30. Nyonya Defia Sjahbandi

5.3K 523 61
                                    

Defia Rosmaniar 🥋

"Dik, suaminya nggak diajak masuk ke dalam sih, malah dibiarkan ada di luar!" Seru Ibu membuka pintu kamarku.

Aku memang masuk ke dalam kamar sendirian, setelah digenggam dan dicium keningnya oleh Hanif, aku tidak pernah berani menatapnya. Menatapnya hanya akan membuatku semakin membenci pernikahan ini, dan aku tidak mau banyak membenci sebab kebencian selalu melukaiku seperti hari ini.

"Kalau dia butuh istirahat juga dia nyusul ke sini, Bu," jawabku melepas beberapa atribut di kepalaku.

Resepsi masih nanti malam tapi kami perlu persiapan di sana sejak sore. Sebab merias untuk berbagai prosesi itu butuh waktu yang lama, terlebih dengan catatan kemacetan yang kian parah, kita memang harus berangkat lebih awal meski setidaknya ada waktu istirahat sejenak sampai nanti jam setengah 1.

"Dik, nggak boleh gitu ah, sudah suami kamu, perlakukan dia dengan baik."

Baiklah, jika sudah begini, aku tidak bisa menolak lagi apa maunya Ibu. Jangan jadi anak yang durhaka, sudah cukup itu saja.

Berjalan keluar, menengok ke arah ruang tamu tapi yang aku dapati justru Hanif tengah bercanda dengan teman-temannya di ruang tamu. Mau ikut menemui itu temannya Hanif semua sebab temanku bilang mau langsung jalan-jalan dulu sebelum nanti berangkat ke tempat resepsi.

Aku kembali masuk ke dalam kamar, tidak perlu diganggu jika dia masih sibuk dengan teman-temannya, toh dia bahagia-bahagia saja hari ini tanpa ada beban menjalani pernikahan ini. Dia bahkan dengan mudahnya menciumku, dan hanya mengatakan maaf dalam bahasa Inggris. Mudah sekali hidupnya dalam memiliki perempuan, mudah sekali dia menerima tanpa cinta, mudah sekali dia berbahagia.

Tidak lama, setelah tidak kudengar lagi canda tawa teman-temannya, Hanif dipaksa masuk ke dalam kamarku oleh Mamanya, maksudku Mama mertua. Katanya biar dia bisa istirahat sebentar sebelum berangkat ke tempat resepsi. 

"Ya tapi, Ma, istirahat di luar juga bisa kan?" Protesnya pada Mama tapi tidak dipedulikan, Mama malah mengunci pintu dari luar.

Hanif menghela napas dan tidak mengatakan apapun, dia malah melepas jasnya, menyisakan kemeja dan hanya duduk di sofa kecil dekat dengan pintu. Dia diam dan hanya memainkan ponselnya, mungkin melihat seberapa banyak akun sepakbola yang memberitakan tentang dirinya, masalahnya akun-akun Instagram tentang olahraga sudah banyak mengetag postingan mereka pada instagramku. Postingan yang hanya sebuah tangkapan layar snapgramnya tamu undangan. Dari mulai Ricky Fajrin, Hansamu Yama, MA Wahyu, Rachmania hingga Mutiara. Bahkan Cik Butet yang belum datang juga sudah membuat snapgram ucapan selamat.

Hanya sekian menit, Hanif memilih meletakkan ponselnya. Dia memejamkan mata, menyenderkan kepalanya di punggung sofa dengan kaki hanya bergerak dari cepat ke lambat. Sepertinya dia benar-benar lelah dan butuh tidur, apa dia sama sepertiku semalam? Atau dia sekarang ini memang lebih suka tidur daripada mengajakku bermain urat.

Sekian jam telah berlalu, Mama dan Ibu sudah memanggil kami untuk berganti dan bersiap menuju ke tempat resepsi, tapi kenyataannya Hanif malah masih terlelap di tempatnya dengan tangan kanan di bagian perutnya.

"Aa mana, Teh?" Tanya Mama.

"Ehh, masih tidur, Tan, eh, Ma."

Mama mengangkat kedua alisnya. "Kenapa nggak dibangunin, Sayang? Bangunin dulu!"

Dan aku hanya bisa menurut saja sama Mama mertua, melangkah kembali ke dalam kamar dan menendang-nendang kecil kaki Hanif. Hasilnya jelas, dia tidak bangun.

Brukkk...

Aku menendangnya cukup keras, sampai kakinya terpelanting membuat kepalanya ikut terjatuh, ingin sekali aku tertawa tapi tidak enak didengar yang di luar.

Wisma Atlet Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang