Jam menunjukan pukul 7 waktu setempat. Itu berarti sudah 2 jam Desiva dan Anisa menghilang. Semua teman-temannya termasuk Abuya masih sibuk mencari mereka ke penjuru wisata Air Terjun Malela, mereka semua khawatir dengan keadaan Desiva dan Anisa.
"Mba gimana ini? Aku takut terjadi apa apa sama Desiva." Ilma menangis dipelukan Mba Gita.
"Kamu tenang dulu ya Ma, mereka pasti ketemu kok." Mba Gita mengusap punggung Ilma, berusaha menenangkan.
"Abuya, bagaimana? Apa petugas disini tau keberadaan mereka?" tanya Dhuha kepada Abuya yang baru saja datang setelah berkeliling menanyai satu persatu petugas Malela.
"Enggak Ha. Mereka semua tidak mengetahui Desiva dan Anisa." jawaban Abuya tersebut membuat Dhuha mengusap wajahnya, ia sangat khawatir dengan Desiva.
"Terus siapa lagi yang harus kita tanya? Siapa yang tau keberadaan mereka, Buya?" tanya Shelia.
"Aku."
Semuanya menoleh pada sumber suara. Mereka semua terkaget saat melihat siapa yang berbicara.
"Aku tahu dimana Desiva sekarang." ucapnya lagi, meyakinkan.
"Tasya?!" ucap semuanya kompak, hal itu membuat Ilma melepaskan pelukannya dari Mba Gita.
Ia menatap tajam ke arah wanita didepannya. Kebenciannya semakin memuncak kala melihat wajahnya.
"Mau ngapain kamu disini?!" tanya Ilma ketus.
"Aku kesini ingin menolong Desiva. Sekarang Desiva dalam bahaya." ucapnya.
"Bohong! Kamu gak usah so peduli sama Desiva Sya. Aku udah tau semuanya, kalo selama ini yang ngebuat Desiva menderita sewaktu mondok itu kamu kan?!" ucap Ilma yang sudah tak bisa menahan amarahnya.
Tasya menghela napasnya panjang. "Maaf Ma. Maafin aku. Memang aku yang ngelakuin itu semua, mulai dari memfitnah Desiva mengenai berita palsu dan artikel. Aku yang menyebarkan foto Desiva saat gak sengaja memeluk Aban. Itu semua memang aku yang lakuin. Tapi disini ada yang lebih penting, aku akan menjelaskan semuanya. Ka-" ucapan Tasya terpotong.
"Jelasin apa lagi Sya? Ngejelasin kalo sekarang Desiva menghilang juga karena kamu? Iya?!" Ilma berusaha menahan kesabarannya yang sudah meluap.
"Bukan aku Ma, tolong dengerin dulu penjelasanku."
"Terus kalau bukan kamu siapa lagi?" Ilma semakin geram dengan Tasya.
"Nayla. Nayla dalang dari semuanya." ucapan Tasya membuat Ilma tak bisa menahan emosinya.
"Oh, jadi selain keji, kamu juga termasuk orang yang suka nuduh ya. Hebat banget kamu Sya."
"Aku gak nuduh. Tapi memang kenyataannya Nayla adalah dalangnya Ma." Tasya berusaha membela dirinya.
Baru saja Ilma akan kembali angkat bicara, Abuya menghentikannya.
"Sudah Nak Ilma. Biarkan kita beri dia kesempatan untuk menjelaskan terlebih dahulu." tuturnya. "Silahkan Nak Tasya, apa yang hendak kamu jelaskan." Tasya hanya mengangguk.
Tasya pun menjelaskan semuanya dari awal.
Flashback on
"Nay, gue gak mau ngelanjutin kerjasama ini lagi. Gue gak mau nyakitin Desiva. Tolong hentiin misi-misi lo untuk ngebuat hidup dia menderita Nay. Gue tau hidup lo hancur, lo gak punya siapa-siapa lagi, tapi apa lo mikir. Lo akan lebih gak punya siapa-siapa kalo Desiva tau perbuatan kejam lo ini." ucapku berusaha menyadarkan Nayla.
"Apa motif yang ngebuat lo berhenti kerjasama sama gue?" Nayla melipat kedua tangannya di dada.
"Gue sadar Nay. Gue gamau nyakitin orang lain demi kebahagiaan diri gue sendiri. Apalagi yang udah gue sakitin adalah sahabat gue sendiri, apa lo belum sadar?"
Nayla menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian menyeringai.
"Oh gue tau, gue tau apa yang udah ngebuat lo berhenti." ujarnya.
"Oh! Gue tau. Tujuan awal lo buat ngerebut Azmi kan? Lo gamau kalo misalnya Azmi deket-deket sama Desiva? Dan sekarang. Sekarang Azmi udah benci sama Desiva, rencana lo udah berhasil. Setelah tujuan awal lo final, lo mundur gitu aja, heh?" Nayla tertawa jahat seraya bertepuk tangan. Kemudian ia mendekat ke arahku.
"Lo gak lebih munafik dari gue! Gue bantu lo buatin rencana untuk ngebuat Azmi benci sama Desiva, tapi kenapa lo gamau bantu gue juga buat ngehancurin hidupnya dia?! Kenapa Hah?!" Nayla memegang kedua pipiku dengan tangannya.
Plak!
Satu tamparan berhasil mendarat di pipinya. Ya, aku menamparnya. Aku sangat muak dengan semua pikiran kejinya.
"Terserah lo mau ngomong apa tentang gue. Yang jelas, gue gak akan pernah biarin lo ngelanjutin rencana terakhir lo buat lenyapin Desiva. Camkan itu!" aku pergi meninggalkan Nayla yang berteriak marah.
Sebulan setelahnya...
Aku mendengar kabar kalau Desiva dan tim syubban pergi berlibur ke Air Terjun Malela. Kabar tersebut tak sengaja aku dengar dari pembicaraan Nayla yang entah dengan siapa di telepon.
"Gue gaakan pernah ngebiarin lo nyakitin Desiva lagi Nay, gaakan!"
Setelah Nayla pergi dari rumahnya, aku masuk kedalam rumah dia. Mencari sesuatu untuk dijadikan bukti jikalau memang itu dibutuhkan.
Tak sengaja mataku melihat amplop yang tergeletak di atas tempat tidurnya. Aku mengambilnya lalu membuka isi dari amplop tersebut.
Ternyata isinya adalah surat keterangan Dokter.
"Sial! Pantas saja dia bersikap seperti psikopat! Gue harus cepat selamatin Desiva!"
Flashback off
"Jadi misi kamu buat nyakitin Ukhty jutek itu karena aku?" Azmi memulai pembicaraan saat Tasya sudah selesai menjelaskan.
Tasya mengangguk pelan, "Maafkan aku Az, aku tau aku salah."
Azmi mengusap wajahnya, "Astaghfirullah hal'adzim."
Tasya menundukan kepalanya, kemudian ia teringat sesuatu, "Aku nemuin surat ini di kamar Nayla, Abuya." Tasya menyodorkan sebuah amplop kepada Abuya.
Abuya menerima amplop tersebut dan langsung membukanya. Memang benar yang dikatakan Tasya, didalam amplop tersebut adalah surat keterangan dari Dokter.
"Dengan surat ini, saya memberitahukan bahwa pasien bernama Nayla Maudiva mengidap penyakit skizofrenia." Abuya membaca sedikit keras kalimat tersebut.
Ilma menutup mulutnya tak percaya, kemudian kembali menangis, "Jadi sekarang Desiva dan Anisa dalam bahaya?" Shelia tak kalah kaget mendengar penyakit yang diderita Nayla.
"Tunggu, siapa yang kamu bilang? Anisa?" tanya Tasya.
"Iya Anisa. Desiva dan Anisa menghilang." tutur Silvy.
"Maksud kalian, Desiva menghilang bersama dengan Anisa?" Tasya mengulangi, semuanya kompak mengangguk mengiyakan.
"Sial! Kalian tidak perlu mengkhawatirkannya, yang harus kalian khawatirkan adalah Desiva!"
"Kenapa begitu?" Azmi angkat bicara.
"Dia kerja sama dengan Nayla. Jadi, kita harus segera menyelamatkan Desiva." semuanya sontak kaget dengan punuturan Tasya tentang Anisa.
"Tapi kita harus cari dia kemana?" Ilma merasa putus asa.
"Mata air ketiga. Aku mendengar Nayla menyebutkan mata air ketiga pada saat bertelepon dengan Anisa."
###
