12. Wisma Atlet Tanpa Deretan Bintang Iklan

4.4K 469 31
                                    

Defia Rosmaniar 🥋

Satu Minggu aku kalut dengan rasa benciku sendiri, lambat laun mulai dihantui jika rasa itu berubah jadi cinta. Itu pula yang beberapa hari bisa membuatku selalu terbayang wajah si Hanif, aku ingat wajahnya tapi lupa siapa nama panjangnya. Padahal waktu itu aku sempat membatin ada kata yang bagus di antara barisan namanya.

Meski begitu, setiap kali bertemu di ruang makan, di hall, di lobby, selalu saja kami adu mulut tanpa henti. Pas jauh dari dia, kadang ada rasa menyesal dengan mulut tanpa penyaringan, tapi begitu bertemu, semua sesal itu luruh seketika. Tentu semua orang tahu bagaimana yang aku rasakan kan?

"Coy, gue punya informasi menarik, akurat dan terpercaya," seru Cik Butet tiba-tiba membuka pintu kamarku dengan tangan kanannya yang biasa dia gunakan untuk nyemash lawan.

Lindswell menoleh.

Kami sedang ada di kamarnya Greysia Polii dan Apriyani Rahayu. Habis menikmati makan malam tanpa Cik Butet, katanya dia makan malam di luar bersama dengan Bang Owi dan pelatihnya.

"Kek jargon acara gosip ya?" Celetuk Greysia Polii.

"Iya, Cik Butet kan Encik-encik Mangga Dua yang doyannya ngegosip di depan lapak," sambung Apriyani.

"Enak aja!" Cik Butet duduk di antara mereka berdua dan mengapit kedua kepala juniornya itu dengan kedua lengannya.

"Aakkk, bau ketek!" Teriak mereka berdua.

Sementara aku, Rachmania, Mutiara, Lindswell Kwok, Gregoria tertawa melihat adegan itu. Semacam menonton sebuah opera lucu, diperankan oleh 2 atlet kolonial dan 1 atlet milenial.

"Emang berita apaan sih, Cik?" Tanya Rachmania penasaran.

"Kita bakalan nggak ada pemandangan ganteng selama Asian Games mulai besok pagi," katanya berhenti menyiksa Greysia dan Apriyani.

"Kenapa? Atlet cowok pindah tower?" Tanya Mutiara.

Cik Butet menggeleng. "Atlet-atlet yang mainnya di luar Jakarta mulai besok nggak lagi di Wisma Atlet," jelasnya.

"Alah, itu sih tahu, Cik. Tapi ya kan masih ada pemandangan cowok ganteng, Cik. Nggak semua pindah juga. Emang udah tuntutan usia ya, Cik? Jadi suka pemandangan ganteng daripada indah," sahut Lindswell Kwok.

"Ajay, tuntutan usia katanya," gumam Cik Butet kesal. "Ya masalahnya nih, Linds. Yang pindah itu termasuk atlet sepakbola. Lo tahu lah, atlet sepakbola banyak yang ganteng."

Aku mengangkat kedua alisku, seriusan atlet sepakbola pindah? Emang mereka nggak main di GBK?

"Cik?" Lindswell Kwok sepertinya kaget dengan ungkapan Cik Butet, seorang Cik Butet bawa berita unfaedah tentang pemain sepakbola yang ganteng? Ha ha ha. Inikah namanya tuntutan usia sampai Cik Butet semacam itu? Mungkin itu yang Lindswell Kwok pikirkan.

"Emang nggak main di GBK?" Tanya Greysia Polii yang satu pemikiran denganku.

"Enggak. Tadi gue di bawah ketemu sama pemain sepakbola, ngobrol-ngobrol dikit bareng Owi juga. Terus kaya ada satu pemain bola gitu gue nggak tahu namanya tapi orang-orang bilang dia pemain belakang terbaik gitu. Itu loh yang ada Chocochip menggemaskan di hidungnya itu," ceritanya.

Aku sih nggak tahu namanya, tapi aku ingat wajahnya. Apalagi tahi lalat di hidungnya itu macam Chocochip di atas kue kering. Astaga, lucu sekali. Ha ha ha.

"Gue sering lihat, tapi nggak tahu namanya, habis itu Chocochip bikin salah fokus mulu," timbrung Lindswell.

"Nah pokoknya dia itu tadi deketin gue, terus bilang katanya jangan kangen sama dia nanti, habis dia nggak ada di Wisma Atlet lagi mulai besok. Eh ujung-ujungnya modus ngajak foto. Terus dia bilang gitu mau main di Cikarang apa Bekasi lupa gue. Pakai pamitan segala lagi, sumpah wajahnya itu, bikin ngakak. Ha ha ha."

Wisma Atlet Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang