Irena bersiul-siul sembari melangkahkan kakinya menuruni tiap anak tangga.
Resiko anak kelas 11 yang ruangannya berada di lantai 2. Mau tidak mau ia harus naik turun tangga. Kalau ada lift sudah pasti pekerjaan naik turun tangga ini tidak akan Irena lakukan.
Tapi, kalau kata si Ambar naik turun tangga itu baik bagi kesehatan, hitung-hitung olahraga.
Sebaliknya bagi Irena. Naik turun tangga itu melelahkan, membuatnya cepat haus dan lapar. Ditambah lagi kalau dia datang ke sekolah tidak tepat waktu, bisa disemprot sama guru BK yang kebetulan melintas dan melihatnya.
Irena mendengus ketika ia baru saja memijakkan kakinya tepat di lantai dasar, tepatnya di koridor anak kelas 10.
Sekolah benar-benar nampak sepi sekarang.
Tak mau membuang waktu, Irena bergegas ke arah parkiran motor. Ia ingin segera pulang, perutnya sudah mulai keroncongan.
Baru saja mengeluarkan kunci motor dari saku roknya, Irena mendadak berhenti berjalan. Wajah gadis itu nampak cengo sekarang.
Seorang siswa-siswi tengah sibuk memindahkan motor vespanya yang super berat. Terlihat sekali jika keduanya nampak kesulitan memindahkan motor vespa milik Irena itu.
Irena berdehem, berhasil mengalihkan perhatian kedua orang itu. "Itu motor gue, kenapa kalian mau pindahin?"
Kompak kedua siswa itu membulatkan mata.
"Maaf, gue lagi bantuin mindahin motor vespa ini, soalnya motor temen gue susah dikeluarin." Siswi berambut panjang itu menjelaskan situasi yang sebenarnya.
"Oh, gitu. Kalian berdua minggir dulu, biar gue pindahin motor vespa gue."
Keduanya mengikuti ucapan Irena. Irena kemudian mengarahkan motornya ke lahan parkir yang kosong. Dengan sekali tarik dan tak menggunakan tenaga yang besar, Irena sudah berhasil memindahkan motor vespanya yang sangat berat.
Kedua siswa itu sampai kaget sekaligus takjub dibuatnya.
"Nah, sekarang lo bisa ambil motor lo," ujar Irena.
"Makasih, yah," ujar salah satu siswa itu tersenyum tipis.
"Iya, sama-sama."
Kedua siswa itu sudah bersiap pulang.
Seperginya kedua siswa itu, pandangan Irena tetap terkunci dengam salah satu dari mereka.
Wajah itu cukup familiar dimata Irena.
Siapa siswa itu sebenarnya ? Apakah Irena harus cari tahu?
*****
"Assalamu 'alaikum! Irena!"
Irena yang sedang duduk sembari memakan cemilan di ruang tamu bangkit dari duduknya.
Secepatnya ia melangkah kr arah pintu.
"Wa'alaikumussalam!"
Cklek
Pintu rumah Irena terbuka, menampilkan sosok Ambar dengan wajah masam disana.
Tanpa dipersilahkan masuk oleh Irena, Ambar segera duduk di sofa ruang tamu. Irena hanya menggelengkan kepala pelan, lalu kembali menutup pintu rumahnya.
"Kenapa lagi, lo? Boncel lagi?", tanya Irena tepat sasaran, wajah Ambar makin masam saja dibuatnya.
Kedua tangan Ambar terlipat didepan dada. "Iya! Tuh cowok nggak ada peka-pekanya sama perasaan gue!"
Irena duduk disebelah Ambar. "Gimana dia mau peka?! Dia aja nggak tau gimana perasaan lo, lo juga kagak kasih tau perasaan lo ke dia. Jadi siapa yang salah?"
"Ihhh, jelas Bondan-lah yang salah! Jadi cowok nggak pekaan! Tega banget manas-manasin gue dengan cerita soal gebetan barunya itu! Sebel gue, SEBEEEELL!!!!" Ambar sudah menggigiti bantal sofa dengan sangat kesal.
"Emang bener sih soal cewek selalu benar," ujar Irena, membuat Ambar mendelik makin kesal.
"Terus gue harus gimana nih, Na?", tanya Ambar dengan raut minta dikasihani.
Irena menghembuskan napas panjang. "Yah kalo lo berani lo kasih tau aja si Boncel soal perasaan lo. Gitu amat kok rempong."
"Se-enteng itu lo ngomongnya? Ogah banget kalo gue yang ngaku duluan!"
"Ya terus mau lo gimana? Lo kayaknya udah nggak bisa nahan perasaan lo lebih lama, dan juga, jangan pake gengsi lo kalo kecemburuan lo sampai tahap stadium akhir."
"Akh! Gak tau dah gue! Yang pasti, gebetan Bondan itu cantik banget, Na. Kalo urusan daya saing gue pasti udah kalah. Dan sialnya tuh cewek pindah sekolah di sekolah kita." Bahu Ambar merosot lemah. Membayangkannya saja ia sudah sakit hati.
Disisi lain, Irena mulai penasaran dengan gebetan Bondan yang dimaksud oleh Ambar. "Si doi kapan pindah ke sekolah kita?", tanya Irena.
"Hmm, kayaknya baru dua hari yang lalu, deh," ujar Ambar lemah.
Pikiran Irena tiba-tiba melayang pada dua sosok siswa yang ia temui itu, sosok yang sama sekali belum Irena lihat sama sekali di sekolah sebelumnya.
Dua siswa yang tak sengaja bertabrakan dengannya saat Putri mengajaknya ke kantin, dan juga dua siswa yang ia bantu agar motornya bisa keluar dari parkiran motor tadi.
"Besok lo kasih liat gue yang mana orangnya. Penasaran juga gue siapa gebetan si Boncel."
*****
"Rena, Ambar, ke kantin bareng gue, yok! Sekalian gue mau curhat soal someone!"
Ucapan Bondan membuat perasaan Ambar makin panas saja. Tidak tahukah pemuda itu jika umpatan Ambar sudah berada diujung lidahnya?
Irena malah menggelengkan kepala. "Maaf yah, Boncel. Hari ini gue sama Ambar gak bisa. Kami mau...." Irena tak bisa melanjutkan ucapannya, ia malah menyenggol lengan Ambar.
Ambar yang langsung memahaminya segera membalas ucapan Bondan. "Gue sama Irena mau girl's time, jadi gak akan ada lo bareng kita. Lo sama si Rizky aja, sana! Shuh!" Ambar menggerakkan salah satu tangannya dengan gestur mengusir, jadinya Bondan menjadi keki seketika.
Tanpa memedulikan Bondan yang sudah cemberut, kedua gadis itu segera berlu dengan gerak terburu-buru. Ambar memiliki misi untuk menuntaskan rasa penasaran Irena.
"Lo tau gak si doi kelas berapa?", tanya Irena dengan suara pelan.
"Lo ikut aja sama gue, gue tau jam istirahat gini dia sering banget makan sama temen cowoknya yang mukanya ganteng itu."
Irena pasrah saja saat Ambar menarik tangannya guna mengikuti langkah gadis itu.
Dijamin, setelah ini keinginan Ambar punya body goals macam eonnie Korea akan segera terjadi.
Ambar menghentikan langkah, ia lalu menarik tangan Irena untuk ikut bersembunyi bersamanya, dibalik dinding.
"Wah, wah! Jiwa stalker lo benar-benar kepake buat ngintai mereka."
"Ssttt, diem dulu, Na. Gue penasaran tuh cewek nyebelin ngomong apa sama temennya."
Tangan Irena meraup wajah Ambar. "Yee, lo kirain pendengaran lo setajam apa sampau lo bisa dengerin mereka ngomong? Jarak tempat kita ngumpet sama mereka lumayan jauh."
Ambar tak lagi sibuk membalas ocehan Irena. Ia malah sibuk menatap siswi berwajah cantik itu tengah menyuapkan makanan kemulutnya. Dan Irena sendiri, ia malah sibuk memperhatikan siswa yang tengah duduk bersama siswi itu.
Ternyata dugaannya benar, kedua orang itu adalah orang yang sama seperti apa yang Irena pikirkan.
Otak Irena berpikir keras, siapa siswa pemilik wajah familiar itu. Apa itu datang dari masa lalunya?
*****
Hai, terima kasih sudah mampir ke cerita Rizky dan Irena
Jangan lupa vote dan komentarnya
Salam hangat,
Dhelsaarora
KAMU SEDANG MEMBACA
Rizky & Irena
Ficção AdolescenteYang Irena tahu, setiap orang memiliki kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Dan, kesempatan berubah itu tidak hanya berlaku bagi orang-orang tertentu, perubahan bisa terjadi pada semua orang, termasuk sahabat masa kecilnya Rizk...