Sinar mentari membias di ufuk timur. Hari sudah semakin siang. Desiva mengayuh sepedanya dengan cepat. Walau sudah hampir 2 tahun lamanya dia sekolah di SMPN 3 Bandung, ia tidak mau dicap sebagai siswi yang gemar datang terlambat ke sekolah.
Desiva mencoba mengatur napasnya yang tak beraturan. Ia mempercepat laju sepedanya. Sesekali ia memperhatikan jam yang menempel di tangannya hingga sesaat ia tak lagi fokus dengan jalan tikungan yang ada di depannya.
Begitu sadar, sebuah sepeda motor tampak menuju ke arahnya, Desiva membelalak.
Astaghfirullah hal'adzim...
Refleks Desiva mencoba menghindar dari hantaman motor yang berjalan berlawanan arah darinya. Spontan, Desiva mengerem sepedanya. Sedangkan motor didepannya berhenti mendadak tepat ketika sepeda Desiva membentur trotoar jalan hingga Desiva dan sepedanya terjatuh.
"Heh, kalau bawa sepeda pakai mata dong!" teriak si pengendara motor dan langsung pergi begitu saja tanpa bertanggung jawab.
Desiva merasa dongkol setengah mati. Udah sport jantung gara-gara dirinya hampir celaka, eh, justru ia malah dapat omelan. Desiva semakin kesal ketika melihat ban depan sepedanya penyok. Desiva berusaha bangkit dari posisi jatuhnya.
Rasa sakit karena tergoresnya kulit dengan aspal berusaha ia tepis. Yang sekarang ada dipikirannya hanyalah datang ke sekolah dengan tepat waktu, ia tak memperdulikan orang yang menabraknya tadi, ia hanya bisa berdoa kepada Allah semoga orang itu cepat diberi hidayah.
***
Desiva berusaha bergegas dengan langkah kaki yang setengah berlari dan sepeda yang ia tinggalkan. Ia tak mengindahkan rasa sakit di kakinya. Daripada ia harus telat datang ke sekolah, begitu pikirnya.
Sesekali Desiva melirik jam tangannya. Sepuluh menit lagi bel berbunyi artinya gerbang sekolah pun akan segera ditutup. Langkah Desiva semakin cepat bagaikan dalam lomba jalan cepat, rasa sakit di kakinya jadi bertambah-tambah. Dalam harap-harap cemas ia berdoa dan berharap ada malaikat datang menolongnya.
Tiba-tiba..."Assalamualaikum. Kamu kenapa jalan kaki?" tanya seseorang sembari menghentikan motornya tepat di samping Desiva.
Ibarat malaikat, Ilma datang di saat yang tepat. Senyum sumringah terpancar dibibir Desiva.
"Waalaikumsalam. Ma, kamu harus anter aku sekarang ke sekolah. Boleh ya? Soalnya udah telat banget nih." ujar Desiva tanpa basa-basi.
"Emang sepeda kamu kemana? Tadi pagi bukannya kamu naik sepeda?" sesaat Ilma memperhatikan luka di kaki Desiva.
"Astagfirullah Iva, kaki kamu kenapa? Kok bisa berdarah, kamu jatuh?" tanya Ilma bertubi-tubi saat melihat ada darah yang menembus ke rok sekolah nya.
"Entar aku ceritain semuanya. Pokoknya kamu harus anter aku dulu ke sekolah, aku gak mau kalo sampai terlambat." jawab Desiva.
"Please...aku mohon. Aku siap ngerjain kitab kamu asalkan kamu mau anter aku ke sekolah." pinta Desiva penuh harap.
Ilma menghela napasnya pelan kemudian tersenyum tipis.
"Yaudah aku bakal anter kamu ke sekolah dengan tepat waktu, asalkan nanti ceritain kenapa kamu bisa jadi seperti ini." jawab Ilma dengan memasang wajah khawatir.