30. Pengakuan Rasa

87 9 2
                                    

Wajah Rizky nampak dingin, indikasi yang menandakan bahwa pemuda itu sedang memendam amarah.

Bahkan Bondan dan Ambar tak sanggup berbicara pada Rizky, mereka takut.

"Ih, ini pawangnya Rizky kemana, sih? Udah lama kagak nongol-nongol!", celetuk Ambar yang langsung diangguki oleh Bondan.

"Iya, gue ngeri liat Rizky kayak gitu. Gara-gara dua cewek rempong, tuh," seloroh Bondan, mendapat raut wajah menyebalkan dari Ambar.

"Rempong-rempong gitu, salah satu dari mereka juga gebetan lo, kali." Ambar menyindir Bondan, karena gadis yang Bondan sebut rempong salah satunya adalah Jennessa, orang yang ia sukai saat ini.

Bondan hanya cengengesan, sedangkan Ambar memutar kedua bola matanya malas.

"Tuh cewek berdua lama-lama kebanyakan drama, deh. Nggak nyangka juga gue si Putri yang keliatan kalem bisa se-bar-bar itu kalo lagi berantem sama Jennessa. Apalagi si Jennessa, gampang banget suka sama Rizky. Pesona Rizky apa emangnya?"

Ambar tidak sadar dengan ucapannya, hingga Rizky memperhatikannya dengan wajah datar, hingga senyum kikuk Ambar terbentuk. Rasanya Bondan ingin menertawai Ambar sekeras-kerasnya sekarang.

Wajah Rizky kian terlihat kesal, saat kedua gadis yang menjadi sumber kekesalannya, Jennessa dan Putri masuk ke kelas dan menemuinya.

"Percaya sama gue, Ky. Jennessa bukan cewek yang baik buat lo!", sungut Putri dengan mata berkilat tajam.

Rizky benar-benar muak. Kedua gadis ini yang menciptakan drama, dan menyeretnya masuk. Sungguh rasanya jika bisa, Rizky tak mau berurusan dengan kedua gadis yang menurutnya menyebalkan itu.

"Mending lo berdua keluar dari sini, jangan buat kacau!", sentak Rizky dengan pandangan dingin. Jennessa dan Putri diam dengan wajah gelisah. Hingga pada akhirnya, kedua gadis itu kembali melangkah gontai keluar kelas.

Rizky menghela napasnya, ada sosok lain yang ia tunggu di balik pintu. "Irena, lo dimana?"

*****

Dengan hati-hati Tommy membantu Irena turun dari atas mobilnya, dan menuntun gadis itu masuk ke dalam rumah.

Hari ini Tommy memutuskan untuk bolos, dan mengantarkan Irena pulang setelah meminta surat izin sakit kepada guru BP.

Soal Yura, yang juga sekelas dengan Tommy, gadis itu sempat kesal sebab Tommy enggan minta izin kepada guru yang akan mengajar di kelas mereka. Jadilah, Yura yang harus memintakan izin untuk Tommy, agar kekasihnya itu tak lagi mendapat masalah.

Irena dengan wajah pucat berusaha berdiri tegar diatas kedua kakinya. Hari ini ia benar-benar membuat Yura dan Tommy kerepotan.

"Maaf yah Tom, gue bikin lo sama Yura kerepotan gara-gara ngurusin gue," ujar Irena tak enak hati.

Tommy tersenyum sendu. "Na, nggak ada yang kerepotan. Gue sama Yura sama sekali nggak ngerasa direpotin, kok."

Irena menundukkan kepalanya. "Makasih yah Tommy."

Setelahnya hanya diam yang menguasai. Tommy membantu Irena agar bisa berbaring nyaman di tempat tidurnya.

"Tom..." Irena memanggil dengan suara lirih.

"Kenapa?"

Irena menghembuskan napas panjang. "Ada sesuatu yang mau gue bilang sama lo, gueau ngaku hal yang selama inu gue tutupin dari lo. Gue mau jujur, Tom."

Tommy menarik sebuah kursi dan duduk disebelah tempat tidur Irena. "Apa yang mau lo akuin, Na?"

Lagi-lagi, air mata Irena tumpah. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Napasnya memburu. "Gu, gue...."

Rizky & IrenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang