22. Sebuah Janji

95 8 0
                                    



Rizky nampak menatap Irena yang tak sadarkan diri dengan perasaan bersalah. Karena perbuatannya, Irena dalam kondisi tak begitu baik saat ini.

Orang tua Rizky datang dengan wajah sangat khawatir. Setelah Rizky menghubungi mereka dan memberitahu bahwa Irena dalam kondisi tak sadarkan diri, seketika kedua orang tua Rizky langsung pulang.

Beberapa menit setelah kepulangan orang tua Rizky, dokter pun telah tiba. Irena segera ia periksa keadaannya. Rizky beserta kedua orang tuanya menunggu dengan harap-harap cemas.

Mereka berdoa, agar Irena tidak berada dalam kondisi yang buruk. Mendengar Irena pingsan saja sudah membuat jantung mereka serasa mau copot.

"Bagaimana keadaan Irena, dok?", tanya Rafi--ayah Rizky.

Dokter itu nampak menatap Irena dan keluarga Rizky secara bergantian. "Irena sudah tak apa-apa. Dia pingsan karena syok kejadian yang mungkin dia lihat. Apa ada kejadian tak mengenakkan yang terjadi sebelumnya?"

Rizky memandang Irena dengan mata sendu. "Tadi Irena melihat saya di kolam renang, dok. Dia pikir saya tenggelam, tapi saya hanya menyelam, dok."

Rafi dan Rima, memandangi Rizky dengan pandangan aneh. "Untuk apa kamu menyelam malam-malam seperti ini?", tanya Rima dengan wajah panik.

Rizky terdiam sejenak, lalu akhirnya ia memilih menjawab pertanyaan Rima. "Rizky tadi mau berenang, karena panas. Rizky baru saja menyelam dan, Irena lihat," dusta Rizky pada Rima.

Rafi mengusap wajahnya. "Yasudah, intinya Irena baik-baik saja sekarang."

Dokter itu nampak mengerutkan kening. "Apakah Irena memiliki phobia pada kolam, kedalaman air atau semacamnya?"

Rizky sontak menggeleng. "Tidak, dokter. Tadi saja Irena turun ke kolam dan membawa saya ke pinggir, mungkin karena mengira saya tenggelam."

"Baiklah kalau begitu." Dokter itu langsung mengemasi peralatannya. "Kalau begitu saya pamit pak, bu."

"Mari dok kami antar." Rafi dan Rima mengantarkan dokter keluar, dan tinggallah Rizky seorang diri.

Rizky mengusap kepalanya dengan frustasi. "Apa yang gue nggak tau tentang lo, Na?" Rizky berujar lemah.

Diraihnya tangan Irena dan menggenggamnya erat. "Maafin perbuatan gue yang buat lo sampai syok. Gue nggak ada maksud nyakitin lo, Na."

Rizky menguatkan genggamannya pada tangan Irena. Ketakutannya makin besar saja, Irena belum membuka kedua matanya.

Rafi dan Rima akhirnya telah masuk kembali. Rima lalu mendekati Irena. "Ya Allah, pakaiannya basah dan belum sampai diganti. Kalian keluarlah dulu, mama mau ganti pakaian Irena."

Rafi dan Rizky pun keluar kamar, membiarkan Rima mengurus Irena.

Diluar kamar, Rizky tak henti menghanturkan kata maaf dari bibirnya. Kalau sampai terjadi sesuatu pada Irena setelah insiden ini, Rizky tak bisa memaafkan dirinya sendiri.

"Rizky," panggil Rafi dengan suara berat.

"Iya, pah?", balas Rizky dengan suara lemah.

"Papa harap, kamu dan Irena bisa saling menjaga. Jangan sampai kalian ditimpa hal yang buruk. Kalau sampai hal itu terjadi, papa tidak tau bagaimana memberi pertanggungjawaban atas hal buruk itu."

Kepala Rizky mendongak keatas, menghalau laju air matanya. Setelahnya ia menangguki ucapan Rafi. "Iya, pah. Rizky akan jaga Irena, seperti Irena yang selalu menjaga Rizky sampai sekarang."

Berulang kali Rizky merapalkan janji itu, jangan sampai ia melupakannya.

*****

Irena meringis pelan saat ia melihat pintu kelasnya sudah tertutup.

Rizky & IrenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang