Hari ini masih sama seperti hari hari sebelumnya. Vandra masih menjadi pusat perhatian mungkin ini lebih parah karena bukan hanya melirik atau memperhatikan saja tapi mereka secara terang terangan memberikan tatapan tajam kepada Vandra. Aneh memang, Vandra merasa tidak melakukan kesalahan lagi. Tapi kalau ini masih soal pingsannya Vandra dan soal Elvan yang menolong Vandra itu semua bukan salah Vandra. Dia tidak pernah menginginkan untuk pingsan apalagi sampai di tolong Elvan.
Dan soal kejadian kemarin Vandra masih belum sempat mengucapkan terima kasih kepada Elvan. Setelah mengantar Vandra sampai depan rumah, Elvan langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun bahkan untuk sekedar tersenyum pun tidak. Hutang Vandra kepada Elvan jadi bertambah. Menolong sewaktu pingsan dan mengantar pulang walau bukan Vandra yang meminta.
Vandra melanjutkan langkahnya menuju kelas. Namun, tatapan matanya tertuju pada Ari yang sedang memunguti buku buku yang berserakan di lantai. Mungkin karena Ari terlalu banyak membawa buku hingga buku itu berjatuhan. Vandra melangkahkan kakinya menghampiri Ari dengan niat membantu. Vandra langsung berjongkok dan ikut memunguti buku buku. Ari mendongak menatap Vandra yang langsung di balas Vandra dengan senyuman.
” sini aku bantu kak.” Vandra mengambil kembali buku yang sebelumnya telah diambil Ari.
” mau di bawa kemana kak?” tanya Vandra setelah sekian lama Ari hanya menatapnya.
” perpustakaan,” jawab Ari singkat.
Vandra mengangguk lalu berjalan menaiki tangga menuju perpustakaan dan diikuti oleh Ari. Sampai di perpustakaan rupanya telah ada seorang guru yang sudah menunggu kedatangan Ari.
” bukunya taruh di atas meja dulu. Makasih ya udah bantu ibu,” ucap guru tersebut.
” sama sama bu. Kalau begitu saya permisi dulu.”
” Ari, ibu lihat nilai nilai kamu semuanya bagus. Kalau bisa terus pertahankan dan tingkatkan supaya nanti kamu bisa dapat beasiswa.”
Ari mengangguk. ”saya usahakan Bu, permisi.”
Vandra baru tahu di balik sikap Ari yang galak ternyata dia adalah seorang yang pintar. Vandra salut pada Ari yang terlihat biasa saja tidak menyombongkan kepintarannya di depan orang orang. Seperti cerita yang Vandra dengar tentang ari. Vandra berjalan mendahului Ari menuruni tangga. Waktu sudah semakin siang dan dia harus segera masuk ke kelas sebelum bel masuk berbunyi.
” hei tunggu!” teriak Ari sambil berlari menuruni tangga.
Vandra berbalik lalu tersenyum kepada Ari. ” kakak bisa panggil aku Vandra.”
Ucapan Vandra membuat Ari merasa malu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
” kenapa kak?” tanya Vandra.
Ari menatap Vandra. ” gue cuma mau bilang makasih.”
” sama sama kak. Kalau gitu aku pamit ke kelas dulu.”
***
” udah lah Mel istirahat kali ini gue pengen diem aja di kelas.”
Vandra terus menolak ajakan meli untuk pergi ke kantin. Dia sedang malas saja mendapat tatapan dari orang orang. Berbeda dengan meli yang ingin tebar pesona dengan kakak kelas.
” katanya Lo pengen tahu yang namanya kak Elvan.”
” gue udah tahu.”
” hah?” meli kembali duduk di bangkunya.
” biasa aja kali.”
”kok bisa? Ketemu dimana?”
”kemarin ketemu di parkiran. Malahan gue dianterin pulang.”
Vandra mengucapkan itu dengan ekspresi biasa saja berbeda dengan meli yang menanggapi ucapan Vandra dengan mulut yang terbuka.
” Van atau jangan jangan Lo emang udah Deket sama kak elvan dan Lo sembunyiin semuanya dari gue. Atau bahkan Lo emang udah saling kenal dari dulu?” meli terus menginterogasi Vandra.
” kalau ngomong jangan suka sembarangan deh kalau kedengeran yang lain bisa bisa gue tambah di bully.”
” ya udah deh. Jadi Lo nggak mau ke kantin nih?”
” Lo aja deh gue disini aja.”
***
” Van Lo nggak kasihan apa sama anak orang?” tanya reno.
” maksud Lo?”
” cewek yang Lo tolongin kemarin pas di lapangan kan sekarang di bully.”
” terus urusannya apa sama gue?”
” woii...” Reno menoyor kepala elvan, ”dia masih anak baru masa langsung kena bully sama satu sekolah cuma gara gara di tolongin Lo apalagi kemarin Lo boncengan sama dia makin di bully ntar dia.”
Elvan tidak menanggapi lagi ucapan Reno. Dia kembali memainkan game dari ponselnya.
” Van Lo dengerin gue nggak sih?” Reno merebut paksa ponsel Elvan lalu dia sembunyikan di balik punggungnya.
” ren balikin ponsel gue. Lo kayak cewek aja tau nggak.”
Reno menggeleng. Elvan hanya menghela nafas pasrah lalu menyandarkan punggungnya pada kepala kursi. ” lagian gue cuma nolong dia ren kenapa malah jadi kayak gini sih?”
” nolong sih nolong Van tapi kemarin Lo gendong dia kayak mau dibawa ke kamar aja, mesra banget.”
” dia kan pingsan nggak mungkin gue papah dia,” Elvan menatap Reno.
Melihat reno yang sepertinya enggan mengembalikan ponselnya membuat Elvan mengiyakan permintaan Reno. Sebenarnya mau cewek itu di bully atau enggak itu sama sekali bukan urusan elvan. Dia menolong cewek itu murni karena kasihan tidak ada maksud lain dan saat kemarin di membonceng cewek itu, itu semua karena kepepet. Pak yitno sedang mengejarnya karena sudah lari dari hukuman sedangkan cewek itu terus menghalangi jalannya.
Elvan kembali bermain game setelah Reno mengembalikan ponselnya. Entah apa yang akan Elvan lakukan untuk menolong cewek itu yang terpenting sekarang dia harus menyelesaikan gamenya terlebih dahulu. Masalah yang lain akan Elvan pikirkan nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
ElVandra(Completed)
Ficțiune adolescențiApa maksud dari pertemuan kita? Vandra azkia seorang gadis remaja Yang memiliki kehidupan Yang sama seperti remaja lain. Hanya saja dia sering kali dihadapkan dengan dua pilihan yang mengharuskannya memilih. Saat SMP Vandra diharuskan memilih antara...