar-benar menguras emosinya. Dari saat ia menemui Tommy dalam keadaan bersimbah darah, mencabut pisau dari dada Tommy, hingga berakhir membuat Tommy makin lemah tak sadarkan diri.

"Gue...." Kata itu tak dapat Irena lanjutkan. Ia hanya bisa melihat tangannya, darah Tommy ada disana. Ia ingat bagaimana tangan itu yang mencabut pisau dari dada Tommy.

"Ya Allah, aku harus bagaimana?"

****

"Mana mungkin gue bisa tenang, Bar! Tommy masuk rumah sakit!"

Yura sama sekali tak bisa ditenangkan oleh Ambar. Yura terus saja menangis. Pikirannya melayang pada kondisi Tommy saat ini.

Rizky, Bondan, Zavier, Ambar, dan Yura benar-benar diselimuti pikiran kalut sekarang.

Yura bergerak tak tenang, ia hanya mau melihat Tommy sekarang, hanya Tommy.

Setelah bertanya pada perawat, mereka bergegas menuju ke ruang perawatan Tommy yang masih tertutup rapat. Rupanya dokter masih berusaha menanganinya.

Tapi, mereka dibuat terkejut saat mereka mendapati Irena menangis bersandar pada pintu ruang rawat Tommy. Bahkan, pakaian dan tangan gadis itu sudah dipenuhi bercak darah.

Pemikiran dan usaha untuk merasa tenang sama sekali sudah menghilang dalam diri Yura. Ia mendekati Irena dan menatap Irena dengan pandangannya yang memburam. "Na, apa yang terjadi sama Tommy? Jelasin, Na...gue nggak bisa tenang..."

Irena hanya diam, matanya terus saja mengeluarkan air mata dan tatapannya hampa. Ia sama sekali tak kuasa menjawab pertanyaan Yura. Kekuatannya hilang entah kemana.

Kriet!

Pandangan mereka semua tertuju pada dokter yang baru saja keluar dari ruang rawat Tommy.

"Dokter, bagaimana keadaan Tommy, dok?!", Yura berujar histeris.

Nampak dokter itu menghembuskan napas panjang. "Tommy dalam keadaan kritis. Akibat luka tikaman didadanya Tommy kehilangan banyak darah, dan luka tikaman itu juga cukup dalam. Untuk itulah kami perlu mengecek persediaan darah yang sesuai dengan golongan darah Tommy. Saya permisi dulu."

Dokter itu berlalu setelah memberi penjelasan kepada Yura dan yang lainnya. Yura jatuh berlutut sembari menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Sampai Tommy dikatakan dalam kondisi membaik, Yura tak akan bisa tenang.

Irena duduk terdiam dengan air mata bercucuran. Kejadian yang Tommy alami terputar begitu jelas dan berulang didalam ingatannya.

Rizky yang sangat penasaran tentang apa yang menimpa Tommy segera mendekati Irena. "Na...." Rizky memanggil Irena dengan nada pelan. Irena sendiri masih belum bergeming. Gadis itu memilih diam membisu.

Rizky & IrenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang