Duapuluh Lima

1.6K 98 2
                                    

Desiva duduk terdiam di kursi taman sambil menangis. Entah harus dengan cara apalagi ia menjelaskan bahwa dia bukanlah pelakunya. Ia merasa tak berguna lagi berada di pesantren ini.

"Ya Allah, kenapa jadi gini. Aku gak pernah melakukan semua itu, siapa yang tega mem-fitnah aku Ya Allah," batin Desiva dengan air mata yang semakin deras.

Tak lama kemudian seorang pria menghampiri Desiva dan berdiri lumayan jauh dari tempat duduknya.

"Jangan sedih, sayang air matamu," ucap Pria itu yang ternyata ia adalah Aban.

"Aku boleh duduk disini?" lanjutnya dan dibalas anggukan oleh Desiva.

"Bersabarlah. Apapun yang sedang kamu alami saat ini tidak lepas dari rencana-Nya. Hadapi dan syukuri, Allah tidak pernah lengah mengawasimu, jadi tidak perlu khawatir. Kuatlah:)" ucap Aban sambil tersenyum kearah Desiva.

Desiva menelungkupkan wajahnya pada kedua telapak tangannya. Ia masih terus menangis.
"Bukan aku pelakunya, harus gimana lagi aku ngejelasin kalau aku bukan pelakunya Ban. Kamu percaya kan?" ucap Desiva terisak.

Aban yang melihatnya merasa terenyuh. Ia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Desiva. Aban mengalihkan tatapannya kedepan.

"Aku merasa udah gak berguna lagi disini. Semua orang udah gak percaya lagi sama aku. Harusnya sekarang aku pulang ke rumah, kenapa kamu ngebela aku agar aku tetap ada di pondok ini kalau ujungnya tetep gak ada yang percaya sama aku," ucap Desiva menatap Aban dengan mata yang sembab.

Aban menghela napas panjang. "Berpikirlah secara luas ukh. Masih banyak cara untuk menyelesaikan sebuah masalah. Dan adanya masalah besar kita pun juga punya cinta Allah yang lebih besar," jawab Aban.

Desiva diam mencerna ucapan Aban. Ia menatap kebawah dengan tatapan yang kosong.

"Yakinlah, bahwa semakin besar kesulitan yang kau dapatkan, semakin besar juga nikmat dan kebahagiaan yang Allah berikan,"

"Jangan terlalu fokus terhadap masalah dan rasa sakit. Jika terlalu fokus terhadap masalah dan rasa sakitnya maka kamu tidak akan bisa bangkit dan semakin merasa rendah diri tenggelam pada keterpurukan," sambung Aban.

Desiva menghela napas pelan. Baru saja ia ingin menjawab perkataan Aban, tapi ada seseorang yang yang datang dan menghentikan ucapannya.

"Desiva," teriak seseorang dari arah samping.

Desiva dan Aban pun menolehkan kepalanya serentak. Ternyata teriakan itu berasal dari Shelia.

"Kenapa Shel?"

"Kamu dipanggil Abuya suruh ke ruangan," ucapnya.

"Iya makasih Shel,"

Desiva bangkit dari duduknya, "Makasih ya akh atas nasihatnya, aku pergi dulu, Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam,"

Desiva dan Shelia berjalan beriringan meninggalkan Aban yang masih terduduk dibangku taman.

***


Setelah tiba di ruangan Abuya, mereka berdua pun masuk dan menemui Abuya didalam.

"Yang sabar ya Va, aku yakin kok kalo kamu bukan pelakunya," ucap Shelia memberikan dorongan.

Desiva mengangguk lalu mengetuk pintu ruangan Abuya.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumussalam" jawab seseorang didalam.

"Silahkan masuk," suruh Abuya dari dalam.

DesivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang