Rizky nampak mengerutkan kening beberapa kali. Ia juga sedikit kesal dengan aparat kepolisian yang tadinya sempat menolak memperlihatkan video bukti itu kepadanya. Tapi pada akhirnya Rizky berhasil melihatnya sendiri, walaupun ia tak bisa mendapatkan video itu.
"Gue yakin, video itu pasti diedit!", ujar Rizky keukeuh.
Kepala Rizky mengangguk yakin. "Dan juga, itu cuma satu video, dan Irena bisa ditangkap dengan begitu mudah? Sementara polisi masih bisa mencari bukti lain." Mata Rizky kontan membulat. "Apa ini...jebakan?"
Dengan cepat Rizky merogoh saku celananya. Tangannya bergerak lincah mencari kontak seseorang.
"Halo? Jennessa? Hari ini gue mau ketemu lo, gue mau bahas soal Irena."
***
Yura memandangi Tommy yang masih memejamkan mata. Entah sampai kapan Yura harus menunggu kekasihnya itu mau membuka mata, dan memanggilnya dengan nama kesayangan seperti sedia kala.
Dalam hati Yura bersyukur, Tommy sudah melewati masa kritisnya. Sejak kemarin malam pikiran Yura sudah sangat kalut, sebab Tommy masih dalam keadaan kritis. Tapi syukurlah, sekarang semuanya akan baik-baik saja. Yura hanya perlu bersabar agar Tommy kembali membuka mata dan pilih dari kondisinya.
Sejak Tommy dinyatakan melewati masa kritis, Yura menjaga Tommy hingga gadis itu sendiri kurang tidur. Kedua orang tua Tommy sudah meminta Yura untuk pulang dan beristirahat, tapi gadis itu menolak.
Ia hanya ingin saat Tommy membuka matanya pertama kali, Yura ingin Tommy melihatnya.
"Yura..."
Yura berbalik, dan mendapati Putri, Ambar, Zavier, dan Bondan masuk ke ruang rawat itu.
"Gue bawa makanan, gue ingat dari kemarin lo belum makan. Jadi gue beliin buat lo." Putri menyodorkan makanan itu kearah Yura. Yura malah menggelengkan kepala. "Gue belum lapar, Put."
Nampak Zavier menghembuskan napas pendek. "Kami tau dari kemarin malam lo belum makan. Kami tau lo khawatir sama Tommy, tapi jangan buat diri lo ikutan sakit. Kalau lo sakit, gimana ceritanya lo bisa urusin Tommy?"
Yura nampak terdiam, hingga akhirnya ia dengan senyum tipisnya meraih kantung berisi makanan dari Putri.
"Yaudah, kita makan disini aja, hitung-hitung jagain si Tommy juga." Bondan berujar. Pemuda itu lalu duduk di sofa, diikuti Zavier, Ambar, dan Putri.
Dalam hening mereka menyantap makanan. Berusaha meminimalisir kebisingan dan kegaduhan agar bisa menjaga suasana tenang.
Mata Bondan nampak menajam, saat ia mendapati sosok Putri yang menyantap makanan, sembari mengarahkan fokusnya kearah Tommy yang terbaring diatas tempat tidur. Mata Bondan memicing, berusaha menerjemahkan arti tatapan Putri yang dinilainya sangatlah mencurigakan itu.
Sadar Putri membalas tatapannya, reflek Bondan membuang pandangan. Apa Putri memergokinya?
"Kok lo liatin gue, Bon? Ada yang salah sama penampilan gue?", tanya Putri dengan senyum geli.
"Resek amat nih cewek!", umpat Bondan dalam hati.
Jelas saja pertanyaan Putri itu mengundang perhatian yang lain.
"Nggak usah geer deh, Put! Daripada gue liatin lo, mending gue liatin Ambar!", seloroh Bondan spontan membuat Ambar tersedak makanannya sendiri.
Suasana kembali hening. Mereka pun kembali melanjutkan aktivitas makan mereka hingga makanan mereka habis tak bersisa.
"Eh, ngomong-ngomong si Rizky kemana? Tumben dia nggak kesini," ujar Ambar dengan wajah heran.
"Katanya sih, dia mau nengokin Irena dulu." Zavier menjawab.
Putri nampak menunduk. "Kok segitunya Rizky ke Irena? Irena 'kan udah celakain Tommy."
Yura yang sedari terdiam mendengar itu, mengepalkan kedua tangannya. "Kalian nggak usah sebut nama Irena didepan gue!"
Terkejut, satu kata yang mengekspresikan keadaan mereka saat ini.
"Kok lo ngomong gitu sih, Ra? Belum tentu 'kan Irena pelakunya?!" Ambar berteriak marah.
Yura tersenyum remeh. "Dia udah masuk penjara karena perbuatannya nyelakain Tommy! Dia nyelakain teman dia sendiri! Terus lo masih mau belain dia?!"
Rahang Ambar mengeras. "Gue nggak nyangka, ternyata lo gampang banget ditipu kayak gini!"
"Apa maksud lo Tommy yang hampir sekarat juga itu tipuan?!"
Sadar kondisinya sudah lagi tak kondusif, Zavier dan Bondan kompak membawa Ambar keluar dari kamar rawat Tommy.
Kini, tersisalah Putri dan Yura. Yura nampak jatuh terduduk lemas diatas kursi. Air matanya tumpah. Putri mendekat dan mengusap pelan pundak Yura. "Gue tau gimana perasaan lo. Gue ngerti banget. Gue juga nggak nyangka Irena tega ngelakuin semua ini."
Yura makin terisak. "Gue bahkan nggak pernah ngebayangin Irena bakal ngelakuin hal buruk ke Tommy. Mereka itu sahabatan, dan dia tega mau ngebunuh Tommy. Gue mau Irena bisa mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Dia udah keterlaluan."
Putri terus mengusap pundak Yura. Dan tak lupa, pandangan menghunus Putri tertuju kepada sosok Tommy.
Sepertinya menarik jika ia melakukan sesuatu.
Senyum iblisnya perlahan muncul diwajahnya.
***
"Rizky!"
Jennessa melambaikan tangannya ke arah Rizky yang ternyata sudah menunggunya. Gadis itu melepas topi hitam yang dipakainya. Ia mengambil posisi duduk tepat dihadapan Rizky.
"Lo nemu bukti apa soal Irena?", tanya Jennessa penasaran.
"Gue nggak berhasil bawa bukti yang gue liat itu ke hadapan lo. Tapi, gue udah liat bukti rekaman video kejadian itu."
Sebelah alis Jennessa nampak terangkat. "Ceritain ke gue, apa yang lo liat!"
Rizky menekankan mata. "Di video itu, gue liat Irena sama Tommy. Irena keliatan kaget banget pas di video itu. Habis itu, Irena bantu mapah si Tommy. Terus, gue liat Irena nyabut pisau itu dari badannya Tommy. Si Tommy pun ambruk, terus nggak sadarkan diri. Cuma itu yang gue liat."
Kening Jennessa mengatur dalam. Ia berusaha menganalisa cerita Rizky sehubungan video yang dilihatnya itu.
"Hmm, dikepala gue muncul banyak kemungkinan, sih."
"Kemungkinan?", beo Rizky.
"Iya. Yang lo liat, Irena keliatan kaget pas liat Tommy, 'kan? Terus, sejak awal, lo nggak cerita kalau Irena yang nikam Tommy. Yang lo liat, Irena ngebantu Tommy, habis itu lo liat Irena nyabut pisau yang ada dibadan Tommy. Tommy ambruk dan nggak sadarkan diri. Gitu 'kan? Perkiraan awal gue, itu video diedit, deh. Ada bagian video yang dihilangin."
Rizky mengangguk membenarkan. "Lo bener, Jen. Dari awal gue emang sempat mikir itu video diedit. Yang lebih anehnya lagi, video itu diterima pihak kepolisian dari orang yang nggak mau disebutin identitasnya, dan dengan semudah itu polisi percaya Irena pelakunya, dan langsung nahan dia. Pihak polisi nggak nyari bukti lain, kayak pisau itu, bahkan pihak kepolisian juga nggak ngecek rekaman CCTV di tempat kejadian. Dari bukti yang belum tentu akurat ternyata sanggup nyeret Irena masuk.penjara. Dan gue nggak terima ini."
Mata Jennessa nampak berbinar. "Ky, kita bisa ngecek rekaman CCTV di tempat kejadian! Dan barang bukti pisau, kita bisa cari lagi, kalau memang pihak kepolisian belum nemu."
"Iya, lo benar! Pokoknya, kasus ini harus segera terungkap, biar Irena cepat bebas. Dan soal yang ngelaporin kasus ini, gue beneran penasaran siapa pelakunya!"
"Oke, kita bakalan ke tempat kejadian besok." Jennessa berujar dengan tegas.
*****
Hai, terima kasih sudah mampir ke cerita Rizky dan Irena
Jangan lupa vote dan komentarnya
Salam hangat,
Dhelsaarora
KAMU SEDANG MEMBACA
Rizky & Irena
Fiksi RemajaYang Irena tahu, setiap orang memiliki kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Dan, kesempatan berubah itu tidak hanya berlaku bagi orang-orang tertentu, perubahan bisa terjadi pada semua orang, termasuk sahabat masa kecilnya Rizk...