8. Benci

19.9K 1.2K 11
                                    

*Saffa pov*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Saffa pov*

Ini gila.

Kita pisah dari usia 6 tahun. Saat itu aku sama dia masih bersekolah di taman kanak-kanak. Kemana-mana bareng, ini itu bareng, pokoknya tidak terpisahkan.

Aku masih ingat hari itu, hari dimana aku berangkat sekolah sendiri. Saat itu papa yang antar dan bilang kalo Alvin sakit, aku percaya apa kata papa sepenuhnya dan akhirnya dikelas selama berada di sekolah aku tiba-tiba menjadi anak pasif, karena apa? Tentu saja karena sumber energiku tidak berada didekatku.

Aku pulang dengan perasaan riang, berharap bisa menjenguk Alvin jika dia benar-benar sakit, tapi saat aku tiba di depan rumah setelah pulang sekolah, aku melihat beberapa orang di rumah Alvin.

"Pa mereka ngapain?" Saat itu papa yang ku tanya.

"Oh, om Edgar sama tante Resni katanya mau pindah rumah sayang," Sahut papa kala itu.

Aku yang masih belum mengerti sepenuhnya dengan cepat hanya menatap orang-orang yang memasukkan barang-barang Alvin ke dalam mobil besar. Tanpa mau ambil pusing, saat itu aku masuk rumah lalu berseru riang pada mama dan berkata jika aku ingin menjenguk Alvin.

Mama memintaku mandi terlebih dahulu setelahnya makan, semua ku lakukan dengan senang hati. Tapi setelah semua selesai, mama berkata jika aku tidak bisa mengunjungi Alvin.

Ku tanya kenapa, katanya mulai sekarang Alvin sudah tidak ada. Tadinya aku bingung tapi mama memberi penjelasan yang sangat bisa aku cerna saat itu.

"Alvin sekolahnya sudah jauh sayang, nggak sama lagi kayak punya Saffa, mereka pindah jauh."

Saat itu aku cuma mampu menyimpulkan satu hal, Alvin pergi.

18 tahun kemudian, tanpa pernah ada satupun kabar yang aku dengar, tanpa pernah mendengar namanya lagi disebut saat mama dan tante Resni berkumpul, tanpa adanya percakapan membahas dirinya saat aku bersama Chelsea, dia datang dengan sendirinya.

Kita bertemu beberapa kali tanpa aku sadar jika dia adalah Alvin.

Dia Alvin, anak laki-laki kurus yang dulu pernah marah padaku karena aku membelanya.

Anak laki-laki kurus yang Setia menggandeng tanganku dari depan gerbang sekolah hingga tiba di meja belajar.

Anak laki-laki kurus yang mengatasnamakan sakit, saat dia pergi meninggalkanku.

Jika kalian mengatakan perasaan itu terlalu dini datang pada anak usia 6 tahun, kalian salah, saat itu aku sudah tidak terlalu kecil untuk merasakan sakitnya kehilangan.

Little Thing Called Love ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang