Empatpuluh Satu

1.5K 109 2
                                    

Adzan berkumandang membangunkan segenap umat muslim untuk segera menunaikan ibadah Sholat Shubuh. Abuya menyuruh semua tim syubban yang berjenis kelamin laki-laki untuk melaksanakan Sholat di Mushola dekat penginapan. Sedangkan untuk perempuan akan menunaikan Sholat di kamar masing-masing.

Waktu kini menunjukkan pukul lima pagi. Langit malam sudah berubah secara perlahan digantikan dengan matahari yang mulai muncul.
Setelah menunaikan Sholat Shubuh, Desiva, Ilma dan Anisa duduk di ayunan yang tersedia didepan penginapan. Mereka sedang menikmati angin pagi yang masih sepoy-sepoy seraya menunggu yang lainnya.

"Nis, Va. Tunggu bentar ya, aku mau ke toilet dulu." izin Ilma.

"Mau di anter gak Ma?" tanya Desiva.

Ilma menggeleng, "Gak usah Va, deket kok. Lagian kasian kalo Anisa ditinggal sendiri." tolak Ilma kemudian melenggang dari hadapan mereka berdua.

Anisa menatap Desiva, "Va, bosen diem disini mulu. Mending kita jalan-jalan yuk nyari udara segar." ajaknya.

Desiva menoleh, berpikir sebentar kemudian mengangguk mengiyakan.

"Sebentar Nis, aku mau ngambil handphone dulu."

"Gak usah lah Va, cuma sebentar kok. Handphone aku juga didalem kok lagi di charger." Anisa menghentikan langkah Desiva yang baru saja akan mengambil handphonenya.

"Oke deh, ayo." Anisa menggandeng tangan Desiva.

Mereka berjalan pelan menuju ke jembatan. Desiva memanjangkan mansetnya karena merasa sedikit kedinginan dengan udara di pagi ini.

"Va, aku boleh nanya gak?" Anisa membuka suara.

"Nanya apa?"

"Eum, menurut kamu, Aban itu orangnya gimana sih?" tanya Anisa menatap Desiva lekat.

Desiva mengerutkan keningnya bingung, mengapa Anisa menanyai soal Aban kepadanya?

"Maksudnya Nis?"

"Maksud aku, Aban itu orangnya gimana? Kamu kan sering deket sama dia tuh. Jadi pasti tau dong kriteria dia?" jelasnya.

Desiva manggut-manggut mengerti. "Kok tumben kamu nanyain tentang Aban? Kenapa? Apa kamu su-"

"Eh, enggak enggak. Kamu jangan suudzon dulu dong. Aku nanya soal Aban itu mau.. Eum.. Mau apa ya.. Anu.. Cuman mau tau aja kok." potong Anisa dengan terbata.

Desiva hanya terkekeh pelan, "Oh gitu ya, oke deh aku kasih tau. Aban itu orangnya baik, kalem, sholeh, asik kalo diajak ngomong. Pokoknya gitu deh, apalagi kalo udah senyum, manis." Desiva memelankan kata terakhirnya tapi masih bisa terdengar oleh Anisa.

"Kalo udah senyum kenapa?" tanya Anisa pura-pura tidak tahu.

"Ah, itu, kalo udah senyum, dia, dia.." Desiva menggantung perkataannya membuat Anisa semakin penasaran.

"Dia apa?"

"Nis, liat deh mata airnya bagus banget." tunjuk Desiva saat melihat mata air yang berada jauh di tengah hutan. Sebenarnya ia hanya ingin mengalihkan pembicaraan.

"Mana?" tanya Anisa.

"Kamu sini deh." Desiva menarik tangan Anisa untuk ikut menaiki rumah pohon yang ada disana.

Mata Anisa berbinar saat melihat mata air yang Desiva tunjukan.

"Iya Va, bagus banget. Kita kesana yuk?" ajaknya.

"Kesana?"

"Iya kesana." Anisa mengangguk semangat.

Desiva berpikir sejenak, "Tapi itu kan mata air ketiga Nis. Bukannya Lia bilang belum pernah ada yang kesana?"

DesivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang