57. Bebas, lalu Berbalik Arah

115 7 6
                                    

Air mata haru Irena kembali menetes. Setelah beberapa waktu ia memakai baju tahanan selama mendekam di penjara, kini ia bisa menghirup udara bebas.

"Lo yakin mau ketemu sama Putri?" Entah sudah berapa kali Ambar mempertanyakan hal itu kepada Irena.

Respon Irena tetap sama, ia mau bertemu Putri. Ia perlu bicara dengan gadis itu.

Usai berganti pakaian, Irena bergegas bertemu Putri. "Ambar, lo tungguin gue aja. Gue mau bicara empat mata sama Putri."

Menghela napas pasrah, Ambar membiarkan Irena menemui Putri seorang diri.

Mata Irena nampak menajam saat melihat Putri menangis meringkuk di sel tahanan.

"Putri!"

Putri nampak tersentak saat suara yang cukup nyaring itu terdengar oleh indra pendengarannya. Putri langsing berdiri dan menghampiri Irena.

Kedua gadis itu memilih diam, dan melempar tatapan satu sama lain.

"Kenapa?", tanya Irena mengepalkan kedua tangannya keras-keras. "Apa salah gue sama lo?"

Putri menundukkan kepalanya, enggan menatap Irena yang masih menunggu jawabannya.

Irena lalu memukul pintu sel itu, mengakibatkan tubuh Putri mundur beberapa langkah karena kaget. "JAWAB GUE, PUTRI!!!!"

Putri nampak terisak. "Maafin gue, Na..."

Irena menatap Putri tajam dengan air mata berlinang. "Salah gue apa, Put? Apa gue nyakitin lo?"

Putri meraih tangan Irena, lalu menggenggamnya pelan. "Gue minta maaf. Gue tega ngejebak lo." Masih menggenggam tangan Irena, Putri lalu menjelaskan. "Gue ngelakuin semua ini karena gue yang terlalu cinta sama sahabat lo, Rizky. Gue pikir, setelah Tommy gue singkirin, gue harap Rizky normal dan bisa ngelirik gue. Tapi gue baru ingat, masih ada lo yang benar-benar dekat sama Rizky. Awalnya gue pikir lo bukan penghalang supaya gue bisa sama Rizky, karena Rizky suka sama Tommy. Di awal, gue nggak mau ngelibatin lo. Tapi saat tau lo suka Rizky, saat itu juga gue menganggap lo rival. Maafin gue, Na..."

Kepala Irena menggeleng tidak percaya. "Putri, dengerin gue, pasang telinga lo baik-baik!", bentak Irena. "Meskipun gue suka sama Rizky, sampai kapanpun gue nggak akan menghalangi dia dekat sama siapapun. Dan kenyataannya, Rizky nggak suka gue. Soal lo yang mencelakai Tommy, gue sama sekali nggak bisa terima itu! Bukan salah dia kalau Rizky suka sama dia! Lo tau sendiri Tommy cinta banget sama Yura."

Napas Irena memburu. Kali ini ia yang menggenggam kuat tangan Putri. "Gue harap, setelah kejadian ini lo bisa merenung, kesalahan lo ini benar-benar fatal! Gue nggak masalah lo udah memasukkan gue ke penjara, tapi gue nggak terima lo sakiti Tommy! Lo nggak mikir ketika lo sakiti Tommy, itu artinya lo sakiti Rizky juga?!"

Tangis Putri makin pecah. Tubuhnya merosot jatuh di lantai. Genggamannya pada Irena perlahan terlepas. Irena mengusap kasar air matanya.

Tak mau menderita sesak berada disana, Irena memilih pergi. Putri tentunya akan merenungi kesalahannya di dalam sel tahanan.

***

"Tommy!"

Irena berlari saat ia melihat Tommy berdiri menyambutnya di depan kantor polisi. Ia langsung memeluk sahabatnya itu.

"Lo gimana kabarnya, Tom?", tanya Irena memperhatikan Tommy. Tommy yang mendengar itu langsung menjitak kepala Irena dengan pelan. "Lo nanyain gue? Lo sendiri gimana, Na? Badan lo udah kurus begini, lo nggak makan selama di penjara?!"

Irena tertawa pelan. "Iya nih, Tom! Di penjara nggak kayak di rumah lo sama di rumah Rizky, masakan mama kalian enak- enak. He he!"

Tanpa Irena duga, Yura berlari dan langsung memeluknya. "Gue minta maaf, Na...Selama lo dipenjara gue masih kebencian buat lo. Gue nyesel Na, gue nyesel nggak percaya sama temen gue sendiri..."

Irena tidak kaget dengan pengakuan Yura itu. Hal itu wajar baginya, karena ia tahu betul bagaimana besarnya kepedulian Yura kepada Tommy.

Tapi yang membuat Irena terkejut, mama Tommy ikut memeluknya. "Maafkan tante, nak. Tante juga membenci kamu karena kesalahpahaman ini. Tante mengatakan hal yang jahat pada kamu. Maafkan tante, nak."

Tak apa, semuanya sudah lewat. Irena hanya ingin semuanya berbahagia. Ia tak peduli ia pernah mendekam di penjara, asal kepercayaan itu kembali didapatkan, itu sudah lebih dari cukup.

"Ayo, kita ke rumah! Tante akan masak masakan yang enak buat kalian semua!", ajak Mama Tommy.

"Ayo!", kata Bondan bersemangat, membuat semuanya tertawa.

"Tante....,"kata Irena.

"Iya, nak?"

"Irena...mau ke makam ini sama ayah dulu, nanti baru nyusul ke rumah. Bolehkan, tante?", kata Irena.

"Boleh. Tapi nanti ke rumah, yah."

Kepala Irena mengangguk.pelan. Semua orang sudah melangkah pergi, dan bersiap bertolak ke rumah Tommy.

Irena nampak menghembuskan napas panjang, lalu senyum tipis itu terpatri diwajahnya. Ia berbalik badan, tapi terkejut seseorang menggenggam lembut tangannya.

"Iky?" Irena berujar dengan raut terkejut.

"Gue ikut ke makam om sama tante, boleh?", tanya Rizky.

Kepala Irena mengangguk antusias. "Boleh, ayok!"

Keduanya pun berjalan sembari bergandengan tangan.

***


Irena berjongkok di antara makam ayah dan ibunya. Dengan sigap ia mencabuti rumput liar yang tumbuh diatas tanah makam orang tuanya. Setelah itu Irena menyiram tanah makam dengan air mineral kemasan ia beli sebelumnya. Rizky nampak memperhatikan Irena dengan senyum tipisnya.

Dari dulu gadis itu tak berubah.

Yang berubah hanya perasaannya saja pada gadis itu.

Rizky ikut berjongkok dekat Irena.

Tangan Irena menyentuh kedua nisan orang tuanya. Rasa hangat itu seketika hadir, seolah-olah orang tuanya ada bersamanya.

Kedua mata Irena terpejam. Ia memendam kalimat rindu itu dalam hatinya, dengan harapan walau tak bisa Irena ucapkan dengan suara lantang rasa rindunya bisa dirasakan oleh orang tuanya.

Rizky diam memperhatikan Irena. Ia bisa lihat air mata gadis itu mengalir. Entah dorongan darimana, Rizky meletakkan telapak tangannya tepat di bawah wajah gadis itu, hingga air mata Irena jatuh tepat diatas telapak tangan Rizky.

Beberapa menit kemudian, Irena membuka kedua matanya. "Eh?" Gadis itu terkejut saat mendapati telapak tangan Rizky berada dibawah wajahnya.

"Tuh lihat, air mata lo banyak banget!", kata Rizky memperlihatkan telapak tangannya kepada Irena.

Irena tertawa. "Maaf, maaf!"

Keduanya bangkit berdiri, dan melangkah meninggalkan area pemakaman.

Rizky yang berjalan disebelah Irena menghembuskan napas berulang kali. Hari ini, ia harus bisa mengatakannya.

"Ena..." Rizky memanggil dengan nada suara yang goyah.

Irena menatap Rizky dengan penuh selidik. "Yop? Kenapa?"

Rizky berhenti, dan Irena jadi ikut berhenti melangkahkan kaki. "Ada yang harus gue bilang ke lo, sesuatu yang penting."

Irena nampak tergelak, dan tersenyum mengejek. "Emang apaan? Sok diserius-seriusin amat tuh muka."

Rizky menatap Irena lekat, membuat Irena merasakan tubuhnya merinding. "Ky, jangan liatin gue kayak gitu, dong. Ini kuburan, loh. Udah horor makin horor gegara tatapan lo itu. Ngeri!"

Tak peduli, Rizky terus menatap Irena. "Irena, gue cuma mau bilang, gue baru sadar, kalau gue..." Rizky menjeda ucapannya. Membuat Irena takut sekaligus penasaran.

"Lo kenapa, elah?! Lo liat hantu?!", kata Irena sedikit takut.

"Gue cuma mau bilang, gue baru sadar, gue suka lo, Irena! Gue sayang dan cinta sama lo!"


*****


Hai, terima kasih sudah mampir ke cerita Rizky dan Irena

Jangan lupa vote dan komentarnya

Salam hangat,
Dhelsaarora

Rizky & IrenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang