85. Mengulang Cerita di Akhir Cerita

6.6K 562 93
                                    

Hanif Abdurrauf Sjahbandi ⚽

"Sayang Cik Butet udah pensiun, jadi berkurang satu yang ngetawain kalian malam ini," sindir Marcus Gideon menepuk bahu kananku.

Sebelumnya, ya mana aku Defia ternyata TC mulai hari ini? Setahuku iya memang awal Maret ini dia ada TC lagi, tapi aku tidak tahu mulai hari ini.

"Lo berumahtangga pakai sistem zaman neolitikum, kagak ada komunikasi sejenis smartphone, Bang?" Tanya Egy sedikit menyindir.

"Gue heran juga, dia melestarikan budaya dari nenek moyangnya, megantrophus erectus itu keknya. Komunikasi cuma lewat telepati, ha ha ha," sambar Bagas menggelengkan kepala.

"Bedanya tuh kalau nenek moyangnya itu sudah paten menggunakan telepati, nah dia? Salah, Bos. Istri berangkat TC kagak tahu," sambar Andy Setyo mentertawakan aku.

Ini namanya kembali ke masa lalu, bertengkar dan ditertawakan. Hanya saja ini lebih memalukan. Dulu wajar kami bukan siapa-siapa, sekarang suami istri bertengkar di Wisma Atlet? Menyuguhkan drama gratis ini mah.

"Pengen laporan sama Babe dah," seru Bagas.

"Babe siapa, Bang?" Tanya Witan.

"Babe Imam Nahrawi lah."

"Emang kenal?"

"Wahhh, Kevin, ngejek dia, Vin!" Memekik pada Kevin yang memegang centong sayur.

"Ye, kalau Bang Kevin mah gue yakin kenal sama Pak Menpora, juara dunia, Bang. Penyumbang  gelar dunia buat Indonesia. Abang?" Witan menantang Bagas.

"Yahhh, gue diremehin," menoyor lengan Witan. "Gue nggak cuma bisa bikin caption one step closer, Coy. Paribasan Jawa iku aku mbi Pak Imam, Bolo Dewe."

Witan mengernyitkan dahinya.

"Gagang raket siapa ini?" Kevin memegang lengan Witan.

Parah dia, ngatain Witan gagang raket. Lah dia macam sarung tangan kiper.

"Eh, pemain termuda di Timnas U-22 nih," Bagas menyahut. "Gagang raket dia bilang, pentolan kok nih!"

"Anjay lu, Bang. Gue bukan gagang raket, bukan juga pentolan kok. Kenalin," mengarahkan tangan pada Kevin Sanjaya. "Witan Sulaiman, tukang ngepel lapangan bulu tangkis."

Kevin mengernyitkan dahi. "Gue kira air pel-nya."

Semua orang tertawa, termasuk aku, malah tertawa-tawa di tempat dudukku.

"Eh, napa lo ketawa?" Tantang Marcus Gideon menggeplak kepalaku.

"Ya suka-suka lah," jawabku cepat.

Menggeleng. "Heran gue. Kasian amat si Defia punya suami kaya gini."

"Sama, heran juga gue, Ko," sambar Gregoria. "Udah bosen sama Kak Def, Mas Hanif? Eh, nggak usah nunggu punya anak satu lho buat berubah sikap sama istri. Pak Imam salah nih."

Mengernyitkan dahiku. Anak kecil tahu apa sih sebenarnya? Gregoria itu paling kecil diantara kami, eh tidak, lebih kecil Witan, eh tidak juga, Witan sudah one step closer tapi Gregoria Mariska belum.

"Ha ha ha. Bener tuh," Greysia Polii tertawa paling keras. "Belum punya anak praharanya sudah mengerikan. Kasian si Defia."

"Kagak kasian sama gue, Kak Grey?" Tanyaku.

"Kagak lah!"

"Lah gue yang dimarahin Defia kan ya."

Semua orang menghela napas.

"Eh, Kecap Botol!" Pekik Bagas. "Lo yang salah peak, ngapain lo diem doang malah ngobrol sama kita bukannya bujuk Defia biar kagak marah lagi. Lo minta maaf kek, lo ngakuin kesalahan, janji nggak mengulangi lagi."

Wisma Atlet Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang