Defia Rosmaniar 🥋
Wisma Atlet begitu ramai di satu Minggu ini, meski beberapa cabang olahraga tak lagi di sini. Para pemain bola yang biasanya meramaikan sekarang tidak ada lagi. Kabarnya mereka sudah berangkat ke Singapura selama 3 hari, lantas akan kembali lagi ke Wisma besok sore. Laga kedua akan dilaksanakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Di sini yang ada malah atlet angkat besi, atlet voli, atlet panjat tebing, atlet taekwondo dan beberapa officialnya saja. Masih ada Aries Susanti, yang ternyata sangat ramai orangnya, masih ada Mbak Aprilia Manganang yang begitu lucu, tapi tetap terasa sepi tanpa Hanif.
Sejak pagi tadi dia belum mengajariku apapun, sempat aku hubungi tapi malah Mama yang angkat, katanya Hanif sedang tidur siang. Aku sudah pesan sama Mama untuk mengatakan kalau Hanif bangun suruh dia menghubungiku, tapi sampai makan malam usai tidak ada apapun. Apa dia tidak tahu aku merindukan dia?
Dia pernah bilang akan datang ke Wisma Atlet sesekali waktu, tapi selama ini dia belum kembali lagi, bahkan ketika dia ke Cardea pun tidak ada niat sekalian menjengukku di sini. Jangan-jangan dia hanya membual atau jangan-jangan dia sebenarnya sedang sakit?
"Def, napa sih diem bae?" Tanya Mbak April.
Aku bersama Mutiara, Mbak April, Amalia, Rachmania, Ruhil dan yang lainnya tengah bercengkrama di depan Wisma Atlet, meski sejujurnya tidak begitu bagus udara di luar sini. Langit malam juga tidak begitu indah. Hanya ingin keluar saja, bercengkrama di luar yang kalau ketawa lebih leluasa.
"Dari pagi dia gitu, Mbak." Mutiara yang paling cepat menyambar.
"Kangen suami?" Tanya Rachmania atau lebih tepatnya menebak.
Tersenyum getir. "Cuma belum ada kabar dari tadi pagi, takutnya kenapa-kenapa, tangannya kan belum terlalu kuat."
Mutiara mengerlingkan matanya mendengar jawabanku. "Gue loh, si Bagas lagi tanding malam ini aja nggak gue kasih semangat. Nggak usah alay!"
Aku lantas menempeleng kepalanya. "Bagas siapa elo juga!"
"Temen gue, kenapa?"
Menarik napas panjang.
"Kalau temen ya dikasih semangat lah, biar tanding maksimal!" Seru Mbak April.
Dia masuk ke dalam grup setelah berbincang dengan Cik Butet katanya, hanya dia dan Amalia atlet voli yang masuk grup. Sepertinya Cik Butet selektif sekali memilih anggota grup. Wajar juga jika Mbak April tahu ini itu meski belum lengkap sekali.
"Itu karena gue tahu dia cuma jadi cadangan malam ini. Ha ha ha," jawab Mutiara.
"Kok tahu?" Ruhil bingung.
"Iyalah tadi kasih kabar gu... Ah enggak!"
Kami semua saling memandang, sudah jelas kalau begini mereka memang dekat sekali dan sering berhubungan diam-diam.
"Nih lihat di hape gue, streaming!" Alibinya padahal ponselnya sejak tadi tidak begitu diperhatikan.
"Ohhhh," sorak semua seolah kami ini bego dan percaya-percaya saja dengan Mutiara.
Mutiara menampilkan pipi merahnya di balik kulit sawo matangnya. Di antara yang lain, memang dia yang paling gelap kulitnya, tapi bersih dan glowing.
"Maaf, mau tanya, ada yang namanya Nyonya Defia Sjahbandi?" Tanya seorang Mas-mas ojek online dengan jaket hijaunya, membawa buket bunga cukup besar. Berisi mawar dan beberapa Lily. "Saya tanya ke dalam tadi katanya ndak ada yang namanya Defia Sjahbandi, saya juga bingung. Kalau Defia Rosmaniar kan Mbak ya? Yang menang Asian Games, terus Defia Sjahbandi yang mana?" Sambil kebingungan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wisma Atlet Love Story
FanfictieDefia Rosmaniar Kubilang aku tidak akan punya kekasih pemain sepakbola, tuntutannya terlalu tinggi, bisa tiap hari oleng kalau harus dengar nitijen mencemooh kekasihku ketika permainannya turun. kalau boleh memilih aku ingin menjadi kekasihnya Pak I...