Defia Rosmaniar 🥋
Kling...
Aku langsung terbangun dari tidurku ketika ponselku di atas meja berdering cukup kencang. Aku lupa membuatnya dalam mode hening, memang biasanya kalau lagi di dalam perjalanan ponsel selalu dalam mode dering volume cukup tinggi. Jadi ketika sedang ramai-ramainya ada yang telepon urgent bisa terdengar. Tapi di dalam ruangan orang sakit seharusnya tidak sekeras ini. Apalagi ini masih jam 02.56 WIB, masih pagi sekali.
Ternyata yang jam segini telepon itu Cik Butet, dengan pesan-pesan yang sebelumnya dia kirimkan, mungkin ada 7 pesan yang belum aku buka dari Cik Butet. Jika tidak langsung aku jawab, bisa membangunkan Hanif.
"Sorry pagi-pagi gini telepon, dapet kabar dari Bagas baru buka gue. Hanif gimana? Kasianan mantan berondong gue."
Aku menoleh ke arah Hanif, menyaksikan dia sedang tertidur tapi alisnya sesekali bergerak mengkerut. "Nanti operasi, Cik. Ya gitulah patah lengan kiri," jawabku kembali menghadap ke arah lain sambil berpikir ini Bagas dan Hisyam tidur dimana jam segini tidak ada di dalam ruangan.
"Ya gue doain semoga lancar. Tapi kalau dengan patahnya lengan Hanif lo jadi perhatian, lo bisa jadi istri yang baik mah nggak sia-sia deh."
Dahiku mengernyit. "Apa sih, Cik?"
"Bercanda, ha ha ha. Habis si Bagas kirimin foto lo lagi peluk-peluk Hanif, katanya lagi bantuin si Hanif duduk. Mau gue cie ciein. Ha ha ha."
Menghela napas panjang, ternyata memang Bagas itu tangannya nggak bener, cuma mulutnya aja yang ngomong suka bener.
"Ya sudah, gue cuma mau nanyain kabar Hanif aja, kan khawatir juga gue sesama atlet. Nah lo juga tahu kan susahnya atlet kalau lagi cedera? Baik-baik deh sama suami lo, jangan ngajakin berantem terus. Apalagi patah gitu, beuh susah!"
"Iya, Cik."
Dan pesan-pesan Cik Butet itu menjadi kalimat akhir penutup telepon malam ini. Sebagai atlet aku tahu bagaimana cedera itu bisa disebut mimpi buruk. Aku juga tidak mau mengajak Hanif bertengkar kali ini, capek juga bertengkar terus adu urat terus.
Menghela napas panjang, melihat ke arah Hanif lagi. Seharusnya dia segera mendapat penanganan operasi tapi kemarin kamar operasi penuh, ada kecelakaan lalu lintas yang mengharuskan penanganan lebih cepat. Maka dijadwalkan akan melakukan operasi pagi ini jam 8.
Mengalihkan pandanganku ke ponsel, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi selama aku tidur, dengan segala foto yang Bagas sebarkan. Apa hanya ke Cik Butet atau dengan orang lain juga? Tapi mataku salah fokus pada salah satu notifikasi komentar di Instagram, ada yang menyebut namaku. Kubuka dan ternyata hasil screen capture dari snapgram Bagasadingrh, sebuah foto aku tengah membantu Hanif duduk di atas tempat tidur dengan tulisan, "Yang tadinya Tom and Jerry, sekarang jadi Micky dan Minie ❤️ Best Couple of the year 🤣".
"Hissh, kampret ini anak!" Gumamku kesal.
Apalagi banyak akun-akun fanbase, terutama fanbasenya Hanif yang memposting ulang, menandai aku, dan ribuan komentar yang bilang, "ya ampun romantis. Aa, ya ampun istrinya baik banget" dan lain sebagainya. Ah, rasanya cukup pernikahan absurd ini menjadi bahan tertawaan orang lain dan gunjingan orang lain. Lelah sekali.
"Teh," panggil Hanif.
Aku menoleh lagi padanya, padahal sudah hampir keluar untuk mencari Bagas dan Hisyam, mereka tidur dimana, setelah aku meletakkan ponselku.
"Def," panggil Hanif lagi akhirnya membuat aku mendekat ke arahnya.
Penasaran dia itu mengigau atau memang memanggilku mau minta bantuan. Habisnya semalam dia semacam orang berhalusinasi, memanggilku dengan aku dan kamu, apalagi ditambah kata Teh ataupun Teteh. Astaga, itu membuat bulu kudukku merinding sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wisma Atlet Love Story
Fiksi PenggemarDefia Rosmaniar Kubilang aku tidak akan punya kekasih pemain sepakbola, tuntutannya terlalu tinggi, bisa tiap hari oleng kalau harus dengar nitijen mencemooh kekasihku ketika permainannya turun. kalau boleh memilih aku ingin menjadi kekasihnya Pak I...