Hanif Abdurrauf Sjahbandi ⚽
Kembali ke kamar dengan wajah masam, masih merasa kesal saja dengan atlet taekwondo itu. Enak saja ngatain mukaku ini WC umum untuk para lalat. Sumpah kesal sekali rasanya. Kalau dia bukan sesama atlet, bukan perempuan, sudah aku sladingtackle waktu dia berdiri. Sayangnya dia sesama atlet, dia perempuan dan dia jelas lebih jago beladiri dibandingkan aku.
"Arrghhh," teriakku saat kamar ini terlalu sepi.
Semua belum kembali, Febri sedang ada urusan di bawah katanya, sementara kamar satu yang nyempil itu, kamarnya Ricky Fajrin juga masih sepi. Dia pasti lagi video call sama pacarnya di lorong pakai WiFi.
Sejenak kalimat-kalimat Cik Butet terngiang di kepalaku, tentang ramalannya aku dan Defia akan berjodoh. Ah, aku tidak percaya ramalan, tidak ada yang semacam itu, aku percaya pada garis Tuhan. Tapi ada pula tebakan manusia yang benar, mungkin tentang tebakan kapal Titanic yang sebelumnya ditulis dalam sebuah buku. Atau tentang Jayabaya yang menebak banyak hal terjadi di Indonesia. Ah sudah, Tuhan pasti punya rencana yang pasti dari sekedar tebakan umatnya. Akan aku pastikan tebakan Cik Butet itu salah.
"Ehh WC Umum," sapa Febri dan Bagas merasa sudah menang.
"Mulutmu!"
"Sensi amat, Pak. Nih kita bawain hadiah buat lu. David sudah tadi di bawah," kata Bagas memberiku secarik kertas bertuliskan nomor telepon.
Defia Rosmaniar
085xxxxxxxxxAku menatap ke arah Bagas dan Febri. Dua orang ini ternyata sama kampretnya. Bagaimana bisa mereka memberiku nomor telepon atlet taekwondo itu? Apa tidak ada yang lebih baik lagi.
"Ayo dichat!" Perintah Febri.
"Kagak!"
Asli, aku tidak mau mengirim pesan ke nomornya si gigi behel itu. Masih dendam banget aku. Bayangkan kalau kalian dibego-begoin habis itu dibilang WC umumnya para lalat, pengen bunuh yang ngomong kan pasti kan?
"Heh, itu sudah perjanjian, janji adalah hutang, hutang nggak dibayar matinya susah," kata Yama masih bernada lembut tapi menyakitkan.
"Iya, biar kaya di sinetron, Azab Pendusta Hukuman Ludo Kesandung Tiang Gawang di Makamkan Bumi Tidak Mau Menerima," seru Febri.
Dia itu selalu saja membawa-bawa sinetron, kisah nyata dan azab, aku yakin dia berlangganan TV swasta yang nayangin kisah nyata sampai 3 kali dalam sehari, sudah gitu acara dangdutnya sampai dibikin liga. Luar biasa memang si Febri ini, emak-emak banget.
"Ha ha ha," Bagas tertawa paling keras. "Ngeri."
"Mending kalau bumi tidak menerima, orang baru di bawa ke pemakaman, pemakamannya udah tutup. Ada tulisannya, tidak menerima pendusta yang sok ganteng."
Yama dan Febri itu sama saja, sama-sama korban sinetron, makanya hafal betul dia bagaimana alurnya.
"Ayo, dichat dulu!" Perintah Bagas masih sambil tertawa.
"Ya tapi nggak harus cewek yang giginya dikawat juga. Ah, mending lah yang anggunan dikit!" Protesku kesal pada mereka, tetap menyembunyikan ponselku jauh dari mereka.
"Ya mau lo siapa?"
"Ya, lo ngerti lah selera gue yang kaya apa. Kaya Maria Selena minimal."
"Ngimpi lu!" Timpuk Hansamu Yama dengan bantal di tempat tidur Febri.
![](https://img.wattpad.com/cover/163045872-288-k941795.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Wisma Atlet Love Story
Fiksi PenggemarDefia Rosmaniar Kubilang aku tidak akan punya kekasih pemain sepakbola, tuntutannya terlalu tinggi, bisa tiap hari oleng kalau harus dengar nitijen mencemooh kekasihku ketika permainannya turun. kalau boleh memilih aku ingin menjadi kekasihnya Pak I...