Setelah seluruh santri di Pondok Pesantren Nurul Qodim melaksanakan Sholat Dzuhur berjama'ah, Desiva dan Shelia langsung menuju basecamp dengan penuh semangat. Terutama Shelia, ia sangat senang mendengar bahwa Desiva kembali bergabung bersama Syubban. Saking senangnya, setiap santri atau santriwati yang mereka lewati di koridor ia sapa, meski hanya dengan kata 'hai' ataupun 'hallo'.
Desiva yang melihat tingkah sahabatnya hanya terkikik kecil sambil berkali-kali menggelengkan kepala.
"Assalamualaikum, semuanya." salam Shelia dan Desiva saat sudah tiba di basecamp.
"Waalaikumussalam." jawab orang dari dalam.
"Desivaa!!" Mba Gita berlari menghampiri Desiva lalu memeluknya.
Dengan refleks, Desiva membalas pelukan Mba Gita.
"Gimana keadaanmu?" tanyanya.
Desiva tersenyum, "Alhamdulillah, baik, Mba."
"Alhamdulillah kalau sudah baik, ayo masuk, yuk."
Mba Gita menggandeng tangan Desiva dan Shelia untuk bergabung bersama yang lainnya. Desiva melihat Aban dan Azmi yang sudah menyambutnya dengan senyuman di pojok ruangan.
Azmi menyambar rebana yang baru saja di letakan oleh Dimas. Ia memainkannya sembarangan guna mengurangi kebosanan karena menunggu anggota lain yang masih belum datang.
Aban melirik ke arah Azmi matanya beralih ke bawah, ia mengambil lirik Sholawat milik Azmi yang tergeletak di atas karpet.
Dung takk takk dung dung..
Dung takk takk takk dung...
Aban dan Desiva menutup kupingnya bersamaan ketika mendengar Azmi dengan asal memainkan rebana.
Dengan paksa, Aban merebut rebana di tangan Azmi kemudian menjauhkannya dari jangkauan anak itu. Azmi melirik Aban dengan tatapan sinis. "Kenapa kamu rebut rebana nya?!" pertanyaan tersebut lolos dari mulut Azmi.
Detik berikutnya, Azmi menunjukan cengiran khas nya. "Azmi salah apa, Ban?" tanya Azmi seraya menggoyangkan lengan Aban.
Aban meraup wajah Azmi dengan tangannya. "Berisik! Mukanya gak usah di gituin, ilfeel aku liatnya."
"Kenapa emangnya? Muka Azmi lucu 'kan?" ujar Azmi sok imut. Aban cengo.
"Apaan sih Ban, sirik aja da kamu sama Azmi."
Azmi kembali mengambil rebana lain yang tergeletak di karpet. Lantas ia memainkannya kembali dengan nada ngawur. Membuat semua anggota menutup kupingnya yang terasa berdenyut akibat kepakan Azmi terhadap rebana tak berdosa itu.
"Duh, berisik, Mi! Kamu buat kuping kita semua ngilu tau gak!" kali ini Ahkam yang menegur.
Azmi tak menghiraukan teguran Ahkam, matanya beralih menatap gadis yang sedang membaca lirik Sholawat, yang duduk tak terlalu jauh darinya.
"Gimana Ukh? Bagus enggak tepakan Azmi?" tak ada yang menjawab pertanyaan Azmi. Karena semuanya tidak tahu Azmi bertanya pada siapa.
"Ukhty Jutek!" Azmi memperjelas. "Gimana?" lanjutnya, Desiva melirik sekilas Azmi di hadapannya. Bukannya menjawab, pandangannya malah kembali beralih pada lirik di pangkuannya. Seolah tak peduli dengan pertanyaan Azmi.
Sebenarnya Desiva tidak berniat untuk mengacuhkan Azmi. Namun, ia hanya ingin mencoba tak menghiraukannya, baginya sudah biasa Azmi bertingkah seperti itu.
"Selalu saja begitu, sebel ah!" keluh Azmi memberengut.
"Rasain tuh!" ledek Aban.
Azmi mendelik, ia melipat tangannya di dada.