Hanif Abdurrauf Sjahbandi ⚽
Telah terjadi adegan yang halal bagi yang sudah menikah tetapi menyakitkan bagi yang jomblo di kamar milik Defia Rosmaniar, istriku, seorang atlet taekwondo. Setelah saling mengatakan, inilah Bogor satu rasa ala kami. Bogor selalu menjaga saksi, kami menikah, pertama aku mencium keningnya dan sekarang lebih dari kening.
"Astaghfirullah! Maaf maaf, salah!" Pekik Hisyam membuatku berhenti sejenak meski belum melepaskan. "Mama, Icam salah waktu dan tempat! Icam minta diruqyah sekarang, Ma!"
Melepaskan ciumanku, menatap langit-langit kamar, menghela napas panjang. "Bahkan di momen seromantis ini pun ada yang ganggu. Kayanya kita perlu bangun rumah di dalam Hutan Hujan Tropis," gumamku berjalan keluar kamar, meninggalkan Defia yang sangat tegang sekali. Bahkan bibirnya saja kaku.
Berjalan ke keramaian, mungkin di ruang makan, sebab suara Hisyam mengadu pada Mama ada di sana. Anak itu menjadi pengganggu kelima. Bagas, Mama, Trio Semprul, Orang se-RT cabang Wisma Atlet, lantas Hisyam Sjahbandi. Kecuali Mama, mereka semua kampret memang. Yang paling parah malah yang paling kecil, Hisyam. Kenapa orang lagi ciuman diintip juga? Untung nggak adegan yang lain kan? Bisa rusak otaknya.
"Ma, ruqyah Icam sekarang, Ma," keluhnya malah sambil cekikikan.
Itu anak memang tidak tahu tempat dan aturan. Salah dia sendiri. Ini rumah Defia bukan rumah kita di Jakarta, eh main buka pintu aja kagak ngetok duluan.
"Kenapa sih, Cam?" tanya Mama yang langsung menoleh padaku begitu tahu aku mendekat. "Aa apain sih si Icam? Orang disuruh manggil Aa sama Teteh buat makan malah begini."
"Ya tanya aja sama anaknya kenapa, Ma?"
"Hisshhh!" Desah Hisyam kesal.
"Kenapa sih, A?" Tanya Ibu padaku.
Mengangkat kedua alisku. "Lihat adegan 18+ dia, Bu." Sambil mencicipi masakan Ibu dengan garpu. Santai saja kaya di pantai, padahal aslinya kesel juga ketahuan sama si Hisyam.
"Hah?" Mama dan Ibu kompak, sementara Febby, adiknya Defia langsung menutup telinganya.
"Ya kenapa disuguhin adegan kaya gitu, A? Ya ampun, terus adegan apa aja coba?" Protes Mama.
Pertanyaan Mama ini kok lucu, adegan apa saja? Eh, memang sejauh apa anaknya ini bisa. Ya cuma itu, kenapa pula ditanyakan? Kan jadi lucu.
"Kalian sudah sampai situ? Mau bersyukur kalian sudah sejauh ini tapi kok Adikmu keracunan begini pikirannya. Pintu nggak ditutup kah?" Giliran Ibu ikut nimbrung.
"Ditutup, Ibu, Mama, Icam aja yang main nyelonong masuk!" Melotot pada Hisyam.
"Icam udah ketok-ketok, Ma. Tapi nggak ada tanggapan jadi Icam buka, eh malah lagi kaya gitu, aaaa berasa pengen diruqyah, Mama!"
"Febby, nggak denger! Febby, nggak denger!" Teriak Febby sambil menyumbat telinganya.
"Ye, itu lo masih denger tahu, Dik!" Tegur Hisyam pada Febby.
"Kalian kenapa sih? Lagian kalian sering lihat adegan itu di drama Korea kan? Biasa aja." Maksudku Hisyam dan Febby.
"Ye, nggak pernah kali aku lihat drama Korea, A! Eh, pernah sih, tapi kan yang nggak ada adegan dewasanya," Sanggah Hisyam.
"Tiap kali ada adegan dewasa Febby skip kali, A!" Febby pun tak mau kalah.
"Sama aja lihat dikit," gumamku kembali menikmati beberapa makanan.
Hisyam dan Febby menatap kesal ke arahku sementara Mama dan Ibu dengan senyum dan tatapan yang sedikit menggoda. Jadi terbayang adegan tadi, sudah saling mencintai, sudah saling jujur, indah sekali Bogor Satu Rasa kami.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wisma Atlet Love Story
Fiksi PenggemarDefia Rosmaniar Kubilang aku tidak akan punya kekasih pemain sepakbola, tuntutannya terlalu tinggi, bisa tiap hari oleng kalau harus dengar nitijen mencemooh kekasihku ketika permainannya turun. kalau boleh memilih aku ingin menjadi kekasihnya Pak I...