7. Unmood!

5.5K 552 70
                                        

Defia Rosmaniar 🥋

Tidak hanya makan malam aku selalu bertemu dengan manusia yang menawarkan jasa kloset gratis buat pasukan lalat, setiap kali naik turun lift, sampai makan pagi pun bertemu. Rasanya bosan sekali. Padahal waktu pertama ketemu nggak sebel-sebel banget, pas dia tidak menerima permintaan maaf ku juga sebelnya tidak sejauh ini.

Kemarin dia tiba-tiba datang minta nomornya Mutiara bersama dengan salah satu temannya, lumayan ganteng sih, senyumnya memikat. Temannya loh ini bukan si bintang iklan yang juga kakusnya lalat. Terus tadi pagi dia bilang ngechat aku eh malah Cik Butet yang dia chat. Sudah gitu pagi-pagi ngajak berantem, pakai ngatain gigiku dikasih pager lagi. Kesal kan ya?

Sumpah lah nggak tahu kenapa jadi kesel banget aja rasanya.

Kling...

Ibu.

"Wa'alaikumsalam, Bu," sapaku setelah beliau mengucapkan salam.

"Uhuk, uhuk," Ibu terus terbatuk sampai tidak sempat menanyakan kabarku.

"Ibu kenapa?"

Yang paling tidak aku suka dari TC adalah tidak bisanya aku selalu di samping Ibu. Tidak ada yang merawat dari jarak dekat, aku akan selalu kepikiran dan kepikiran tapi selalu saja diminta untuk mengenyampingkan sebab yang terpenting fokus untuk negara.

Ada Adikku sebenarnya tapi dia juga sibuk sekolah di luar kota. Ngekos pula, jadi jarang pulang.

"Nggak apa-apa, sudah penyakit orang tua saja. Makanya lah, Dik. Ibu ini mau jodohin kamu lah, sama anak temen Ibu. Ya, habis Asian Games ya?"

Aku menghela napas panjang. "Lagi, Bu?"

Haruskah membahas jodoh saat ini?

"Dik, Ibu nggak tahu kapan harus kembali. Ibu sudah tua, takutnya kalau nunggu lagi Ibu nggak bisa."

"Aduh Ibu. Kemakan sinetron nih pasti. Bilangnya selalu begitu, nggak usah deh bawa ajal, Bu. Allah yang lebih tahu, jangan bicara yang tidak-tidak."

"Loh, Allah jelas yang lebih tahu tapi kan Allah minta umatnya untuk bersiap juga. Ibu juga harus siap-siap meninggalkan kalian dengan tenang kan, kamu sudah ada yang jagain, Adik kamu punya Aa yang jagain juga, Ibu akan tenang. Kalau amal itu kewajiban untuk diperjuangkan."

"Ibu ah! Defia jadi ngeri sendiri!"

"Ya makanya lah, uhuk, uhuk. Kalau sebelum Asian Games selesai kamu sudah kenalin cowok ke Ibu, Ibu nggak akan jodohin kamu lah."

Baiklah, itu juga bukan cara yang baik. Tapi ya masih mending lah, nanti cari selama berapa bulan ke depan.

"Oke, deal! Tapi Ibu minta antar Bibi ke dokter atuhlah. Atau kalau Adik pulang."

"Ah, ndak usah lah, istirahat juga sembuh."

"Ah Ibu mah."

"Pokoknya jangan pikirin Ibu, pikirin aja gimana caranya bawa nama baik bangsa, jangan lupa juga gimana caranya cari menantu buat Ibu tercinta."

"Ya ampun, Ibu. Masih sempat ya!"

"Hehehe. Sudahlah, Ibu cuma mau dengar suara kamu, Dik. Sudah dulu ya, assalamualaikum."

Setelah menjawab salamnya, aku menatap langit-langit Kemayoran yang begitu cerah, meski sudah terlalu banyak polusi yang menerpa setiap sudut sisi.

Sibuk dengan kejuaraan dunia selalu membuatku hilang fokus pada cinta, pernah beberapa kali jatuh tapi tak satupun bisa membawaku ke pelaminan. Sekarang beginilah rasanya ada di ujung permainan, selalu di desak Ibu. Memang sudah waktunya tidak bermain, tapi tidak ada juga yang tepat sebagai pendamping.

Wisma Atlet Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang